Tami

"Hiks … hiks …,"

"Dimana boneka aku … ayah, ibu dimana boneka aku."

"Hiks … hiks …,"

Suara anak perempuan terdengar pilu, tangisnya menggetarkan siapapun yang mendengar. Gadis kecil berpakaian merah itu duduk di tepian rel kereta, menunduk kebawah sambil menggoreskan sebatang ranting kecil ke tanah berkerikil.

"Ayah, ibu, aku takut." suara tangisan itu terdengar begitu menyayat hati. 

Dua orang pemuda berjalan santai sehabis mencari kudapan malam. Sambil bersenda gurau keduanya mengobrol membunuh sepi yang mulai terasa mencekam.

"Bro, sepi amat ni malam ya? Bikin serem!"

"Halah, nggak usah dibawa pikiran kenapa sih, namanya malam ya emang sepi kalo mau rame sana ke pasar malem. Lagian sudah jam sebelas malem juga pantes lah sepi." sahut yang lain sambil melirik ke jam tangannya.

"Cck, jam kamu ngawur ni liat jam aku sudah jam dua belas kali!"

Keduanya kompak melihat jam tangan, "Bro jam tanganku kenapa jarumnya muter terus begini ya?"

Lelaki berkaos hitam itu tak menjawab ia juga bingung dengan yang terjadi pada jamnya. "Astaga jam tanganku juga bro?"

Keduanya saling pandang kebingungan, mereka kembali memperhatikan jarum dalam jam untuk memastikan indera penglihatan mereka tak salah.

"Om tahu ayah dimana?" suara anak kecil menyala keduanya dari belakang.

Sontak keduanya gemetar, "Kamu denger nggak?" tanya pemuda berkaos hitam.

"Iya, ada yang nanya kan? Anak kecil?" Pemuda berkaos hitam itu mengangguk.

"Om, ibu dimana? Aku kangen ayah sama ibu."

Lagi-lagi suara itu bertanya pada keduanya, membuat bulu halus di tubuh mereka semakin meremang. Perlahan mereka menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya mereka saat mendapati seorang gadis kecil berbaju putih yang begitu cantik tersenyum pada mereka.

"Eh, adik cari ayah sama ibu? Memangnya mereka kemana?" Pemuda berkaos hitam sontak bertanya, ia mengabaikan perasaan takut yang tadi sempat melanda.

Gadis kecil itu begitu manis dengan rambut terurai dan bandana bunga menghiasi rambutnya.

"Iya dik, mana orang tua kamu udah malam begitu apa nggak dicariin?" kata pemuda lainnya sambil celingukan mencari orang dewasa yang sekiranya adalah orang tua si gadis kecil.

Ekspresi gadis kecil itu tiba-tiba saja muram dan berubah sedih, ia menunduk dalam hingga terlihat jelas poni menggantung yang menutupi wajahnya.

"Eh kenapa, rumah kamu dimana? Tunjukin sama om. Kita anterin kamu pulang."

"Ayah sama ibu jahat pergi ninggalin aku." ucapnya lirih diikuti tangisan.

Kedua pemuda itu tak tega, salah satunya berjongkok dan mengusap rambut gadis kecil itu lembut.

"Jangan nangis, yuk tunjukkan dimana rumah kamu?"

Suara tangisan gadis kecil itu perlahan terdengar aneh menyerupai tawa bertumpuk dari tiga orang berbeda. Pakaian yang dikenakannya perlahan berubah merah, bau tak sedap dari anyir darah mendominasi udara. 

"Dimana bonekaku?" tanya gadis itu dengan suara bertumpuk.

Wajah kedua pemuda itu pias seketika. Gadis kecil itu mengangkat kepalanya, mata hitam penuh bak lubang kegelapan tanpa dasar, wajah cantiknya berubah menyeramkan.

"Dimana bonekaku!" jeritannya memekakkan telinga, kedua pemuda itu menutup indra pendengaran mereka yang mulai berdarah. 

Dengan susah payah dua pemuda malang itu merangkak pergi tapi gadis kecil itu tak mau melepaskannya. Dua lelaki itu terus bergerak tak peduli teriakan hantu gadis kecil itu.

"Kembalikan boneka ku!"

Sosok hantu anak kecil itu menghadang kedua pemuda malang itu dan melemparkannya ke arah berlawanan. Tubuh pemuda itu terpental kuat menghantam pepohonan di sekitar rel kereta. Tak sampai disitu gadis kecil itu kembali berteriak dengan nada tinggi membuat pecahan di kaca-kaca rumah terdekat.

"Hentikan Tami!" suara Thomas yang berat dan serak terdengar mengancam.

Gadis kecil itu menoleh, ia berusaha menyerang Thomas. Menerjang cepat hendak mencekik Thomas.

