Cahaya yang baru selesai sholat subuh, ia dikagetkan dengan suara dering pesan masuk.
Aku akan menjemputmu, sesuai janjiku yang akan menemanimu untuk mengundurkan diri dari pekerjaanmu.
Jarum jam seakan jalan begitu cepat. Saat pemuda itu ingin keluar rumah ada yang memanggilnya.
"Kang Mas, mau kemana? Anterin kita ke sekolah ya?" tanya Archer.
"Baiklah!"
Si kembar sangat bahagia, karena kang mas-nya tak menolak. Di pertengahan jalan, Salah satu dari si kembar itu bertanya, kepada pemuda yang duduk di sampingnya sambil fokus mengemudi.
"Kang Mas, mau ketemu wanita itu, ya?"
"Panggil lah dengan sebutan kakak, atau mbak!"
"Kalau.Kakak, aku sudah memanggil Kak Arche dengan panggilan Kakak!" celetuk Archer yang ada dibelakang.
"Aku juga sudah memakai panggilan mbak, buat mbak Alula!" Sepertinya Arche tak mau kalah dengan adiknya.
"Carilah panggilan yang sopan. Mungkin kalian bisa memanggilnya teteh, ingat kalian harus menghargai orang yang lebih tua dari kalian. Meskipun orang itu derajatnya ada dibawah kita. Paham!"
"Paham, Kang Mas!" Kompak sekali si kembar itu.
"Kalian nanti pulang jam berapa?"
"Mungkin jam setengah satu," jawab Archer, yang dibalas anggukan kepala oleh pemuda itu.
Tak lupa si kembar mencium tangan pemuda itu. Bukan cuman tangan, mereka juga kompak mencium pipi milik pemuda itu. Pemuda itu tak mempermasalahkan nya, tapi tak biasanya si kembar sangat berani melakukan hal itu.
...***...
Pemuda itu kembali mengendarai mobilnya. Tujuannya pagi itu adalah ke rumah calon istrinya, mungkin ...kalau jadi.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawaban dari dalam.
"Masuklah, Nak!" ucap ibu tiri.
"Ya sudah, Tan, sepertinya kita akan pergi sekarang. Mungkin aku dan anak Tante akan pulang malam," ucap pemuda itu meminta izin.
Ibu tiri itu, sangat pintar berakting di depan pemuda itu.
"Baiklah anak muda, silahkan berkencan," ucap ibu tiri itu.
Apa ini bisa disebut kencan. Batin Cahaya.
Langit segera tancap gas dan mengendarai mobil itu ke tempat kerjanya Cahaya.
Di dalam mobil tak ada percakapan. Entah kenapa biasanya wanita itu suka bicara, tapi mengapa pagi itu seakan mulutnya terkunci dengan rapat.
Sampailah mereka berdua di tempat kerjanya Cahaya.
Setelah rasain dari cafe, mereka berdua kembali masuk ke mobil.
"Kita, akan kemana?" tanya Cahaya, sepertinya mulut itu sudah tak terkunci lagi.
"Nanti juga tau!"
"Terserah Pak Dosen, saja," ucapnya dengan nada sebal.
"Ini bukan di kampus, jadi jangan panggil Pak. Umurmu dengan Alula! Hanya selisih satu tahunan kan?" Pemuda itu sangat kesal jika dipanggil 'Pak'
"Enggak tahu!" jawabnya nyolot.
"Memang mbak Alula, kelahiran berapa?"
"1981!"
"Aku 1982, kalau Abang?"
"1978."
"Selisih empat tahun dong." Cahaya sudah mau bicara lagi ternyata.
Mereka pun sampai di tempat yang di tuju. Mata Cahaya membulat sempurna saat melihat tempat itu.
"Bang, enggak salah kita disini?" tanya Cahaya.
Pemuda itu tak menjawab, Langit berjalan di depan Cahaya. Cahaya hanya mengikuti saja dari belakang. Pemuda itu terduduk di pusaran yang bertulis kan namanya Cut Ayu Walsall Mentari. Cahaya sepertinya pernah mendengar nama itu. Tapi namanya sedikit berbeda. Cahaya duduk di samping Langit. Perlahan bibir Cahaya berbisik sesuatu ditelinga Langit.
"Abang, kenapa enggak bilang kalau kita mau ziarah. Kan aku bisa memakai hijab tadi."
Langit melotot kearah Cahaya. Kenapa wanita di sampingnya itu main dekatkan bibirnya ke telinga miliknya.
"Perkenalan dia Mentari! Dia adalah orang yang pernah mengisi hari-hariku. Dan Mentari dia adalah calon istriku." Langit berbicara dan mengelus nisan itu.
"Assalamu'alaikum, mbak Mentari!"
Apa ini yang kau bilang cahaya akan datang, Mentari? Apa dia Cahaya yang kau maksud.
Mereka meninggalkan pusaran itu dan kembali lagi ke mobil. Langit mulai melajukan mobilnya dengan pelan. Cahaya hanya diam, takut jika Langit melotot lagi. Gara-gara apa, dia tak tahu.
Sesekali Langit melirik kearah Cahaya. Ia heran kenapa wanita yang ada di sampingnya hanya diam saja dari mereka masuk mobil kembali
"Turunlah,"
"Kita ngapain disini Bang?" tanya Cahaya, yang masih ada di dalam mobil.
