Seisi rumah itu mendengar suara Black. Tak biasanya pemuda delapan belas tahun itu teriak-teriak. Siapa pun yang mendengar teriakan itu. Memutuskan untuk turun.
Terlihatlah pasangan suami istri yang menuruni anak tangga. Sepertinya itu ayah dan ibu, Black pikir Cahaya waktu itu.
Pasangan itu sudah ada di lantai bawah. Mereka berjalan kearah Black. Sepertinya pasangan suami-istri itu, boleh jadi belum melihat wajah Cahaya. Black tak mau melepaskan gandengan tangannya.
“Ada apa sih, Cut Bang. Kenapa teriak-teriak?” ucap ibunya Black, yang belum bisa melihat wajah Cahaya. Di karena kan Cahaya menghadap ke belakang.
Cahaya seolah bertanya kepada Langit yang ada di belakangnya. ‘Kenapa pemuda ini sangat antusias’ mungkin itu yang ditangkap Langit. Pemuda itu hanya mengangkat bahunya dan menaruh jari telunjuk ke mulutnya seolah berkata 'Diam lah'.
Sebal! Mungkin kata itu cocok untuk Cahaya. Ya! Cahaya sangat sebal dengan pemuda di belakangnya itu. Cahaya memilih untuk membalikkan badannya. Mungkin saja pasangan suami-istri itu sudah ada di depannya. Dan benar saja ...pasangan itu sudah berdiri tepat di depan Cahaya.
“Putriku ...“ ucap pasangan suami-istri itu serempak.
Cahaya tersenyum kearah suami-istri itu. Namun saat istri Agam Ariaja melihat senyum Cahaya tubuh itu tumbang kearah suaminya.
“Mi, bangun Mi.” Black melepaskan genggaman tangannya. Dan langsung membantu ayahnya membawa ibu kearah sofa. Sedangkan Cahaya mundur selangkah, agar sejajar dengan Langit.
“Kenapa Tante itu pingsan saat melihat wajahku, Bang?” tanyanya sedikit pelan. Langit hanya diam saja, dia malah meninggalkan Cahaya. Pemuda itu berjalan kearah sofa. Sedangkan si kembar ada di belakang Cahaya.
“Mungkin saja mukanya, seperti hantu,” Arche berbisik dari belakang, membuat Cahaya merinding. Siapa yang tak merinding jika ada suara yang tiba-tiba saja menyambar.
Setelah hampir lima belas menit ...akhirnya istri Agam Ariaja sudah sadar. Sore itu Cahaya sudah duduk di samping Langit yang berhadap-hadapan dengan pasangan itu. Si kembar berhadapan dengan Black.
Sepasang suami-istri itu menatap Cahaya tanpa mengalihkan perhatiannya ke mana pun. Cahaya salah tingkah dilihatin sampai segitunya.
Seperti putriku Batin Agam Ariaja.
“Siapa dia Lang?” Agam Ariaja memulai pembicaraan terlebih dahulu.
“Cahaya!” jawab pemuda itu.
“Bukan itu maksudku, apa hubungannya dengan dirimu? Tidak mungkin kalau bukan siapa-siapa kamu ajak main kemari.”
Langit diam sejenak sebelum ia menjawab. “Jikalau Tuhan mengizinkan kita akan menikah setahun lagi.” Pemuda itu menjawab dengan menunduk.
“Kenal sendiri atau dikenalkan? Kenapa baru sekarang diajak kemari?” tanya Agam Ariaja.
Istri Agam Ariaja hanya terdiam, sambil mengamati wajah Cahaya yang mirip putrinya itu.
“Perkenalan kami melalui proses perjodohan, dia adalah calonnya kak Bumi. Tapi ibu dan bapak ingin mendapatkan menantu jadi ...” ucapnya tak diselesaikan.
“Jadi kamu yang harus membawa menantu itu ke rumah Raharja?”
Pemuda itu hanya mengangguk pelan.
“Kenapa baru di ajak kemari, Bang?” tanya istri Agam Ariaja, yang hanya diam melihat Cahaya, wajahnya yang hampir mirip dengan wajah putrinya.
“Kita baru bertemu, kemarin malam aku kesini tapi kata satpam kalian pergi.”
Suami-istri itu hanya mengangguk paham.
Sejenak ruangan itu sunyi tak ada pembicaraan.
“Kenapa pelipis mu itu, Nak?” tanyanya Agam Ariaja, yang tak sengaja melihat pelipis Cahaya yang diplester.
“Tadi pagi sewaktu saya kuliah, saya tidak mendengarkan, jadi dosen yang mengajar saya melempar penghapus kearah saya, Om!”
“Siapa dosen itu? Mungkin saja aku mengenalnya.”
Cahaya sudah mengatakan di mana ia kuliah dan Agam Ariaja sangat terkejut tenyata Cahaya kuliah di mana dia juga yang menjadi rektor di kampus itu.
“Tidak perlu saya katakan, karena itu privasi dosen itu, Om!”ujar Cahaya, sambil melirik kearah Langit.
Agam Ariaja dan istrinya tersenyum melihat hal itu.
“Lang!” Agam Ariaja sangat kenal dengan pemuda itu. Langit hanya diam. Cahaya bingung kenapa Agam Ariaja itu memanggil nama Langit seakan ia tahu jika dosen yang ia maksud adalah Langit.
