Pagi itu jadwal Cahaya berangkat ke kampus. Wanita berambut panjang itu memang masih kuliah, dan dia kuliah karena dapat beasiswa. Cahaya memang sosok yang cerdas dan multitalent. Oleh sebab itu ia dapat beasiswa. Mungkin jika ia tidak termasuk golongan mahasiswa cerdas ia tidak akan kuliah di Fakultas ternama di Indonesia ini.
Paruh waktu akan digunakan Cahaya untuk bekerja di kafe. Ia menjadi pelayanan di sana, ia mulai bekerja dari sore sampai jam sepuluh malam.
Cahaya yang sudah bersiap ke kampus ia tak lupa berpamitan kepada neneknya. Karena hanya nek Endah yang peduli dengan Cahaya.
Tok.. Tok..
"Masuk, Aya!"
Nek Endah tahu, jika yang mengetuk pintu adalah Cahaya.
Cahaya membuka pintu kamar neneknya. Nenek sedang duduk di kursi tua yang terbuat dari rotan.
"Nek! Aya, pergi ke kampus dulu ya." Cahaya berbisik ke telinga nek Endah. Pendengaran nenek memang mulai tak berfungsi lagi, jadi itu sebabnya Cahaya harus berbicara dengan cara seperti itu.
"Hati-hati ya, Nduk. Jangan lupa sholat."
"Iya Nek! Aya ingat kok." Cahaya menjawab sambil mengulurkan tangannya untuk mencium tangan nek Endah. Cahaya berpikir bahwa ridha Allah tergantung ridha orang tua. Maka dari itu wanita itu, selalu meminta ridha dari sang
nenek. Biar Allah juga ridha kepadanya. Setelah ibunya meninggal, Cahaya menganggap nek Endah sebagai nenek sekaligus ibu baginya. Karena ayah Brian tidak pernah memperhatikan dia.
Ayah Brian yang sibuk dengan kerjaannya membuat ia jarang bertegur sapa. Apa lagi jika ibu tirinya sudah menjelekkan Cahaya di depan ayah Brian. Dan mengapa ayah Brian, percaya kepada istrinya begitu saja. Tanpa mencari tahu terlebih dahulu, sebelum marah kepada anaknya. Jika ayah Brian. Ayah yang baik, pasti ia akan mencari tahu terlebih dahulu, sebelum marah kepada anak semata wayangnya. Benar! Cahaya adalah anak satu-satunya. Karena ibu tiri Cahaya tidak bisa punya anak lagi dengan ayah Brian.
"Baiklah Nek, doakan, Aya. Semoga hari ini lancar, assalamu'alaikum." Cahaya berpamitan, setelah mencium tangan nek Endah.
"Wa'alaikumsalam, Aya, udah punya uang?"
"Sudah Nek!"
Cahaya yang sudah berada di luar rumah. Ia membuang napas lega, karena dia tidak bertemu dengan ibu dan adik tirinya.
Alhamdulillah enggak bertemu ibu dan adik. Terima kasih ya Allah. Batin Cahaya senang.
Jika Cahaya bertemu dengan mereka pasti Cahaya akan dapat cacian dari mereka. Hal itu sangat membosankan, bagi wanita berambut panjang itu.
Cahaya berjalan menuju garasi, untuk mengambil kendaraan yang biasanya ia gunakan untuk berangkat ke kampus.
Ets...jangan mikir yang aneh-aneh. Kendaraan Cahaya bukan mobil Alphard. Tidak! Kendaraan yang Cahaya miliki adalah sepeda. Itupun pemberian dari sang nenek untuknya. Waktu ia ulang tahun tepatnya satu tahun yang lalu. Ia sangat amat bersyukur, karena dengan adanya sepeda itu dia bisa menyisihkan uang kerjanya untuk masa depannya nanti. Karena ia tak perlu naik ojek atau angkot.
Untuk sampai ke kampus. Cahaya hanya butuh lima belas menit. Jika melewati jalan alternatif.
Setelah hampir sepuluh menit Cahaya menikmati sepeda santainya. Karena Cahaya menggowes dengan santai, jadi di sebut sepeda santai. Hampir setiap pagi wanita itu bisa menikmati hal yang mungkin tidak semua orang bisa menikmati hal itu. Sampailah ia di kampus.
