Sore itu Cahaya sedang tiduran di atas kasurnya. Karena ibu dan adik tirinya tidak ada di rumah. Mereka sedang ada di Surabaya untuk seminggu ke depan. Sepertinya Cahaya seminggu ke depan bisa lebih santai.
Saat Cahaya sedang asik rebahan, dia mendengar suara ribut di luar sana. Cahaya berpikir jika itu tetangganya.
"Nek, cucu Nenek ada, saya mau mengajaknya keluar, kalau Nenek mengizinkan," ujar pemuda itu kepada nek Endah.
"Apa? Kamu bilang apa? Mau buat cucu sama cucuku, kalau aku mengizinkan?" tanya nek Endah. Pemuda itu menggeleng, sedangkan si kembar menepuk dahi bersamaan.
"Astagfirullah, putune Raharja kurang ajar, eh ...anak muda jangan berzina dosa." Mata nek Endah masih bisa melihat orang meskipun sedikit kabur. Tapi pendengarannya benar-benar payah.
Langit menarik napas panjang, harus ekstra sabar menghadapi orang tuli.
"Nenek, maksudnya Kang Mas, Teh Cahaya ada?" tanya Archer, membantu kang mas-nya.
"Aduh! Jangan keras-keras aku sudah dengar, C-uk." Ketiga orang itu sangat lega, jika Nek Endah bisa mendengarnya.
"Lalu jawabannya apa?" tanya si kembar yang satunya lagi.
"Kalau teh di rumah ada, tapi kalau teh bercahaya enggak ada." Mereka bertiga sudah frustasi jika harus bicara dengan orang tuli.
"Tuli nya melebihi mbah, ya Kak?" Archer bertanya kepada Arche, dan hanya dijawab anggukan.
"Benar-benar ..." Nek Endah berbicara lagi, mereka bertiga hanya menunggu ucapan apa yang akan diucapkan nek Endah selanjutnya. " Cucunya Raharja, kurang ajar semua, yang satu izin mau buat cucu sama cucuku, yang satu bilang aku tuli." Ketiganya hanya bisa melongo, kenapa yang satu salah arti. Yang satunya benar.
Cahaya yang ada di kamar memutuskan keluar rumah, karena diluar sangat berisik.
"Siapa sih, rame banget. Sudah kayak pasar saja," gerutunya Cahaya, sambil jalan ke teras rumah.
"Kalian, ngapain disini, masuklah." Langit menatap gaya pakaian Cahaya yang hanya memakai celana jeans selutut, kaos pendek dan rambut acak-acakan. Pemuda itu hanya menggelengkan kepala.
"Dari tadi kek, keluarnya, Neneknya tuli enggak paham omongan kita buang-buang tenaga," ucap Arche, yang mendapatkan tatapan tajam dari kang mas-nya.
"Iya, maaf deh, harusnya Abang kasih kabar kalau mau main ke rumah, sudah masuklah." Si kembar langsung nyelonong gitu aja tanpa permisi. Di kira itu rumah kakeknya apa.
"Ada perlu apa kalian kesini?" tanya Cahaya, sambil meletakkan minuman untuk mereka. Nenek sudah ada di kamarnya. Si kembar langsung meminum minuman itu hingga tandas. Maklum kehausan gara-gara bicara sama orang tuli.
"Kita akan ke rumah seseorang," jawab Langit.
"Sekarang?" tanya Cahaya.
"TIDAK BESOK!" jawab si kembar, yang membuat Cahaya menutup telinga. Langit tak tahu bagaimana lagi biar si kembar itu, bisa baik dengan Cahaya, terutama Arche.
"Anak muda jangan teriak-teriak nanti haus," ujar Cahaya, sambil tersenyum.
Saat Cahaya izin mandi dan sholat terlebih dahulu. Si kembar saling berbisik.
"Minumlah, minuman Kang Mas, jika kalian kehausan," ucap Langit, yang mengamati kedua adiknya. Sepertinya melihat minuman miliknya. Archer langsung saja menyambar minuman dingin rasa melon itu.
"Bagi, Cher!" ujar Arche, yang sudah membawa gelasnya yang sudah kosong. Agar Archer membaginya.
"Sabar, Kak, ini sangat penuh, sepertinya dia sangat pilih kasih. Punya kita enggak penuh. Kenapa punya Kang Mas penuh." Archer mengambil minuman itu dengan pelan agar tidak tumpah.
"Kalian itu udah dibilang, panggil teteh atau mbak kenapa enggak dipakai sih." Langit sudah lelah, jika menghadapi si kembar yang keras kepala itu. Si kembar hanya mengangguk.
"Cher, ini minuman bikin nagih, aku mau minta ibu buatin ah, kalau pulang," ujar Arche, yang masih meminum gelas itu. Padahal sudah tandas.
