Seusai sholat subuh Abidah Aminah dan suaminya. Memutuskan untuk menemui kakek Raharja di kamarnya.
Di kamar kakek Raharja, mereka menyampaikan apa yang mereka inginkan.
Pembicaraan itu butuh waktu sangat lama. Dikarenakan pendengaran kakek, yang sudah tidak bisa diajak kompromi.
Dan yang kedua, kakek! Sebenarnya
menolak permintaan dari anak dan menantunya itu. Tapi setelah dipikirkannya lagi, kakek menyetujuinya. Dengan satu sarat, tidak ada unsur 'Keterpaksaan' dalam hal itu, bagi siapa pun. Kakek tidak mau mengambil kesalahan untuk yang kedua kalinya, cukuplah sekali saja.
Jam menunjukkan pukul delapan, semua keluarga Raharja sudah ada di ruangan keluarga.
Dirasa semua sudah duduk dengan rapi. Kakek pun mulai angkat bicara.
Sebelum bicara kakek menarik napas dalam-dalam. Semoga saja apa yang akan ia ucapkan tidak menyinggung salah satu dari ke-enam orang yang ada di situ, termasuk dirinya.
"Begini ..." ucapnya di jeda sebentar. "Tadi seusai sholat subuh, anak dan menantuku meminta sesuatu kepada ku. Tapi—tadi aku sempat menolak permintaan itu." Semua yang ada di sana mendengarkan dengan seksama.
"Setelah aku berpikir cukup lama. Kenapa aku enggak bertanya langsung, kepada orang yang bersangkutan." Alula, Hazel dan Langit tidak tahu apa maksud ucapan kakek.
Berbeda dengan Abidah Aminah dan Pak Khan.Yang sudah tahu, arah pembicaraan itu mau dibawa kemana.
Si kembar yang baru turun bertanya-tanya, kenapa semua orang berkumpul di ruang keluarga.
"Ada apa ini, Cher?" tanya Arche pelan, kepada kembarannya. Tapi yang ditanya hanya mengangkat bahunya saja.
Pertanda ia tidak tahu apa-apa.
"Mending kita duduk di depan televisi saja, biar tahu," ucap Arche, memberi ide konyol.
"Lang!" panggil kakek.
Langit tidak tahu kenapa kakek menyebutkan namanya. Emang apa yang ia perbuat, mungkin itu pertanyaan darinya.
Pemuda itu menjawab. "Iya, Mbah!"
" Kenapa, Simbah menyebut nama, Kang Mas?" Gantian Archer yang bertanya, dengan suara pelan kepada kakaknya.
Si kembar itu duduk di atas karpet depan televisi yang posisinya membelakangi ke-enam orang itu, yang duduk di sofa.
"Entahlah!" jawab Arche.
"Langit, Ibu lan Bapakmu, pengin ngeterake awakmu karo putune kancane Simbah! Jenenge, Bintang Cahaya Bulan! (Langit, Ibu dan bapakmu, ingin menjodohkan dirimu dengan cucunya sahabat Simbah! Namanya, Bintang Cahaya Bulan! )" Sekejap ruangan itu hening setelah kakek berbicara.
Mereka bertanya-tanya, apa pemuda itu akan menolaknya atau tidak.
Kemungkinan besar Langit, akan menolak itulah yang ada di pikiran mereka.
Pemuda itu diam masih belum mau menjawab dengan mulutnya. Tapi kepala itu. Ya! Kepala pemuda itu mengangguk. Semua yang ada di sana seakan tak percaya dengan jawaban dari pemuda itu.
Si kembar membalikkan badannya, untuk melihat apa yang akan dijawab kang mas-nya. Si kembar seakan tak percaya, jika kang mas. Begitu mudah menjawab dengan anggukan kepala. Padahal waktu itu. Kang mas, tidak pernah mau dijodohkan dengan siapapun. Semua itu seperti mimpi bagi mereka, kenapa pemuda itu mudah menjawab tanpa harus menunggu berjam-jam.
Entah mengapa pemuda itu mengangguk. Padahal, ia tidak tahu siapa wanita yang akan dijodohkan dengannya. Orang yang paling bahagia dari jawaban pemuda itu adalah Abidah Aminah, keinginannya untuk mempunyai menantu akan segera terpenuhi. Tapi entah kapan itu akan terjadi.
"Mbah, enggak maksa, loh. Coba pikirkan lah sekali lagi. Mbah, enggak mau jika pernikahan kalian bubar tengah jalan." Simbah bertanya lagi, kepada cucunya itu.
Lagi dan lagi! Mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat, pemuda itu mengangguk pelan. Jawaban sudah dikunci.
"Ya sudah, jika kamu udah mantep, maka aku akan bicara dengan temanku!"