"Kita makan sebentar, nanti kita akan pergi ke sekolahan buat jemput si kembar, ibu memintaku untuk mengajakmu ke rumah." Langit membuka pintu mobil itu dan Cahaya masih di dalam mobil.
Sepertinya wanita itu sedang memikirkan sesuatu.
"Ayo turun, nanti ini adzan dzuhur kita juga harus sholat."
"Iya, Bang!"
Merekapun masuk ke sebuah warung lesehan.
"Kau pilihlah, makanan yang kau suka.“ Langit menyodorkan buku menu kearah Cahaya.
"Abang, pesan apa?" tanya Cahaya, sambil melihat gambar yang ada di buku menu itu.
"Soto Betawi."
Cahaya masih melihat beberapa menu itu, pemilik warung itu bertanya.
"Adiknya ya, Mas?" tanya pemilik warung itu kepada Langit, dan di jawab anggukan saja.
"Tapi lebih cocok seperti pasangan, Mas!" ucapnya lagi.
Cahaya masih saja fokus sama buku menu itu.
"Soto Betawi seperti Abang saja, minumnya air jeruk nipis tanpa gula."
"Kalau, Masnya minumnya apa?"
"Samakan."
Saat pelayan itu meninggalkan mereka berdua. Langit mulai berbicara.
"Panggilannya jangan Abang, orang mengiranya kita ini adik-kakak." Langit menegur Cahaya.
"Iya, maaf, lalu harus memanggil apa?"
"Panggil, Mas, juga enggak masalah." Langit menjawab sambil melihat layar ponsel.
"Nanti saja ya, Bang, kalau sudah menikah." Cahaya menegosiasi panggilan untuk calon suaminya itu.
Langit hanya mengangguk saja. Karena ia tak bisa memaksakan kehendaknya. Toh hubungan mereka juga baru mengenal satu sama lain.
...***...
Langit dan Cahaya sudah bersiap untuk menunaikan dzuhur. Tak ada satu orang pun di mushola itu. Karena waktu dhuhur sudah selesai dua puluh menit yang lalu. Dan mereka memilih untuk sholat berjamaah Langit sebagai imam. Cukup lama sholat dzuhur itu, karena pemuda itu menggunakan surah-surah panjang.
Ya Allah yang ada di depanku ini adalah calon suamiku. Jika engkau mengizinkan aku menikah dengannya, lancarkan lah sampai hari-H. Dan jadikanlah aku sebagai makmum yang baik untuknya. Aku menerima perjodohan ini karena aku meniatkan sebagai bentuk ibadah kepadaMu. Itulah doa Cahaya siang itu.
Mereka masuk ke mobil lagi dan akan menjemput si kembar, karena jam menunjukkan setengah satu lebih.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Langit.
Langit sesekali memperhatikan gerak-gerik Cahaya, yang sepertinya ingin menanyakan sesuatu namun tak berani.
"Abang, kalau kita sudah nikah, apa ada niatan bercerai?" tanya Cahaya, dengan pelan.
Namun pemuda itu bisa mendengarnya. Langit tak menjawab, pertanyaan dari Cahaya. Cahaya sangat kesal dibuatnya. Kenapa pemuda itu bertanya, jika tak mau menjawab. Sudah hampir lima menit. Cahaya menunggu jawaban dari Langit.
Tapi sepertinya pemuda itu tak mau membuka suara. Cahaya mengalihkan pandangannya kearah luar jendela. Sepertinya Langit sangat suka membuat Cahaya sebal.
Langit melirik kearah wanita itu sebelum menjawab. "Bukankah Tuhan membenci perceraian, lalu mengapa kau mempertanyakannya?" jawaban Langit, membuat Cahaya membalikkan wajahnya dan menghadap dirinya.
Sampailah mereka di sekolahnya si kembar. Langit keluar dari mobil. Namun dia menyuruh Cahaya agar tetap di dalam mobil.
"Kang Mas!" teriak si kembar melihat kang mas-nya. Dan berlari kearah pemuda itu.
"Ku kira, Kang Mas tak jemput kita!" ucap Arcer, sambil mencium tangan Langit.
"Masuklah, ke mobil! Ada Teh Cahaya didalam mobil, sapa dia,"
Si kembar hanya mengangguk.
"Bang!" panggil pemuda delapan belas tahun itu, yang sedang mengendarai motor.
"Black!"
Si kembar sudah masuk ke mobil.
"Gimana kabarnya Bang? Datanglah ke rumah Bang, sudah lama enggak ke rumah." Black berbicara, mereka sangat akrab menurut Cahaya yang bisa melihat, kedua pemuda itu dari dalam mobil.
Langit hanya mengangguk, setelah pembicaraan itu selesai. Langit langsung masuk ke mobil. Di dalam mobil itu, hening tak ada percakapan apa pun dari keempatnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Asri
cut ayu dan cut cantik itu kakak adik ya thor? 🤔
2021-10-06
0
Yunia Afida
semangat terus💪💪💪💪💪
2021-09-05
0
🌸 andariya❤️💚
keren kak cerintanya 😍
2021-08-17
2