TBB 10

Nia tak pernah menyangka, jika Dewa yang selalu merespon apapun ceritanya tiba-tiba saja meragukannya kali ini. Bahkan di depan matanya, ia membiarkan Nur memeluk dan bermanja.Hal itu tentu membuat Nia kesal, dia yang mengalami hal mistis malah Nur yang ditenangkan.

Usai mencuci muka di kamar mandi ruang tengah Nia segera berjalan ke dapur, niat hati ingin membantu mbok Lastri memasak, tapi aroma sup ayam dari dapur menandakan bahwa mbok Lastri telah menyelesaikan tugasnya. 

“Sudah selesai mbok masaknya?” 

“Sudah Neng, ayo sarapan dulu sini. Mbok sengaja masak pagi-pagi, biar eneng bisa cepet sarapan, minum obat dan istirahat biar lekas sehat. Oh iya neng, tadi mas Husin datang, dia titip ini buat neng, katanya semoga lekas sehat.” Mbok Lastri menyerahkan kantong plastik berisi roti sobek rasa coklat kesukaan Nia, ia tersenyum adiknya memang selalu perhatian padanya. 

“Kok mbok nggak bangunin Nia sih mbok? pasti anak itu mau minta uang saku, ini udah satu minggu, udah jatahnya.” 

“Tadi mbok bilang suruh tunggu, mbok mau bangunin neng dulu, tapi sama mas Husinnya nggak boleh, katanya biarkan neng istirahat aja. Neng, kalian itu saudaraan rukun banget, nggak kayak anak mbok di rumah, kerjaannya berantem mulu,” ucapnya malu-malu. 

“Itu karena Husin anaknya patuh mbok, dia nggak pernah bikin Nia kesel. Ya udah deh sarapan dulu ya mbok.” 

Nia melihat Dewa dan Nur datang mendekat, ia segera meraih piring dan mengisinya dengan nasi untuk diberikan pada Dewa, tapi Nur segera mendahuluinya. 

“Mas, Nur ambilkan ya. Mas mau makan sama apa?” 

Dewa menunjuk beberapa lauk kesukaannya, Nia diam sejenak, mencoba menenangkan gejolak amarah yang berkecamuk dalam hati. Ia takut tak bisa sabar jika terus begini, berbagi ternyata rasanya sungguh menyakitkan. Setelah dirasa cukup tenang, ia melanjutkan mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk, kali ini bukan untuk Dewa melainkan dirinya sendiri. 

“Kok kamu makannya dikit banget sih sayang?” tanya Dewa pada Nur. Nia ikut melihat isi piring wanita itu, memang sangat sedikit. Nia tak mengerti kenapa wanita itu makan seperti itu. 

“Udah biasa mas, Nur nggak bisa makan terlalu banyak. Oh iya mas Nur izin ke perpustakaan ya setelah ini, ada yang mau Nur cari disana,” ucapnya. 

“Baiklah.” 

Mereka bertiga makan dalam tenang, tak lama hingga Nur berdiri dan pamit pergi lebih dulu. Dewa mengizinkannya, wanita itu pun bergegas pergi ke perpustakaan yang terletak di samping bangunan utama sekolah.

“Mas kok diizinin sih?” tanya Nia saat mereka kini hanya berdua.

“Memang kenapa Nia? ada yang salah dengan ke perpustakaan?” 

“Bukannya gitu, kan mas sendiri yang bilang bahwa pernikahan kalian tidak boleh diketahui banyak orang?” Nia meraih ayam goreng dari piring di depan Dewa, memindahkannya pada piring suaminya yang telah kosong. Dewa tak menolak, karena ia memang sangat menyukai ayam goreng, Nia memang selalu mengerti apa yang diinginkannya bahkan tanpa diminta. 

“Memang mas belum ingin publikasikan pernikahan mas dan Nur, tapi bukan berarti mas akan mengurungnya terus di rumah, bisa bosan anak orang Nia. Biarkan saja sekali-kali dia keluar, toh mas juga udah bilang tentang keinginan mas itu sama dia.” 

“Terus, tanggapan dia gimana?”

“Dia baik-baik saja kok dengan itu, dia setuju. Mas yakin Nur bisa jaga diri.” Dewa tampak sangat yakin, ia menikmati sarapannya. Nia bisa tahu bahwa suaminya terlihat sangat bahagia, berbeda dengan dirinya yang kacau sejak kabar Dewa akan menikah lagi.

“Ya sudah kalau begitu.” Nia masih diam di tempat, ia menemani Dewa hingga selesai sarapan, meski isi piringnya telah kosong sedari tadi. 

