TBB 16

Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam tepat saat Dewa mencoba membuka pintu kamar istrinya, ia merasa lega melihat Nia sudah terlelap di atas ranjang, Ia berharap malam ini wanita itu bisa beristirahat dengan nyenyak meski tidur tanpanya. Nia tertidur sejak sore, sepertinya wanita itu sangat mengantuk sebab sejak belajar bersama Kia ia jarang bisa tidur siang. Alhasil malam ini Nia tidur lebih awal. 

Dewa kembali menutup pintu, berjalan menuju kamar istri keduanya. Disana Nur berdiri di samping jendela, menatap ke luar. Dewa mendekatinya dari belakang, tapi Nur menepis tangannya seraya berkata, “jangan sentuh aku mas, sana tidur saja sama mbak Nia!” 

“Kenapa begitu? apa salah mas kok kamu marah-marah begini?” 

“Habisnya mas dari tadi belain mbak Nia terus, Nur juga pengen mas status Nur jadi istrinya mas diketahui dunia, kenapa Nur harus disembunyikan? memangnya Nur aib bagi mas?” 

Dewa menghela nafas, duduk di sisi ranjang dimana Nur juga duduk disana kini. “Bukannya begitu sayang, hanya saja tak semudah itu. Itu bukan salah Nia, itu murni keinginan mas, mas belum siap kalau banyak yang tahu bahwa mas menduakan Nia. Kalau sampai kabar ini menyebar ke orang tua Nia mas juga khawatir, beliau sudah sepuh dan sering sakit. Kasihan Nia.” 

“Terus? mas nggak kasihan aku? mentang-mentang aku udah nggak punya orang tua?”

“Sabarlah Nur, biarkan mas memikirkan dulu bagaimana baiknya. Jadi, tolong nurut sama mas, percayalah waktunya akan tiba, tapi tidak sekarang.” 

Nur diam, masih membelakangi Dewa. Kini bahkan beringsut ke atas ranjang, meraih selimut dan memutuskan tidur menghadap arah berlawanan. Dewa tahu istrinya tengah merajuk, ia tak tahan melihat pemandangan ini. Entah kenapa setiap kali Nur marah seolah ada sesuatu yang menggerogoti dalam hati, seolah ia takut, dan sedih. Dewa sendiri tak bisa mendefinisikan arti dari perasaan aneh itu. 

Di tempat berbeda, Kia berbaring di atas ranjangnya. Di ranjang sebelah, Shella baru saja terlelap, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, bel tidur baru saja berbunyi sebenarnya, tapi Shella mengaku sangat mengantuk hingga sekalinya rebah langsung tertidur pulas. 

Kia masih memikirkan apa yang dilihatnya tadi, saat bersalaman dengan Nia ia kembali diperlihatkan sebuah gambaran masa lalu. Kali ini adalah Nia yang sedang bercengkrama dengan seorang wanita, wanita cantik itu berkata, kenapa terus memandangku seperti itu? apa mbak juga percaya omongan orang tentangku? 

Bukannya menemukan titik terang, Kia malah dibuat pusing oleh rentetan teka teki ini, pasalnya wanita cantik itu adalah Cahya. Lantas, kenapa Nia mengaku tak mengenal Cahya padanya? padahal sesuai penglihatannya, Cahya bahkan memeluk Nia setelah menyelesaikan kalimat yang membuat Kia semakin bingung. 

“Omongan orang tentangku? memangnya apa yang terjadi antara mereka? dan kenapa kak Nia berbohong? ah, sudahlah makin pusing aku mikir semua ini,” gerutu Nia sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuh. 

TOK TOK TOK

Baru separuh jalan selimut yang ia tarik, suara ketukan pada pintu mengejutkannya. Kia diam sejenak, menunggu apakah mungkin akan ada suara siswi lain atau petugas keamanan yang memanggil dia atau Shella. Namun, nyatanya tidak demikian, hanya ketukan pintu tanpa suara. 

TOK TOK TOK

TOK TOK TOK TOK TOK TOK

TOK TOK TOK TOK TOK TOK

Suara makin keras dan cepat, Kia menutup selimut rapat-rapat melewati atas kepala, ia tahu ada yang tidak beres dengan ketukan pintu aneh ini. Kalau itu manusia sudah pasti pelakunya akan meneriakkan namanya atau Shella, tapi ini hanya ketukan yang terkesan tidak sabar. 

Kia melihat Shella dari celah selimut yang sedikit terbuka, gadis itu tidur dalam damai, seolah telinganya disumpal sempurna. Shella sama sekali tak terganggu, bahkan tetangga kamar juga tak ada yang terganggu dengan suara ketukan yang makin lama makin keras dan cepat, apa mungkin hanya Kia yang bisa mendengar semua ini? 

