Gadis itu sudah ada di depan Cahaya dan sudah duduk di samping Cahaya, sambil mengulas kan senyuman manisnya.
"Akak kok sendirian?"
"Iya, Adik disini sendirian?" tanya Cahaya, menatap gadis itu.
"Sama papi dong, Akak namanya siapa?"
"Bintang Cahaya Bulan!" ucap Cahaya, yang masih sedikit kesal dengan dosen barunya.
"Oh..." ucap gadis itu, sambil menganggukkan kepala.
"Akak kenapa mukanya ditekuk gitu?" tanya gadis itu, yang mengamati raut wajah Cahaya.
"Enggak kenapa-napa kok," jawab Cahaya tersenyum.
"Kamu namanya siapa, kalau Kakak boleh tahu?"
"Akak sudah tahu bukan!" jawaban gadis itu, membuat Cahaya bingung. Mana ia bisa tahu, kalau gadis itu saja belum pernah menyebutkan namanya.
"Hah!"
"Namaku Cantik Cut Walsall Mentari!" ucap gadis itu, memberi tahu namanya.
"Sudah tahu kan Kak, waktu itu kan Akak memanggilku Cantik!"
"Jangan-jangan Akak peramal ya?" Cantik menebak, sambil menunjuk Cahaya pakai jari tunjuk dan tertawa.
"Hahaha kamu itu ada-ada saja, ya enggak lah."
"Cantik selalu ikut papi?" tanya Cahaya.
"Iya gitu deh."
Cahaya tertawa mendengar jawaban dari gadis berwajah bulat itu, sebelum berucap. "Kamu itu masih kecil tapi bicara kamu gauoolll bangertz."
"Cantik kenapa sering kesini?"
"Papi kerja di sini," jawab Cantik simpel.
"Jadi apa?"
"Enggak tahu, pokoknya kerja gitu, dapat uang. Buat memberi makan Cantik!" jawaban Cantik, yang masuk akal juga menurut Cahaya.
"Cantik, gimana kalau kita ke kantin, cari makanan, Akak yang bayar deh," ajak Cahaya, yang sok-sokan mau bayarin makanannya Cantik, ia tidak tahu kalau Cantik doyan makan. Warteg saja kalau muat dimakan sama gadis itu.
"Ayo Akak Bubble!" ucap Cantik, sambil menarik tangan Cahaya.
"Bubble siapa?" tanya Cahaya, yang sudah ditarik Cantik.
"Ya Akak lah, emang ada siapa lagi disini."
"Panggil saja Cahaya!"
"Udah Akak Bubble saja, Cantik kan suka sama permen karet."
"Lah ...apa hubungannya dengan Kak Cahaya?" tanya Cahaya.
"Bubble gum sama Bulan sama-sama pakai huruf B dan U." Apa hubungannya pikir Cahaya waktu itu.
"Kakak disampaikan dengan permen karet nih?" tanya Cahaya, yang dibalas anggukan oleh Cantik.
Mereka pun telah sampai di kantin. Cahaya meminta Cantik untuk duduk, setelah itu.
Cahaya memesan makanan. Setelah lima menit menunggu ...akhirnya pesanan Cahaya datang.
"Cantik suka sayur enggak?"
Cantik menganggukkan kepala. "Suka."
"Nih makan," ucap Cahaya, menaruh piring didepan gadis itu.
"Ini apa?" tanya Cantik, yang tak pernah melihat makanan seperti itu, Cahaya duduk di depan Cantik dan menaruh piringnya.
"Itu pecel, apa kamu tidak pernah makan pecel?" tanya Cahaya.
"Kalau pecel mana lele nya?" tanya Cantik, biasanya kalau keluarganya mengajaknya makan dijalan. Kalau yang namanya pecel, itu pasti ada lelenya. Tapi kenapa itu tidak, seperti yang ia makan bersama keluarganya.
"Lelenya belum ketangkep."
"Yasudah kita tangkap saja."
Nih anak humoris juga mungkin itu yang ada di pikiran Cahaya.
"Cantik, ini bukan pecel lele sayang, ini itu pecel-nya orang Jawa. Masa kamu enggak tahu sih Can!"