"Iya Kak! Kang Mas mau nyoba?" tanya Archer, sambil menyodorkan minuman itu. Pemuda itu hanya menggeleng.
"Aku aja Cher, aku mau."
"Enak saja!" Si Archer langsung meminum, minuman itu hingga tandas takut kakak merebutnya.
Sudah hampir lima belas menit. Mereka menunggu Cahaya. Dan akhirnya wanita itu keluar juga. Cahaya mencuci gelas tadi terlebih dahulu.
Setelah itu ia pamit kepada nek Endah bilang kalau dia akan pergi.
Mereka berempat sudah ada di dalam mobil. Mobil itu terus melaju hingga mobil itu memasuki gerbang. Akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan, mereka berempat keluar dari mobil dan berjalan ke rumah berwarna gold. Di sana mereka dapat melihat sosok pemuda keturunan Aceh, sedang mencuci motor. Black yang sedang mencuci motor itu tersenyum licik kearah si kembar, sepertinya pemuda itu merencanakan sesuatu. Balck membuka keran air dan mulai menyemprotkan air itu kearah si kembar.
Arche berkata. "Black kau kurang ajar."
Namun dengan cepat Black menghentikan aksinya itu.
Langit dan Cahaya berjalan di belakang si kembar.
"Bang!" sapa Black.
"Papi, di rumah?" tanya Langit, sedangkan Cahaya ada di belakang Langit. Karena tingginya Cahaya cuma sebatas pundak Langit membuat Black tak bisa melihat wajahnya.
"Ada di dalam, Bang!" jawab Black.
"Ehem, kenalkan dia Black!" Langit berdehem.
Cahaya yang ada di belakang Langit, dia mulai melangkah kan kakinya ke depan agar bisa menyapa Black.
Senyuman pertama yang diberikan Cahaya kepada Black. Membuat Black tertegun butuh waktu lama untuk Black mengatakan sesuatu.
"Teteh!" Itulah kata pertama dari Black kepada Cahaya.
"Halo, Black!" ujar Cahaya, mengangguk.
"Apa dia benar Teteh, Bang?" tanya Black, yang ngelantur dengan mata memerah. Mana ada orang yang sudah mati hidup lagi Black.
"Bukan, dia Cahaya!" ujar Langit. Si kembar hanya diam.
Cahaya heran, mengapa pemuda delapan belas tahun itu matanya seperti mau nangis dan mengapa pula dia bertanya ke Langit. Tentang 'Teteh'. Siapa 'Teteh' yang dimaksud. Mungkin itu yang ada di benak Cahaya.
"Cahaya!" ujar Cahaya, mengulurkan tangannya. Namun bukan menerima uluran tangan dari Cahaya. Black justru menarik tangan Cahaya dan memeluknya dengan sangat erat. Cahaya sangat tertegun dengan perlakuan Black itu. Si kembar yang mau bilang 'BUKAN MUHRIM' tak jadi karena kang mas menyuruhnya diam. Biarkanlah Black memeluk Cahaya dengan erat. Jika itu mampu membuatnya merasakan kedatangan sosok yang Black panggil 'Teteh'.
Perlahan Black melepaskan pelukan itu.
"Maaf," ujarnya, sambil mengelap matanya yang basah.
"Tak masalah." Cahaya tersenyum.
"Baiklah, ayo kedalam, aku yakin mami akan terkejut." Si Black main tarik-tarik saja. Dia menarik tangan milik Cahaya. Pemuda delapan belas tahun itu bahkan sampai lupa dengan cucian motornya yang belum ia selesaikan.
Ketiga orang itu hanya mengikuti mereka dari belakang.
Sesampainya di dalam rumah. Si Black itu langsung teriak-teriak memanggil keluarganya. Cahaya hanya diam saja. Mengapa jadi seperti itu, bukanlah kalau bertemu yang benar bukan seperti itu.
Ada apakah ini ? Kenapa pemuda yang memegangi tangan Cahaya, saat itu sangat bahagia seperti menang lotre saja.
Jika memang sudah saatnya bertemu akan dipertemukan dengan cara yang tak di sangka-sangka. Begitulah cara Tuhan mempertemukan seseorang dengan cara yang tak pernah di sangka-sangka
"MAMI, PAPI TURUNLAH, LIHATLAH SIAPA YANG DATANG KALIAN PASTI TIDAK AKAN PERCAYA." Black berteriak, dengan keras agar seisi ruangan itu mendengar teriakannya. Setelah berteriak dengan keras Black menengok dan tersenyum kearah Cahaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
hai kak aku mampir lagi ya
2021-11-24
0
Yunia Afida
black heboh bener, cahaya itu apa kembaran mentarinya
2021-09-05
0
Ayvia Qazia
next
2021-08-20
0