Suara itu terus saja mengganggu Kia, hingga berhenti tepat jam tiga pagi. Selama itu pula, Kia tak bisa tertidur, Ia bisa memejamkan mata setelah suara ketukan pada pintu lenyap. Bahkan saat Shella membangunkannya untuk melaksanakan sholat subuh, Kia tak bangun juga. 

Sekitar jam enam pagi, Shella kembali membangunkan Kia. Gadis itu sangat terkejut sebab belum melaksanakan sholat subuh. 

“Ya Allah Shel, kok nggak dibangunin sih?” 

“Cubit nih ya, cubit! enak kali bilang nggak dibangunin, udah diseret-seret juga itu kaki tapi kamu tidur kayak kebo. Lagian sih, semalam tidur jam berapa Ki? kan sudah kubilang jangan begadang!” 

Kia diam tak menjawab, meraih handuk dan seragam sekolah lantas berlari ke kamar mandi yang mulai sepi. Hanya ada beberapa gadis saja yang mungkin mendapat antrian terakhir atau memang terlambat bangun seperti dirinya.  

Kia segera mandi, membersihkan diri dan tak lupa berwudhu. Lantas segera kembali ke kamar untuk melaksanakan qodho’ sholat subuh. Shella sudah tak ada disana, dia meninggalkan sebuah kertas berisikan pesan bahwa tas dan buku-buku Kia pelajaran hari ini sudah dibawanya ke kelas, tinggal Kia saja yang harus menyusul. 

Kia merasa beruntung mendapatkan teman pengertian seperti Shella, meski terkadang agak cerewet tapi Shella baik dan penuh perhatian padanya. Meski ia harus mendapat jatah kamar pojok dan sering dihantui setiap malam, tapi Kia bersyukur memiliki Shella di sampingnya. Ia tak bisa membayangkan jadi Shella Yang harus tinggal sendiri di kamar itu sebelum kedatangannya. 

Usai merapikan diri, Kia segera berangkat sekolah. Di jalan, ia tak sengaja berjumpa dengan Zaina, gadis itu berjalan mendekat dan menyapanya. 

“Hai Kia, lama tak bertemu. Kamu sehat?” 

“Alhamdulillah, kamu juga sehat kan Zaina?” 

“Alhamdulillah, oh iya. Aku ada sesuatu untukmu. Ini, dibaca nanti saja setelah sampai di kelas ya Ki, ini bukan dari aku tapi dari seseorang. Aku hanya menyampaikan.” 

Kia menerima sebuah kertas yang dilipat dengan ukuran sedang, ia hendak menanyakan siapakah seseorang itu tapi Zaina cepat berlalu dari hadapannya sambil melambaikan tangan. Sedangkan ia sendiri sudah dipanggil Shella berkali-kali, gadis itu berdiri di samping pintu menunggunya. 

“Ki, lama banget sih. Keburu gurunya datang tau, bisa-bisa nilai jelek kamu. Sekarang jadwalnya ibu Dahlia, beliau terkenal kejam dan jarang toleran pada siswi telat. Ayo cepat masuk!” Shella menarik tangannya, dan kini mereka telah duduk di meja mereka. 

“Masa sih Ra? nggak percaya deh, kasihan ya kak Nia.” 

Mendengar nama Nia disebut, Kia dan Shella kompak berbalik badan. “ Ayra, Dinda! ada apa dengan kak Nia? kalian bicara tentang apa?” tanya Shella. 

“Jadi gini Shel, Ayra bilang tadi di kantin ia bertemu dengan seorang wanita cantik. Karena merasa aneh sebab belum pernah melihatnya, di sapalah oleh Ayra. Dan kamu tahu wanita itu mengenalkan diri sebagai siapa?"

“Siapa memangnya? udah ah jangan berbelit-belit, langsung ke intinya gitu loh!” hardik Shella yang mulai tak sabar. 

“Wanita itu bilang namanya Nur, dan dia istri muda kak Dewa. Alias adik madunya kak Nia, gila nggak sih? kami nggak percaya kalau kak Dewa ternyata menduakan kak Nia, padahal mereka kan couple goals banget, masa iya sih beneran?” ucap gadis bertubuh jangkung itu. Kia dan Shella hanya bisa saling pandang, seakan tak percaya dengan ucapan teman-temannya. 

“Kalau sampai beneran, kasihan sekali kak Nia kan?” ucap Dinda kini. Beberapa siswi lain juga sibuk membicarakan tentang Nur, wanita cantik yang mengaku sebagai pasangan hidup Dewa. Percakapan mereka baru berhenti saat guru matematika bernama Ibu Dahlia mulai memasuki kelas. 

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

nih Zania pure human atau oplosan kak Thor? /Doubt//Hey/

2024-03-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!