“Oh ya sayang, kamu serius dengan yang kamu katakan tadi pagi?”

“Astaghfirullah mas, kenapa sih mas jadi nggak percaya gitu sama Nia?” Nia menjadi kesal, suaminya telah berubah. Padahal Dewa dulu sangat mempercayai apapun yang ia ceritakan padanya, tapi kini lelaki itu ragu. 

“Bukannya gitu, kita kan sudah bertahun-tahun tinggal disini, mas bahkan dari kecil. Nggak pernah tuh ada hal aneh.” 

Nia diam, ia sudah lelah. Tak ingin membantah ucapan suaminya lagi. Mau Dewa percaya atau tidak itu bukan urusannya. 

“Sayang, gimana kalau gini aja. Nanti malam mas temenin kamu tidur,” ucap Dewa, meraih susu hangat yang telah disiapkan mbok Lastri diatas meja.

“Lah kan belum waktunya mas, jatah Nia masih dimulai besok,” jawabnya.

“Yah, tukeran aja Nia. Nanti mas yang akan bilang pada Nur. Dia baik dan nurut, mas yakin dia akan mengerti keadaanmu, mas juga penasaran apa setan itu akan ganggu lagi kalau ada mas di sampingmu? gimana, kamu setuju?” Dewa meletakkan gelas yang telah kosong, memandang mata istrinya dalam. 

Nia meraih piring kosong suaminya, menjadikan satu dengan bekas makannya, lantas menjawab, “terserah mas saja, Nia ikut.” 

***

Pertemuan dengan seorang wanita beberapa waktu lalu membuat Kia tak bisa fokus dengan buku bacaannya, ingin sekali Kia bertanya siapa dia tapi ia merasa tak sopan, melihat dari wajah wanita itu Kia bisa tahu jika dia bukan siswi SMAHI. Dia terlihat jauh lebih dewasa daripada Kia sendiri, itu yang membuatnya segan. 

Wanita itu hanya meminjam buku, lantas keluar perpustakaan. Kia tak tahu dia pergi kemana. Kia sendiri memutuskan untuk mencari tempat duduk dan mulai membaca buku yang didapatnya, tapi bukannya mulai membaca, dia malah melamun. 

Saat tangan mereka tak sengaja bersentuhan tadi, ia bisa melihat wanita itu menangis dalam sebuah ruangan sempit, rambut acak-acakan dengan keringat membanjiri wajah ayunya. Sebenarnya Kia tak begitu penasaran alasan wanita itu menangis, hanya saja kenapa dari banyak orang, Kia hanya bisa melihat gambaran masa lalu Nia dan wanita tanpa nama itu. Bahkan ia telah mencoba pada Shella, Zaina dan ketiga teman lainnya, tapi nihil. Kia tak dapat melihat apa-apa. 

Mencoba menerka banyak hal, tapi itu hanya membuat Kia semakin pusing. Semangat membara untuk belajar mengaji tiba-tiba menguap begitu saja, Kia jadi malas. Ia berdiri dan berjalan menuju deretan novel, meraih beberapa novel yang sesuai dengan keinginannya, membawa buku-buku itu kembali ke meja. Kia menghabiskan hari libur dengan menyelam dalam dunia fiksi, melupakan niat awalnya untuk belajar mengaji. 

Ia baru berhenti saat terdengar bel panjang dari arah asrama, beberapa pengunjung perpustakaan segera meletakkan buku mereka, dan berebut keluar ruangan. Kia melirik arloji di tangan, tepat pukul dua dua belas siang, ia tak menyangka waktu berjalan begitu cepat. 

Membaca novel selalu membuatnya lupa waktu, pantas saja dulu ibunya selalu marah jika Kia mampu menghabiskan waktu liburnya, seharian dalam kamar membaca novel baru yang dibelikan sang ayah, bahkan ibu dulu sempat melarang ayahnya membelikan novel baru untuk Kia. 

Dalam manisnya senyum ada rasa getir dalam hati, mengingat ibu selalu membuat Kia sesak. Sesal yang ia rasakan selalu menyiksa, kenapa tak menjadi anak berbakti, kenapa tak bisa membuatnya bahagia? kenapa tak pernah berpikir andai dia pergi runtuh lah dunianya. 

Kia mengusap kasar setetes air mata yang jatuh membasahi pipi, ia segera beranjak meninggalkan perpustakaan, kembali ke asrama. 

Terpopuler

Comments

Valent Theashef

Valent Theashef

jelas antra nia n nur ni ada kaitanyya,pa nur diprkosa trs melhirkn bayi tu ,msih teka teki

2024-03-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!