TBB 8

Sepulang mengaji di masjid, Kia sempat membeli bakso di kantin bersama teman-temannya, saling bercerita dan tertawa bahagia. Kia sangat senang, di sekolah barunya ini ia bisa memiliki banyak teman, bahkan sahabat sebaik Shella. 

“Pada nggak pengen nonton drama apa? tumben kalian,” tanya Shella pada keempat temannya. Kebetulan besok hari minggu, malam ini mereka bebas menonton televisi. 

“Lagi males,” jawab Arin santai. 

“Kenapa?” 

“Mbak Nisha kayak nggak paham aja, mbak Arin kan memang selalu pilih-pilih sama pemerannya, kalau mbak Arin nggak cocok sebagus apapun dramanya dia juga nggak bakalan lirik,” jawab Dita. 

“Nah, pinter kamu Dit.” Arin mengedipkan sebelah mata, sambil memberikan satu jempol pada gadis berkacamata yang duduk di sampingnya. 

“Kalau kamu Ki, kamu suka drama nggak?” Dita berganti melempar pertanyaan pada Kia. Namun, Kia hanya memberikan gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaannya. 

“Pulang yuk Ki, bentar lagi jam tidur,” ajak Shella. 

“Iya, pulang gih kalian. Kamar kalian udah paling pojok juga, eh kalian berdua tinggal di samping kamar mandi horor nggak sih?” tanya Arin, gadis itu masih menyuap kentang goreng yang baru di cocolnya dengan saus sambal. 

“Horor apaan? nggak ada! nggak ada yang kayak gitu. Ya kan Ki?” jawab Shella, Kia mengangguk. 

“Ih semangat banget, ya syukur kalau memang nggak pernah terjadi hal aneh. Tapi perlu kalian tau deh, sebenarnya di balkon depan kamar kami kalau malam selalu kedengaran orang lewat.” Danisha melotot saat membagikan kisahnya. 

“Palingan itu juga tetangga kamar yang kebetulan lewat mbak Nish,” ucap Dita. 

“Ini yang jadi masalah dia lewatnya nggak cukup sekali Dit, kayak yang orang sengaja mondar-mandir gitu loh. Kalau orang lewat beneran sekali aja cukup kan? atau minimal dua kali gitu bolak balik. Dan kejadian ini sudah kualami dua kali saat sengaja belajar sampai tengah malam, dan sejak itu aku nggak mau lagi begadang. Lagian kamu mana tahu, baru nyentuh bantal aja udah molor.” 

“Udah ah jangan cerita kayak gitu, mana udah malam, pamali tau.” Arin memotong cerita temannya, ia yang paling penakut di antara mereka. 

“Ya udah deh, aku ama Kia balik dulu ya. Kita lanjut besok aja, kalau perlu besok kita main bareng deh seharian mumpung hari libur,” pungkas Shella, ketiga gadis di depannya pun setuju. 

“Kami balik dulu ya teman-teman.” Kia ikut berpamitan, ketiga temannya mengangguk dan tersenyum. Kia dan Shella berjalan beriringan kembali ke kamar. Dua gadis itu memilih diam sepanjang perjalanan, bahkan saat berjumpa beberapa gadis lain yang tinggal di samping kamar mereka, keduanya menyapa sekedarnya, dan kembali ke kamar saat bel tidur terdengar berbunyi sebanyak dua kali. 

“Nggak mau ke kamar mandi Shel?” 

“Nggak deh, kamu mau?” 

“Nggak sih, cuma tanya aja. Oh iya Shel, punya juz amma yang ada tulisan huruf apa deh tadi, hija…” 

“Hijaiyah maksudmu?” tanya Shella, lantas berjalan menuju laci meja belajarnya, mengeluarkan sebuah buku saku catatan pribadinya, “nih, kamu pake ini aja, aku dulu juga nggak bisa ngaji loh Ki, aku belajar mandiri dan kutulis buku ini buat kubaca kemanapun aku pergi, biar cepet hafal. Kamu pakai saja,” pungkasnya. 

Kia menerima buku saku dari tangan Shella, ia kagum saat membuka buku itu, semua yang dikatakan Zaina di masjid tadi tentang huruf hijaiyah dan tata cara membaca Alquran semua tertulis di sana. Kia menyadari bahwa selain ramai dan ceria, Shella ternyata anak yang rajin. Sebenarnya ia sudah bisa menebak saat kali pertama datang ke kamar, membuka lemari dan melihat semua tatanan barang milik gadis itu, dari baju dan buku-bukunya. 