"Lihatlah, ada banyak sayuran kangkung ada, toge, pepaya juga," ucap Cahaya, menjelaskan kepada Cantik.
"Ini apa coklat-coklat, emang pepaya nya enggak manis?"
"Masa dimakan sama nasi," ucap Cantik, yang jijik dengan itu.
"Ini yang coklat itu namanya sambal kacang dan untuk pepaya ini enggak manis karena pepaya nya belum matang waktu diolah," Cahaya dengan telaten menjelaskan kepada Cantik.
"Enak enggak nih?" tanya Cantik, menelisik bisa jadi Cahaya membohongi dirinya.
"Coba dulu sayang, tapi jangan lupa berdoa dulu sebelum makan."
Cantik pun berdoa, setelah itu ia mulai menyendok nasi pecel itu. Perlahan gadis itu memasukan sendok kedalam mulutnya. Dan gadis itu mulai mengunyah makanan itu secara perlahan. Sepertinya lidah gadis itu, mulai merasakan rasa pecel itu. Cahaya melihat ekspresi gadis itu, ia mulai menggelengkan kepalanya. Karena tingkah gadis yang ada di depannya.
"Ka Bubble nonti ako mao tambah lagi," ucap Cantik, dengan mulut penuh makan.
"Iya, nanti Kakak beliin, tapi Cantik kalau makan jangan bicara takut tersedak."
Uhuk.. uhuk... Baru juga berhenti bicara Cahaya. Gadis itu sudah tersedak.
"Minum dulu sayang," ucap Cahaya membantu Cantik minum.
"Nambah lagi, Can?" tanya Cahaya.
"Iya Kak!"
"Tapi nanti ini sudah ya, kamu udah habis tiga piring loh."
"Enggak baik umur seusia mu makan terlalu berlebihan."
" Dibungkus saja Akak, aku makan nanti lagi kalau gitu," ucap Cantik.
Cahaya pun meminta ibu kantin untuk membungkus nasi pecel itu.
"Nih..." Cahaya memberikan nasi pecel yang sudah dibungkus.
"Makasih Kak, Cantik mau nyamperin papi dulu," ucap Cantik, sambil menerima kantung plastik yang berisikan nasi pecel, sambil meninggalkan Cahaya.
Kampret tuh bocah sudah dikasih makan langsung lari saja, uang limapuluh ribu milikku melayang, dihabiskan tuh bocah.
Gadis itu meninggalkan Cahaya setelah ia merasa kenyang.
"Papi, I'm coming!" ucap gadis itu, memasuki ruang pribadi milik ayahnya.
Pria itu hanya tersenyum melihat tingkah anaknya itu. Cantik duduk di depan meja kerja ayahnya.
"Pi, tadi aku bertemu dia," ucap gadis itu, dengan wajah ceria.
Ayahnya tersenyum tipis.
"Dan Papi tahu, aku sudah tahu namanya."
"Namanya Bintang Cahaya Bulan!" Cantik bertanya pada ayahnya, tapi dia juga yang menjawabnya.
"Bulan akan datang diwaktu yang tepat untuk langit. Karena mentari sudah menyelesaikan tugasnya, sekarang saatnya bulan yang akan mendampingi langit." Cantik berbicara dengan tatapan kosong.
"Cantik!" ucap ayah menggoyang tubuh gadis itu agar sadar.
"Iy, iya Pi, ada apa?" tanya Cantik, yang tersadar dari lamunannya.
"Kamu mikir apa sih, kebiasaan deh."
"Cantik lagi mikir gimana caranya, Cantik makan nasi pecel ini," ucap Cantik, yang cengengesan.
"Kamu dapat dari mana?" tanya ayah, mengintimidasi Cantik.
"Tenang Pi, enggak nyuri kok jadi enggak akan sakit perut."
Cantik beranggapan bahwa ayahnya mengira dia mencuri.
"Cantik, Papi serius nanya?"
"Papi-Papi come on, Cantik enggak nyuri bener deh!" ucap gadis itu, sambil memperlihatkan gigi putihnya.
"Lalu dapat dari mana?"
"Kan Papi, enggak ngasih kamu duit tadi."
