Black yang sudah datang di sekolahan, dia pergi ke kelas si kembar. Namun sepertinya si kembar belum masuk. Si kembar itu sudah datang dari lima belas menit yang lalu. Tapi mereka memang suka keluyuran sebelum masuk ke kelas.
"Cher! Tadi malam wanita itu kasihan ya, waktu mau salaman di tolak kang mas!" Dara tujuh belas tahun itu tertawa.
"Tapi, kang mas nolaknya secara halus, Kak!" Si adik merasa iba dengan Cahaya.
Ya! Malam itu saat Langit mengantarkan pulang Cahaya. Cahaya mau bersalaman. Eh, Langit malah menolaknya mentah-mentah.
"Maksudnya pura-pura ambil hp yang jatuh gitu?" Kakak sepertinya masih saja tertawa. Yang di tanya hanya mengangguk.
"Tapi tuh cewek bodoh banget, Cher!" celetuk Arche.
"Bodoh?" tanya Archer, sambil berpikir. Ia tidak tahu kenapa kakak bilang kalau Cahaya bodoh.
"Pikir ya Cher, kenapa dia enggak mau membeli barang kebutuhannya. Kurang baik apa coba kang mas. Eh malah enggak mau beli apa pun. Kalau aku yang digituin sih ambil semua."
"Itu sih bukan bodoh Kak, tapi dia tahu dia belum jadi siapa-siapanya kang mas. Kalau masalah Kakak itu mah namanya matre!" Arche berbicara, seperti itu sambil meninggalkan kakaknya.
Saat sudah ada di dalam kelas mata Arche menemukan sosok pemuda delapan belas tahun.
Yang malam itu, rumahnya dikunjungi tapi katanya pergi.
"Hitam, lu tadi malam kok enggak ada di rumah?" Arche duduk di kursi sedangkan Black duduk di atas meja.
Archer yang baru datang berbicara sambil menepuk pundak Black. "Cie-cie pagi-pagi udah ngapel, Bro!"
Si Black hanya mengangguk dan menjawab. "Iya, Kakak ipar!"
Semua murid berseru dan berkata. "Cie-cie Arche sama Black sudah pacaran!"
Arche sangat malu benar-benar. Kakak sama si Black itu selalu membuat Arche kesal, oleh kedua orang yang ada di depannya itu.
"Oh ...tadi malam kalian ke rumah?" Si Black bertanya, pemuda delapan belas tahun itu, tak menghiraukan orang yang sedang men-cie-cie kan dia dengan Archer.
"Iya." Archer.
"Padahal kita ke rumah bersama... " Arche mekode adiknya agar tidak melanjutkannya lagi. "JaGo-Goja-Golo."
"Bersama?" tanya Black, yang ingin tahu.
" Maksudnya si Archer, bersama kang mas!" ucapnya Arche, dengan cepat takut jika adiknya keceplosan.
"Kalau pagi begini si bungsu ngapain, Tam!" Archer bertanya.
Ingin rasanya si Black ini menjitak keningnya Archer. Karena memanggilnya dengan panggilan Hitam!
"Kenapa? Sudah siap jadi Kakak ipar?" jawaban dan pertanyaan dari Black itu membuat ruang yang semula sepi jadi ramai. Arche tersenyum menyeringai, karena melihat adiknya yang kesal.
"Si bungsu, kalau pagi begini ikut, papi.
Pergi ke kampus, apa lagi ..." ucapnya, diberi jeda sejenak, kemudian melanjutkan ucapnya. "Katanya ada yang mirip almarhumah di kampus itu." Si Black menjawab, dengan lesu karena rindu dengan sosok almarhumah yang begitu besar.
Arche dan Archer saling tatap seakan penuh tanya.
"Lu tahu namanya, Black?" Sekarang ganti kak Arche yang bertanya.
"Lupa, kalau enggak salah Ca ...Caca atau siapa gitu, lupa gua!" Black yang tidak ingat nama orang yang dibilang mirip dengan almarhumah. Membuat si kembar berpikir, apa ada lagi yang seperti almarhumah selain Cahaya.
...***...
Cahaya yang sudah ada di kelasnya itu, sedang melamun. Dia teringat malam saat dia, mau salaman dengan Langit. Namun Langit malah menolaknya mentah-mentah, di tambah si kembar yang bilang 'BUKAN MUHRIM' hal itu membuat Cahaya kesal.