Obrolan panjang itu sudah berakhir dua puluh menit yang lalu. Semua sudah jelas, dan simbah juga sudah memberi tahu bahwa orang yang akan dijodohkan dengan Langit adalah calon istri almarhum Bumi.
Kita beralih ke keluarga asal Aceh.
Minggu itu keluarga Agam Ariaja akan ke rumah Kakek Raharja. Sangking antusiasnya si bungsu itu dengan cepat keluar mobil.
"Cut Adik tunggu." Ibu memanggilnya namun si bungsu tidak mendengarkan.
Si bungsu menyapa pemuda yang sedang berdiri di teras.
"Sore, Om Dosen!" Cantik menyapa pemuda itu yang tak lain adalah Langit.
"Sore, Cantik!"
"Makasih, Om Dosen. Sudah di panggil cantik, aku jadi malu." Gadis itu benar-benar. Yang dimaksud itu bukan cantik rupanya, tapi emang namanya Cantik.
Agam Ariaja yang baru datang menyapa. "Sore, Lang!"
"Sore, juga," jawaban singkat.
Mereka pun dipersilahkan masuk dan sudah duduk di ruang tamu.
Setelah menanyakan kabar. Orang yang ada di ruang itu mengalihkan pembicaraannya tentang pemerintah Indonesia. Namun pembicaraan itu dialihkan.
"Iya, Mbah, pecel Jawa emang enak." Lagi-lagi, si bungsu teringat tentang makanan dari Jawa itu.
"Kakak, kembar enggak pernah makan pecel Jawa kan? Cantik pernah ngerasain pecel Jawa tahu!" Cantik menebak. Bagaimana mungkin si kembar enggak pernah makan pecel. Orang keluarga kakek aja dari Jawa.
"PERNAH!" Si kembar menjawab bersamaan.
"Yah." Cantik kecewa dengan jawaban dari si kembar, padahal dia sudah antusias untuk menceritakan tentang makan itu.
Semua yang ada di sana tertawa termasuk kakek, tapi apa kakek itu paham. Apa yang dibahas.
"Mbah, emang kita bahas apaan?" tanya Cantik keras, agar kakek dengar. Boleh jadi kakek Raharja salah mendengar.
"Bahas kalau, Cantik, pernah kucel kan? Dan si kembar juga pernah kucel!"
Cantik yang mendengar jawaban kakek, menepuk jidatnya, dan si kembar juga melakukan hal yang serupa dengan Cantik.
Orang tua yang ada di sana tertawa lagi, karena kesalahan pahaman. Kenapa pecel bisa jadi kucel.
"PECEL Mbah bukan Ku-Cel!" Cantik memberi tahu. Enak saja lucu gini dibilang kucel, mungkin itu yang ada di pikiran Cantik.
"Iya, Mbah tahu, kamu kucel."
Udah deh enggak akan ada akhirnya jika kakek sama Cantik itu berdebat pasti yang menang kakek Raharja. Karena orang yang sudah tuli itu ngotot kalau dia benar.
Si bungsu lebih memilih bicara dengan si kembar saja, dari pada dengan kakek yang malah membuat dia kesal.
"Kakak kembar tahu enggak kopi, kopi apa yang membingungkan dan tak ada jawaban?" tanya Cantik antusias, karena ia yakin si kembar tidak bisa menjawab.
"Kopi-Kir saja sendiri," celetuk pemuda umur delapan belas tahun itu. Yang tak lain adalah kakaknya Cantik.
Yang baru masuk rumah Raharja.
Sebelum masuk dia berbincang sebentar dengan Langit di teras.
"Ah... Mi! Cut Abang kok gitu, kan, Cantik mau main tebak-tebakan sama Kakak kembar," ucap Cantik, kepada ibunya.
Sudah dua kali, Cantik berpikir apa yang ia katakan akan sesuai rencana.
Tapi malah semuanya gagal. Pertama tentang pecel. Eh, si kembar pernah makan. Lalu yang kedua main tebak-tebakan malah kakaknya yang jawab. Padahal yang memberi tebak-tebakan itu adalah Black saat mereka sedang tidur bersama.
Semua lagi-lagi tertawa karena ulah Cantik.
"Ndutt, tahu enggak kopi apa yang bikin kamu kesal?" tanya Archer.
Yang di tanya menggelengkan kepala.
"Kopi-Kir kamu sendiri yang bisa main tebak-tebakan!" jawab Archer menyeringai. Dan malah membuat Cantik menangis. Sepertinya Cantik sangat tersinggung dengan ucapan Archer padahal itu kan hanya candaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Nia Ajch
ko makin 😴😴😴.....
2021-12-11
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
,Aku hadir kak. salam dr novelku ya
2021-11-24
0
Yunia Afida
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2021-09-05
0