Sore hari itu Cahaya datang lebih cepat, dari biasanya ketempat kerjanya. Cahaya berjalan melewati trotoar, tak sengaja matanya menemukan sosok pria yang sudah lama tak pernah ia lihat. Ia pun berinisiatif untuk mendekati pria itu yang sedang duduk di kursi panjang dibawah pohon besar.
"Sanjooo!" Cahaya menyapa Senja. Yang di sapa mendongakkan kepala.
"Cahyono!" ucap pria itu terkejut, saat melihat wanita yang sudah lama tak pernah bertemu dengannya.
'Cahyono' panggilan itu membuat Cahaya mengingat masa lalu yang jauh kebelakang. Orang yang sangat dekat dengannya, tapi sifat itu berubah saat orang baru datang.
"Gua boleh duduk enggak nih?" tanya Cahaya, yang dijawab dengan senyuman dan anggukan.
"Kapan lu datang ke Jakarta?"
"Sehari yang lalu."
"Enggak mungkin seorang Sanjooo datang ke Jakarta tanpa alasan, apa gua benar?" Cahaya sangat mengenal pria berkulit gelap itu.
"Tebakan lu benar Cahyono!"
"Katakan, mungkin seorang Cahyono bisa membantu Sanjooo!"
Pria itu menatap Cahaya dengan seksama. Selama bertahun-tahun, dia telah melupakan wanita itu. Hanya karena satu orang yang datang yang membuatnya jatuh cinta.
"Dia! Dia pergi sudah lama tanpa kabar. Dia begitu egois, tanpa memberikan sebuah kabar. Dan kenapa dia, tidak pernah bilang sudah jika memang sudah tak cinta lagi." Pria itu berbicara dengan tatapan mata kosong.
Cahaya sangat tahu siapa yang disebut 'dia' itu. Meski tak pernah bertemu.
"Apa gua boleh jawab?"
"Cahyono, ayo jawab saja. Kayak sama orang lain saja."
"Sanjo, sebagai umat muslim kita tidak boleh berprasangka buruk. Dan kenapa dia tidak pernah mengabari. Pasti semua itu ada alasannya. Jadi sekarang ...saatnya lu— harus mencari tahu alasan dia tidak pernah menghubungi lu dan bilang putus atau apalah."
"Tapi bagaimana gua tahu, dia saja tidak pernah bercerita siapa keluarganya dan dimana alamatnya,"
"Tuhan tidak pernah tidur, Dia pasti membantu umat-Nya yang senangtiasa berusaha, Sanjooo!"
"Cahyono, lu tuh ya, tidak pernah berubah selalu positif thinking." Pria itu mengacak rambut Cahaya.
"Ngomong-ngomong apa lu sudah menemukan belahan hati lu?" Senja menatap wajah itu dengan intens.
"Kalau hati gua terbelah, apa mungkin gua masih duduk di samping lu?" tanya Cahaya dengan senyum menyeringai.
Senja tertawa mendengar jawaban Cahaya.
"Jangan sok polos, Cahyono!" Cahaya tertawa, mendengar jawaban pemuda berkulit gelap itu.
"Kenapa seorang, Cahyono. Tidak pernah curhat tentang orang yang Cahyono sukai kepada, Sanjooo?" tanya
"Entahlah, sepertinya Cahyono, tidak percaya dengan Sanjooo!" ucapnya sambil tertawa.
Bagaimana dia bisa curhat dengan orang yang ada di depannya itu. Jika orang itulah— yang ada di dalam hatinya waktu itu. Iya! Waktu itu karena sekarang cinta itu sudah hilang, saat orang yang ada di depannya itu mencintai orang lain.
...***...
Malam itu sekitar jam setengah sembilan. Cahaya pulang dari tempat kerjanya.
Saat sampai di depan rumah, dahinya berkerut kenapa ada dua mobil di depan rumahnya. Mungkin itulah yang ada di dalam benaknya. Ia pun bergegas untuk langsung masuk rumah.
"Assalamu'alaikum!" ucapnya.
"WWa'alaikumussalam" Ternyata benar tebakan Cahaya, kalau ada tamu di rumah ayahnya itu.
Cahaya pun bersalaman dengan tamu itu.
"Baru pulang kerja kamu, Nduk?" tanya Abidah Aminah. Tamu itu adalah keluarga besar Raharja.
"Iya, Tan!" jawabnya dengan tersenyum.
Sudah dari magrib keluarga besar Raharja bertamu di rumah Brian. Namun saat ingin berpamitan pulang. Cahaya datang diwaktu yang tepat. Meraka pun kembali duduk.
Si kembar yang duduk satu kursi saling sikut-sikutan. Seolah tak percaya saat melihat wajah Cahaya.
"Mirip, Cher!" Arche berseru pelan. Archer mengangguk pelan.
"Aya, kamu gantilah pakaianmu," ucap Brian kepada anaknya.
"Baik, Ayah!" Cahaya pun menuruti perkataan Brian.
Saat sudah sampai di kamarnya, Cahaya dengan cepat berganti baju. Setelah selesai berganti baju, ia keluar dari kamarnya. Namun ia tak sengaja menabrak seseorang.