Sebaliknya, Kia termasuk anak yang malas. Saat di rumah ia tak pernah membersihkan kamarnya, lemarinya selalu acak-acakan, dulu selalu ibunya yang membantunya, dan saat ibu tiada itu menjadi tugas pembantu. 

“Makasih ya Shel, aku janji bakal jaga buku ini sebaik mungkin.” Kia tersenyum bahagia, tapi mendadak ia mengingat kembali tentang rencananya. Ya, di masjid tadi, Kia sempat mencoba menyentuh tangan Zaina, tapi tak ada apapun yang terjadi. Bahkan meski ia lakukan berulang kali hingga Zaina heran padanya. 

Kia pun ingin mencoba hal sama pada Shella, ia berjalan mendekat lalu meraih tangan Shella dan menggenggamnya. “Shel, makasih banyak loh ya. Kamu udah baik banget sama aku, entah bagaimana aku harus membalas kebaikanmu,” ucapnya. 

“Apa sih Ki, biasa aja lagi. Kita kan sekamar, sekelas pula. Udah wajar kalau aku baik padamu. Kalau nggak ya namanya keterlaluan, nggak bakal punya teman kalau aku sampai kayak gitu,” jawabnya. Kia masih terus berusaha, tak ada gambaran apapun yang dapat dilihat dari tangan Shella, bahkan saat ka meremas tangan itu tetap saja hasilnya nihil. 

“Ki, kenapa sih?” 

“Ah, maaf Shel. Aku terlalu bersemangat, hehe,” ucapnya salah tingkah, “ ya udah deh aku mau belajar aja, kamu kalau udah ngantuk tidur duluan aja Shel, aku mau begadang deh kayaknya. Pokoknya besok aku harus hafal huruf hijaiyah.” 

Shella merasa heran, kenapa bisa ada seorang muslim yang tidak hafal huruf hijaiyah sama.sekali, tapi meski begitu Shella tak bertanya, ia masih menjaga perasaan Kia. 

“Shel, kamu pasti ngerasa aneh kan kenapa aku nggak hafal huruf hijaiyah? sebenarnya aku dulu sempet hafal tapi lupa.” Kia terkekeh pelan, sedikit malu mengakui kekurangannya. Ia memang paling malas saat harus mengaji dulu, bahkan ketika pamit mengaji tak jarang ia malah pergi bermain ke rumah temannya kala itu. 

“Nggak apa-apa kok Ki, kamu pasti punya alasan sendiri. Lagian nggak ada kata terlambat untuk belajar agama. Yang penting kamu semangat ya, yaudah aku tidur dulu Ki, bakso tadi bikin aku ngantuk.” Shella tidur tanpa mengganti baju, bahkan hanya dalam hitungan detik ia sudah berpindah ke alam mimpi, Kia merasa geli melihat gadis itu. Ia berjalan mendekati ranjangnya lantas menarik selimut untuk menutupi tubuh Shella. 

Kia kembali memeriksa pintu, memastikan apakah sudah terkunci dengan benar. Kia sedikit trauma, ia berjanji tak akan keluar kamar di malam hari mulai saat ini, apapun yang terjadi ia akan bertahan. 

Kia meraih baju tidur yang sengaja ia gantung di belakang pintu, mengganti bajunya lantas merangkak naik ke atas ranjang. Kia memilih duduk bersandar pada dinding, menutupi kakinya dengan selimut dan meletakkan bantal di atas pangkuannya. 

Kia mulai membuka buku saku bersampul kuning milik Shella, membaca satu persatu dan menghafalnya perlahan. Tak begitu sulit ternyata, Kia berhasil menghafal huruf hijaiyah dalam waktu singkat. Entah itu karena Kia cerdas atau memang pernah hafal dulu, jadi saat mengingat kembali itu jelas lebih mudah baginya. 

Beberapa menit berlalu, Kia mencoba menerapkan cara membaca sesuai yang diajarkan Zaina padanya tadi. Sedikit kesulitan, ia tak dapat mengingat dengan jelas bagaimana Zaina memberikan contoh padanya, Kia mencoba mengingat tatkala ia mendengar suara gunting. Lebih tepatnya suara seseorang tengah memainkan gunting dengan sengaja. 

Kres Kres Kres

Maaf ya agak telat up nya. 🙏😁

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

semangat up nya kak Thor /Determined//Determined//Determined/

2024-03-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!