"Assalamu'alaikum wr. wb," ucap dosen yang baru masuk.
"Wa'alaikumussalam wr. wb." Semua mahasiswa yang beragama Islam menjawab.
Hari itu yang mengajar di kelas Cahaya adalah Langit. Williams yang ada di samping Cahaya mengamati keduanya secara bergantian. Namun Williams menyimpulkan, seakan keduanya itu tak saling mengenal. Di pertengahan jam pelajaran lagi-lagi Cahaya melamun.
Langit yang menjelaskan di depan, ia bertanya kepada sebagian mahasiswa, apa mereka paham dengan apa yang ia sampaikan. Dan ada beberapa yang tidak paham, membuat dia ingin salah satu dari mereka menjelaskan di depan. Siapa tahu mahasiswa yang tak paham itu jadi paham. Jika salah satu dari mereka bisa menjelaskan dengan penyampaian yang lebih mudah di pahami. Cara mengajar seperti itu dia dapatkan saat dia belajar dulu. Langit mulai melihat mahasiswa yang kelihatannya bisa menjelaskan. Matanya tertuju kearah Cahaya yang sedang mengigit bolpoin.
"Kamu yang ada di bangku barisan nomor dua sebelah kanan tolong jelaskan di depan!" tunjuk Langit.
Namun yang di tunjuk tetap diam. Semua mahasiswa melihat kearah Cahaya, yang tak kunjung berdiri dari bangku. Langit yang sudah tiga kali memanggil Cahaya. Tapi tidak ada pergerakan dari wanita itu. Ia mengambil penghapus dan melemparkan kearah meja Cahaya. Namun na'as penghapus itu bukan mengenai meja melainkan mengenai ...
"Akh." Cahaya meringis kesakitan, sambil memegangi pelipisnya. Yang sudah ada darah mengalir segar di pelipisnya itu.
Langit yang melihat hal itu, sangat terkejut. Pasalnya dia hanya ingin melempar penghapus itu ke meja Cahaya. Tapi kenapa malah salah sasaran.
"Cahaya, lu enggak apa-apa kan?" tanya Williams. Cahaya hanya menggeleng.
"Kamu, bawalah teman sebangku mu itu, ke ruangan kesehatan untuk mengobati lukanya," ucap Langit, menunjuk ke arah Williams.
Setelah sampai ruangan kesehatan. Cahaya segera mengobati lukanya.
"Sebenarnya apa hubungan kalian?" tanya Williams. Namun Cahaya tidak menjawab.
"Cabul, jawablah!" desak Williams, namun Cahaya enggan untuk menjawab.
"Cabul, lu gitu ya enggak mau nepatin janji."
"Urusi urusan sendiri jangan ngurusin urusan orang," ucap Cahaya kesal, dan berjalan keluar. Karena di rasa sudah selesai, ia memilih masuk kelas lagi. Wiliam yang kenal dengan sifat Cahaya ia tahu kenapa Cahaya menjawab begitu. Pasti wanita itu butuh waktu, untuk menceritakan yang sebenarnya. Itulah sahabat yang baik yang paham dengan sahabatnya.
"Assalamu'alaikum!" Cahaya mengucapkan salam saat masuk kelas.
Cahaya pun berjalan kearah bangkunya. Dan di ikuti Williams dari belakang.
"Pak Langit, kasar banget," ujar Fafa pelan.
"Lu enggak bisa bilang begitu dong, Cahaya juga dari tadi dipanggil enggak jawabkan?" Si Rai yang ada di belakang berseru. Rai enggak pernah menetap tempat duduknya. Pagi itu ada di belakang Fafa.
"Udah enggak usah ribut kalian," ucap Cahaya, yang tetap menghadap ke depan. Sambil mendengarkan dosen itu mengajar.
Pelajaran telah selesai dua puluh menit yang lalu, semua mahasiswa sudah keluar dari kelas itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Yunia Afida
langit jangan kasar kasar dong
2021-09-05
0
🌸 andariya❤️💚
up lagi ya kak...👌💪😍😍😍😍😍😍💖💜
2021-08-17
2
🌸 andariya❤️💚
pak langit..ini klau ngajar keras banget...smpai kadihan si cahaya d lrmpar penghapus😇😭
2021-08-17
3