"Kembalikan bonekaku!"

"Kendalikan dirimu Tami! Atau kau, aku hancurkan detik ini juga!"

Gadis kecil bernama Tami itu berteriak keras, mulutnya melebar dengan gigi tajam kehitaman menghiasi tapi Thomas tak gentar. Ia dengan mudahnya mencengkeram leher Tami hanya dengan satu tangan. Cahaya keemasan dari tangannya perlahan menenangkan Tami.

Tami kembali menjadi gadis kecil manis. "Thomas, aku ingin ayah dan ibuku, aku ingin bonekaku."

Thomas perlahan menurunkan Tami, "Ikut denganku, kurir baru menunggumu."

Tami mengangguk dan masih menatap Thomas ketika suara peluit panjang diikuti sirine terdengar dari kejauhan. Tak lama kereta uap kuno dengan tiga belas gerbong pun berhenti. Pintu dari gerbong ketiga terbuka, Thomas menatap Tami.

"Masuklah dulu, aku harus mengurus kedua pemuda ini."

Tami mengangguk, Ferdian muncul dari balik pintu. Menyambut klien kecilnya yang tersenyum manis padanya.

"Kau mirip sekali ayahku, paman."

"Benarkah? Apa kamu merindukan ayahmu?" tanya Ferdian sambil berjongkok merapikan rambut Tami.

Tami mengangguk, ia meraih tangan Ferdian dan mengajaknya duduk di salah satu kursi. "Carikan ayah dan ibuku paman. Aku merindukan mereka, sangat rindu. Aku juga rindu Bubu, boneka beruang kesayanganku."

"Tentu manis, paman akan membantumu. Tapi berjanjilah padaku untuk tidak mengganggu manusia lagi?"

Tami mengangguk senang, senyumnya begitu lebar dan ia memeluk Ferdian. "Aku janji!"

Ferdian sedikit terkejut lalu membalas pelukan Tami. "Gadis pintar, kita akan temukan orang tuamu."

Thomas masuk ke dalam gerbong setelah memberikan energi pada kedua pemuda yang terpapar energi negatif Tami. Ia tersenyum mendapati Tami memeluk Ferdian. Tami adalah hantu unik yang jarang sekali cocok dengan kurir yang dibawakan Thomas.

Berkali kali Thomas membawa kurir baru tapi Tami selalu menolak dan nyaris membunuh sang kurir. Thomas duduk disebelah Ferdian. 

"Dia menyukaimu,"

Ferdian tersenyum menatap Tami yang entah kapan tertidur di pangkuannya. "Aku rasa juga begitu."

"Thom, aku ingin melihat putraku sebelum menjalankan misi ini."

"Kau merindukan Agung?"

"Ayah mana yang tidak merindukan putranya? Apalagi aku pergi tanpa pamit dan dianggap telah meninggal." ucap getir Ferdian.

Thomas memahaminya, ia memberikan izin. "Tapi kau tak pernah bisa mendekat, kau tahu aturannya bukan? Sekalipun itu memasuki rumahmu sendiri. Kau hanya bisa melihatnya dari jarak tertentu."

Ferdian tersenyum masam, "Aku tahu, itu sudah cukup buatku yang terpenting aku bisa melihat Mia dan Agung."

Thomas menepuk bahu Ferdian, "Aku yakin kau bisa mengatasinya."

"Misi kali ini sedikit sulit. Tami adalah salah satu korban tragedi trowek sekitar lima belas tahun lalu. Ia terpisah dengan kedua orang nya saat peristiwa itu terjadi, dan yang jadi masalah orang tua Tami berpisah tak lama setelah kecelakaan Trowek." Thomas mulai menjelaskan misi Ferdian kali ini.

"Mereka selamat dan Tami tidak?" tanya Ferdian heran.

"Begitulah, tragis bukan. Saat ini ibunya berada di rumah sakit jiwa dan ayahnya meninggal setahun yang lalu."

Ferdian terhenyak, ia menatap tak percaya pada Thomas. "Apa? Lalu bagaimana aku bisa mempertemukan Tami dengan ayahnya? Melintasi dunia bawah? Gila!"

"Hmmm, aku akan pikirkan itu nanti. Masalahnya kita tidak memiliki akses dunia bawah kecuali …,"

"Kecuali apa?"

"Kecuali kamu juga roh penasaran atau penjaga sepertiku."

Terpopuler

Comments

Mahesa

Mahesa

misinya lebih berat

2024-04-26

0

Wandi Fajar Ekoprasetyo

Wandi Fajar Ekoprasetyo

aduh berat banget sih misinya

2024-04-03

0

Taramia

Taramia

'menyala' atau menyapa nih maksudnya kak...?

2023-07-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!