" Tadi akak Bubble yang traktir," ucapnya, sambil mengerucut kan bibir merah alaminya.
"Akak Bubble siapa?"
"Maksudnya kak Cahaya!" jawabnya sambil tertawa.
"Kamu kalau makan kan banyak, Can. Kasian kalau kakaknya enggak punya uang."
"Cuma tiga piring kok, Pi!" ucapnya berbangga diri, karena gadis itu akan makan empat piring biasanya.
"Kamu itu udah gendut, jangan makan banyak-banyak. Nanti orang enggak bisa membedakan mana Cantik mana bola," ucap ayah, padahal Cantik enggak gendut cuma berisi saja.
"Ya bisa dong Pi, Cantik kan manusia dan bola itu benda. Mati pulak!"
Cantik mulai membuka kantong plastik yang berisi nasi pecel itu. Perlahan ia mengeluarkan bungkusan nasi pecel itu.
" Woww Pi, Papi enggak mau nyoba pecel dari Jawa ini?" tanya Cantik, yang sudah membuka bungkusan nasi pecel itu.
"Kamu makan pecel dari Jawa, emang kamu bisa bahasa Jawa?" Goda sang ayah, kepada anaknya. Ayah ingin jika sang anak bisa menguasai beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia.
"Of course!" ucap Cantik, sambil berjalan kearah wastafel untuk mencuci tangan. Setelah ia mencuci tangannya, ia kembali duduk di depan ayahnya.
"Bismillah, mangan-mangan, (Bismillah, makan-makan) " ucap Cantik, yang mau memasukkan nasi pecel kedalam mulutnya.
Si Cantik bisa juga bahasa Jawa, ya entah dari mana dia bisa berbahasa Jawa.
"Cantik berdoa yang benar."
"Na'am Abi! (iya, Abi!)" jawab Cantik, dengan bahasa Arab yang membuat ayahnya terkejut sekaligus bangga.
"Kamu kok tahu bahasa Arab dari mana?"
"Yang pasti bahasa Arab itu dari Arab, Pi!"
"Kalau bahasa Jawa dari Jawa." Cantik mengunyah makanan. Jawaban Cantik hanya membuat ayahnya menggelengkan kepala.
"Papi, kapan-kapan kita makan nasi pecel sama keluarga ya?"
"Iya."
"Tapi sepertinya ada yang kurang deh, tapi siapa ..." ucap Cantik berpikir.
"Oh ...kita makan sama kak Bubble jadi lengkap Pi!"
Sore harinya akan Cahaya isi dengan kerja part time di kafe. Sebenarnya Cahaya sangat lelah. Tapi ya, mau gimana lagi. Mungkin itu jalan Tuhan yang diberikan ke Cahaya. Mau tidak mau dia harus menjalani kehidupan itu.
Cahaya yang sudah sampai di cafe, ia langsung berganti pakaian. Setelah selesai ia langsung mengerjakan tugasnya sebagai pelayan. Di Indonesia ini orang lebih suka menjadi bawahan dari pada merintis usaha sendiri. Entahlah, tapi itu sudah menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Katanya sih malu kalau bisnis kecil-kecilan, ya namanya juga baru, nanti kalau udah cukup lama juga bisa punya karyawan bukan jadi karyawan.
Cahaya pun melayani pengunjung dengan baik.
"Silakan dinikmati Kak!" ucap Cahaya, sambil menundukkan kepalanya kepada pengunjung cafe.
"Makasih!"
Cahaya meninggalkan pelanggan itu, dan menuju ke dapur.
"Lelah Ay?" tanya teman kerja Cahaya.
"Ya gitu deh Mbak, namanya juga kerja pasti lelah."
"Okey, siap Mbak" ucapnya, sambil mengacungkan kedua jempolnya.
"Permisi!" ucap Cahaya kepada pengunjung itu.
Cahaya dengan hati-hati menaruh pesanan pengunjung itu.
"Selamat menikmati Kak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
aku udah masukin ke daftar favorit ❤️
2021-10-10
0
Yunia Afida
semangat terus💪💪💪💪💪💪 cahaya akan indah pada waktunya
2021-09-05
0
Yunia Afida
itu si cantik nya
2021-09-05
0