Cahaya sangat terkejut, karena pemuda itu ada di rumahnya.
"Pak Dosen!"
"Kamu!" Pemuda itu juga tak kalah terkejut saat melihat Cahaya. Langit baru dari kamar mandi.
"Pak Dosen, ngapain disini?"
Tapi pemuda itu tidak menjawab malah meninggalkan Cahaya.
Cahaya mendengus kesal, karena orang yang ditanya tak menjawab. Wanita itu berjalan di belakang Langit. Saat sampai diruang tamu mereka berdua duduk di satu kursi yang sama. Karena tidak ada kursi lagi, jadi mau tidak mau mereka harus berbagi kursi.
"Ehem ..." Kakek berdeham.
"Begini Nduk, kedatangan kita kemari ingin bertanya kepadamu."
Kakek berbicara langsung pada intinya. Karena sebelum Cahaya pulang, mereka sudah menyampaikan tujuannya bertamu ke rumah Brian. Dan keluarga itu bilang, biarlah Cahaya yang memutuskan karena itu masa depannya. Nek Endah juga tidak mau memaksakan kehendaknya, ia tidak mau egois untuk yang kedua kalinya.
"Apa kamu sudah punya pacar, saat ini?" tanya kakek. Cahaya menggeleng.
Kakek beranggapan setelah Bumi meninggal, apa Cahaya sudah menjalin hubungan dengan orang.
"Aku dan keluarga besar ku, ingin menjadikanmu menantu ..." ucapnya, di jeda sebentar, sebelum melanjutkannya kembali. "Sebagai istri cucuku yang bernama Langit. Kami tidak memaksamu. Pikirkan lah, Nduk!"
Cahaya sangat tercengang dengan lamaran yang tiba-tiba itu. Ia memejamkan matanya. Sesuatu yang pernah ia dengar mulai berputar di otaknya 'Jangan Menikah hanya karena jatuh cinta, namun menikahlah karena kamu yakin surga Allah lebih dekat bersamanya' Cahaya sangat bingung.
Apa dia bisa hidup dengan orang yang tak pernah ia kenal. Tapi jika di telaah lebih lanjut kata yang berputar di benaknya. Membuat Cahaya berpikir. 'Niatkan lah menikah karena ibadah. Karena Tuhan menyukai orang-orang yang beribadah'.
Dan mungkin itu bisa mendekatkan Cahaya dengan surga-Nya.
Semua yang ada di sana menunggu jawaban dari Cahaya. Terutama Abidah Aminah yang takut jika Cahaya menolaknya.
"Lama ..." ucap Arche pelan kepada adiknya, namun mampu didengarkan semua orang yang ada di sana.
Cahaya menarik napas panjang, dan membuka matanya kemudian tersenyum kearah kakek Raharja dan mengangguk pelan. Semua yang ada di sana sangat lega. Hubungan antar kakek dan nek Endah yang semula hanya sahabat karib, mungkin akan berubah menjadi kata 'Besan'.
"Kapan acara pernikahannya berlangsung?" tanya Abidah Aminah keras dan antusias.
"Menantu, jangan langsung bertanya seperti itu."
"Maaf, Pak!"
"Lihatlah Ibu, sudah kayak anak kecil." Arche lagi-lagi berbisik kepada adiknya.
"Enggak sabar punya menantu," jawab adik. Dan si kembar mengangguk kompak.
"Kapan kamu siap Cahaya?" tanya suaminya Abidah Aminah.
"Cahaya, lulus kuliah setahun lagi Kang, kalau saya boleh meminta izin. Biarkan anakku menyelesaikan kuliahnya," jawaban ayah Brian.
"Benar itu Cahaya?" tanya suaminya, Abidah Aminah. Yang dijawab dengan anggukkan.
"Apa kamu setuju, Nak? Apa ada permintaan atau yang ingin kamu sampaikan?" tanya Brian kepada Langit.
"Iya, Om! Kalau boleh, saya ingin anak Om, tidak usah bekerja, tidak baik anak gadis pulang malam-malam."
Jawaban Langit membuat semua orang kaget apa lagi Cahaya. Karena sebelum wanita itu pulang, keluarganya bilang kalau Cahaya bekerja biasanya pulang jam sepuluhan.
"Om, jangan tersinggung karena ucapan saya, semua ini demi kebaikan." Langit bicara lagi. "Om, jangan khawatir semua kebutuhan anak Om. Akan saya penuhi," ujar Langit, membuat orang yang duduk di sampingnya membulatkan matanya dengan sempurna.
Pembicaraan itu telah berakhir, keluarga Raharja sudah pulang. Sebelum pulang Langit dan Cahaya sudah sempat tukaran nomor ponsel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Andiyas
koplak 😂😂 namanya jadi sanjoo dan Cahyono😂🤭
2021-11-01
0
Yunia Afida
kok lama aku kira nikahnya cepet satu minggu gitu
2021-09-05
0
🌸 andariya❤️💚
up lagi ya kak💖💖💖💜🤍💙💚
2021-08-17
2