TBB 18

Lima gadis saling melambaikan tangan, mereka baru saja belajar bersama, dan kini dalam perjalanan ke kamar masing-masing. Tiga gadis naik ke lantai dua, dan dua lainnya berjalan terus menuju ujung gedung, dimana kamar mereka berada. 

“Nggak ke kamar mandi Shel?” 

“Nggak dulu deh, males Ki.” 

“Ih, kebiasaan kamu. Sekali-kali nggak apa, tapi kamu hampir tiap hari nggak ke kamar mandi. Ya udah deh aku pergi dulu.” Kia melenggang keluar kamar, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, mengambil wudhu dan berganti pakaian. Ia mendapat saran dari Nia untuk membiasakan diri tidur dalam keadaan suci. 

Usai melakukan rutinitasnya, Kia kembali ke dalam kamar. Dilihatnya Shella masih sibuk membaca novel, sebentar tertawa sebentar menangis. Kia geli melihat tingkah temannya itu.

“Udah kayak orang gila kulihat-lihat kamu Shel. Novel apa yang kamu baca sampai tertawa setelah menangis?” 

“Ini loh Ki, ceritanya lucu. Tapi ada sedihnya juga saat si cewek diselingkuhi sama kekasihnya. Eh, ngomong-ngomong di selingkuhi, gimana ya kabar kak Nia. Menurutmu bener nggak sih Ki, kabar yang kita dengar itu?” Shella menutup novelnya, duduk di atas ranjang dengan selimut menutupi kaki. 

“Entahlah Shel, aku juga agak kepikiran sih sebenarnya, kasihan kak Nia kalau memang beneran.” 

“Iya kan? kamu udah mulai ngefans juga ya Ki sama kak Nia, dia emang sehebat itu, bikin iri para muslimah pengen jadi kayak dia.” 

“Ya sudahlah Shel, aku mau tidur.” Kia segera naik keatas ranjang, menarik selimut dan merebahkan diri. Ia sempat melirik Shella yang lanjut membaca novel. Cukup lama mereka terdiam dalam posisi masing-masing, Shella dengan bukunya dan Kia dengan pikirannya. 

Sejujurnya Kia masih memikirkan isi kertas dari Zaina tadi. Surat yang mengatakan bahwa ia harus menjaga diri dan orang-orang di sekitarnya, apa maksud dari tulisan itu? Kia bertekad akan menemui Zaina besok dan menanyakan dari siapakah surat itu sebenarnya. 

Baru saja memejamkan mata saat tiba-tiba Shella pindah tidur di sampingnya. Kia kaget, melihat Shella yang meletakkan jari telunjuk di depan bibir, meminta agar dia tak mengeluarkan suara sedikitpun. Kia baru sadar ada suara lantai di pukul dengan benda keras yang dilakukan berulang-ulang tepat di depan kamar mereka. 

Shella mengajak Kia untuk melihat kearah pintu, dari celah bawah pintu sama sekali tak ada bayangan yang menandakan ada orang diluar kamar mereka. Tapi suara itu jelas berasal dari balik pintu, karena suaranya lumayan keras. Dua gadis itu saling berpandangan, seolah berbicara lewat telepati. 

Keduanya saling mengangguk lantas kembali berbaring di atas ranjang. Mereka tidur seranjang berdua, tak peduli meski lumayan sempit, karena Shella bilang takut tanpa suara. Terpaksa Kia mengalah, suara itu terus saja terdengar entah sampai jam berapa, karena dua gadis yang mulai terbiasa akan gangguan-gangguan itu memilih untuk memejamkan mata. 

.

Tepat pukul enam pagi, Kia telah siap dengan seragamnya. Ia mematut diri di depan cermin dan berpamitan pada Shella. 

“Mau kemana pagi-pagi begini Ki?” 

“Kamar Zaina,” jawab Kia singkat. 

“Nggak bosen-bosen ketemu Zaina ya kamu, padahal tiap hari udah ketemu,” jawab Shella, Kia kini mengerti jika Shella salah mengira ia belajar mengaji dengan gadis itu, tapi Kia juga enggan meluruskan kesalahpahaman itu. 

Kia memilih abai, ia mendatangi kamar Zaina. Tapi sayangnya gadis itu tak ada, teman sekamarnya mengatakan bahwa Zaina baru saja berangkat ke perpustakaan. Kia mengucapkan terimakasih dan segera menyusul Zaina ke perpustakaan. 

Perpustakaan yang besar di pagi hari, tak memiliki banyak penggemar, hingga dengan mudah Kia dapat menemukan Zaina. Gadis itu tengah duduk bersama seorang wanita yang wajahnya hampir tertutup oleh hijab. 

Kia merasa tak asing melihat pemandangan ini, setelah cukup lama mengingat, Kia baru sadar jika wanita itu adalah yang ditemuinya saat ia kemarin dalam perjalanan ke rumah Nia. Melihat kedatangan Kia wanita itu segera pergi meninggalkan Zaina. 

“Zaina, itu tadi siapa?”

“Yang mana?” 

“Yang disampingmu barusan.” 

“Entahlah, sepertinya ia orang luar yang sengaja mampir ke perpustakaan. Dan kita tak sengaja saling sapa. Kia mengangguk mengerti, meski dalam hati tak percaya dengan ucapan gadis itu. 

“Ngomong-ngomong, kamu cari aku kah Ki?” 

Kia mengangguk dan berkata, “Zaina coba kamu jujur sebenarnya kertas itu dari siapa? kertas kemarin yang kamu berikan padaku,” ungkap Kia. 

“Kertas yang mana ya Ki, kapan aku memberimu kertas?”

Mata Kia melebar dengan alis terangkat, Zaina tak mengingatnya atau memang kejadian itu tak pernah terjadi? jika memang tak terjadi lantas kemarin itu apa? jelas-jelas kertas masih berada di dalam kotak pensilnya.

Hai, maaf ya part ini pendek. Othor ketiduran semalem. Jadi belum sempet nulis, novel ini emang buatnya dadakan jadi nggak punya tabungan bab.

Tapi, insya Allah di bab selanjutnya bakal dipanjangin lagi. Insya Allah..❤️🥰

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!