Plak.. Plak... suara orang berjalan menuruni anak tangga. Mata gadis lima tahun itu terkejut saat melihat akak Bubble-nya ada di rumahnya. Dengan cepat ia turun dari tangga itu. Setelah sampai bawah, gadis itu tanpa basa-basi langsung berlari kearah orang yang ia panggil akak Bubble. Gadis itu langsung memeluk Cahaya. Cahaya yang diberi pelukan tiba-tiba oleh gadis itu. Kepalanya membentur pundak Langit. Karena ia tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.
Semua orang sangat terkejut dengan kedatangan gadis itu. Seakan gadis Itu sangat kenal dengan Cahaya.
“Can, kasian Kakaknya!” ujar ibu.
Namun gadis itu tidak mendengar apa kata ibunya dia terus memeluk Cahaya.
“Akak Bubble aku sangat merindukanmu,” ujarnya, sambil mencium pipi Cahaya. Cahaya hanya tersenyum kaku, bukan karena apa. Tapi dia takut jika Langit marah kepadanya. Karena posisinya kepala Cahaya senderan di bahu pemuda itu.
“Can, kamu itu sangat besar, kasihan Kakaknya, keberatan tubuhmu yang sudah seperti bola itu,” Agam Ariaja menegur putrinya. Cantik melepaskan pelukan itu. Cahaya juga membenarkan posisi duduknya ke semula.
“Maaf,” ucapnya pelan, kepada Langit. Agam Ariaja dan istrinya tersenyum.
Saat melihat Cahaya meminta maaf kepada Langit.
“Pi, Mi! Akak ini orangnya yang Cantik ceritakan waktu kita makan di kafe,” ujar Cantik, yang duduk di samping Cahaya.
Ayah dan ibu serta Black mengangguk.
Cut Ayu Walsall Mentari sama seperti Cantik Cut Walsall Mentari apa mereka adalah keluarga. Batin Cahaya, yang ingat dengan orang yang waktu itu Langit kenalkan kepadanya.
“Apa kamu sudah mengunjungi makam Mentari bersamanya?” tanya Agam Ariaja. Langit mengangguk.
“Mentari, akan sangat bahagia jika kamu sudah mengenalkan calon istrimu kepadanya.” Kini gantian istri Agam Ariaja yang berucap.
“Itu pasti, Mi!” Agam Ariaja membenarkan ucapan istrinya.
Si kembar dan Black hanya menyimak percakapan keempat orang tersebut.
“Mi, apa Mami membutuhkan karyawan untuk membantu Mami di toko?” tanya Langit.
Apa sebenarnya hubungan Langit dengan keluarga Agam Ariaja mungkin itu yang ada di pikirannya Cahaya.
“Emangnya kenapa, Bang?” tanyanya istri Agam Ariaja.
“Aku ingin dia, membantu di sana. Saat aku bilang ingin mencukupi kebutuhannya dia menolaknya. Jadi aku berjanji padanya akan mencarikan pekerjaan untuknya.”
“Tentu saja, Bang, aku sangat bahagia jika Cahaya mau,” ujarnya, sambil tersenyum kearah Cahaya. Istri Agam Ariaja itu memakai pakaian muslimah serta kerudung.
“Tapi mungkin dari jam satu, Tan, karena saya jam segitu baru pulang kuliah,” jawab Cahaya.
“Tidak masalah Nak, yang penting kamu datang saja aku udah amat sangat senang. Enggak usah terlalu formal kalau bicara denganku. Jika kamu mau, panggil saja, Mami dan Papi! Seperti Abang.”
Cahaya menatap Langit seakan bertanya. ‘Apa boleh’ dan Langit hanya mengangguk.
Pasangan suami-istri itu lagi-lagi dibuat tersenyum karena ulah keduanya itu.
“Baiklah, kalau begitu kita makan malam dahulu, sudah malam nanti kalian kelaparan,” ujar istri Agam Ariaja, meminta mereka ke ruang makan.
Namun Cahaya mendapatkan telepon dari ayahnya.
Cahaya menjawab telepon itu. Setelah panggilan itu terputus. Wanita itu, berjalan mendekati semua orang yang ada di ruang makan.
“Maaf ...“ujarnya, terputus karena Agam Ariaja bertanya.
“Kenapa, apa ada masalah, Nak!”
“Begini Pi, aku tidak bisa ikut makan malam. Karena tadi ayah menelepon, ayah bilang kalau nenek di opname,” ujar Cahaya.
Mereka sangat kecewa karena tidak bisa makan bersama Cahaya. Tapi mereka juga tahu kalau nenek lebih penting.
“Black, berhubung ini masih magrib tolong antar si kembar, dan kalian bilang kepada ibu kalau Kang Mas akan menemani, Teh Cahaya di RS,” ujar Langit, sambil berdiri dari duduknya dan menyambar kunci mobil serta ponsel, yang ia letakan di meja makan.
Mereka berdua berpamitan setelah itu mereka akan ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Yunia Afida
cahaya pasti saudaranya mentari
2021-09-05
0
Siti Fatimah
Lanjut lagi kak
2021-08-21
0
aisyah syasyah
up dong thor.....seru nih...
2021-08-21
0