Dengan santai Cahaya berjalan ke kelasnya. Tak heran, jika hampir semua cowok yang ada di kampusnya, mengaguminya, karena sikap yang ramah, kecerdasan yang dimilikinya dan rupa ayunya membuat semua orang suka kepadanya. Tapi satu kekurangan wanita itu. Dia tidak terlalu bohay, dadanya saja sangat kecil tubuhnya kurus.
"Woiiiii! Kalian pada ghibah ya?" tanya Cahaya, yang masih ada di depan pintu kelasnya. Sahabat Cahaya yang mendengar suara khas milik wanita itu, mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
"CABUL DATANG!!!" ucap Williams, yang tak lain adalah sahabat seperjuangan dengan Cahaya. Maksudnya berjuang untuk waras.
"Siapa yang lu panggil Cabul?" tanya Cahaya, berjalan menuju kearah sahabatnya. Kemudian duduk di atas meja.
Williams berkata, "Ya lu lah."
"Enak saja, gua enggak Kang Cabul." Cahaya menjawab, sambil memukul kepala Williams dengan buku yang mungkin tebalnya 500 halaman.
"Aduh... lu ya, sakit tahu," ujar Williams, yang mau membalas pukulan dari Cahaya untuknya. Tapi dengan cepat wanita itu menghindar, agar tidak terkena pukulan dari sang sahabat.
Rai menjawab. "Ahay. Maksudnya, Willi. Itu, Cahaya Bulan, bukan Cabul yang lain."
Eh...jangan salah Rai itu cewek tapi emang gayanya sedikit melenceng dari gendernya. Nama panjangnya Raisa Welasow. Tapi lebih suka dipanggil 'Rai' katanya biar kayak cowok. Waktu itu Cahaya pernah bertanya pada Rai. 'Rai cita-cita lu pengen jadi apa?'. Dengan gampangnya Rai jawab begini. 'Cita-cita gua pengen jadi bad boy'
"Eh, kalian itu kalau manggil nama gua. Jangan di Ko-rupsi, masih jadi mahasiswa saja sudah korupsi nama gua!" ujar Cahaya, yang tak habis pikir dengan sahabat-sahabatnya itu.
"Korupsi gimana maksud lu?"
"Nama gua Bintang Cahaya Bulan, kenapa jadi Cabul, lu juga," ucap Cahaya menunjuk Rai. "Kenapa nama gua jadi AHAY kenapa enggak sekalian jadi Alay?" tanya Cahaya, dengan suara kerasnya, yang membuat semua mahasiswa yang ada di kelas itu melihat kearahnya. Cahaya hanya tersenyum kaku saat dilihat seluruh teman sekelasnya.
"Eh... eh... kalian tahu enggak? Katanya akan ada dosen baru loh, yang akan gantikan pak Gibran. Katanya sih tampan," ujar mahasiswa, yang baru saja datang dan duduk di belakang Cahaya.
"Emang kenapa Neng, kalau tampan?" tanya Cahaya, sambil membalikkan badannya agar bisa bicara dengan temannya yang ada di belakangnya itu.
"Ih, lu ngikut mulu," jawab teman Cahaya.
"Jawab atuh Neng geulis."
"Ya kan, bisa cuci mata, Bintang Cahaya Bulan Purnama!" ujar Lala.
"Iya, LALA POOOO."
Lala yang tak terima dipanggil Lala POO ia bertanya lagi kepada Cahaya. "Eh, kok, Lala POOOO?"
"Lu juga, kenapa nama gua di kasih embel-embel, Purnama, Neng!" ujar Cahaya, sambil mengelus rambut Lala. Cahaya dan Lala bukanlah teman dekat tapi karena Cahaya orang yang asyik jadi mampu bergaul dengan siapapun.
"Syukuri Cabul, karena dia ngasih namanya Purnama, coba kalau Purnomo, M sama O nya dihapus," celetuk Williams yang pagi itu hanya menyimak pembicaraan sahabatnya itu.
"Purno!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Ningsuswati
nyimak
2022-01-27
0
Qirana
Like 👍👍👍👍👍
2021-11-30
0
Santi
like dan favorit mendarat
2021-11-12
0