Kurir Kematian

Ferdian menatap tak percaya pada lelaki berkulit putih bersih dan berambut perak itu. Ia juga tak mempercayai pendengarannya, Terowongan Kematian. Seumur hidup Ferdian tak pernah mendengar istilah itu. Jalur kereta api dalam terowongan memang ada, tapi tak sekalipun ia mendengar istilah Terowongan Kematian.

"Apa anda bercanda? Terowongan Kematian? Saya belum pernah mendengar terowongan seperti itu tapi kalau terowongan hantu … ehm, maksud saya terowongan yang dipenuhi makhluk halus memang ada beberapa." Ferdian menatap intens lelaki berambut perak itu.

Thomas balas menatapnya dengan senyuman misterius, ia tahu Ferdian tidak akan percaya padanya. "Mari kita berjalan jalan sebentar."

Thomas dan Ferdian berjalan bersama dengan perlahan. "Tuan Ferdian, anda lihat ini! Ini adalah kereta milik kami Para Penjaga. Tiga belas gerbong ini dibuat khusus untuk para penumpangnya yang juga spesial. Kami harus membawa mereka menuju tempat pemberhentian terakhir."

"Terowongan Kematian?"

"Betul, anda mungkin tidak percaya dan menganggap itu mustahil tapi yang anda lihat adalah nyata."

Thomas dan Ferdian berhenti di satu titik tepat diantara ketiga belas gerbong unik yang terlihat kosong. Ferdian memperhatikan satu demi satu gerbong lalu bertanya heran.

"Sebanyak ini, lampu menyala dan kosong?" Tanyanya sambil melirik ke arah Thomas.

Thomas terkekeh, wajahnya terlihat tampan setara dengan lelaki berusia tiga puluh lima tahun. "Kosong? Itu karena anda belum melihat sepenuhnya dengan baik."

Ferdian memperhatikan keseluruhan rangkaian gerbong, benar-benar tak ada satupun penumpang disana. Ia bingung dan belum sempat ia bertanya pada Thomas, lelaki Eropa itu sudah memberinya pertanyaan yang cukup mengejutkan.

"Apa kau berniat bekerja padaku tuan?"

"Hah, bekerja denganmu?"

Thomas tersenyum, "Saya menawarkan bantuan untuk anda. Saya tahu anda sedang dalam kesulitan saat ini. Saya bisa membantu anda, tuan Ferdian."

"Darimana anda tahu nama saya, kita bahkan belum berkenalan?"

Thomas melepas topi fedora nya, merapikan sedikit pinggiran topi yang sama sekali tak bercela lalu memandang Ferdian.

"Saya tahu segalanya tentang anda, tuan. Mia dan Agung, dua orang yang sangat tuan sayangi bukan?"

"Dari mana anda tahu jika mereka adalah orang-orang yang saya sayangi?"

Thomas tergelak mendengar Ferdian bicara, "Saya mengetahui semua yang ada dalam pikiran anda dan apa yang menjadi takdir anda."

Ferdian terbelalak, "Si-siapa sebenarnya anda?" Ia bertanya dengan ketakutan, kakinya mundur satu langkah.

"Bukankah dari awal saya sudah mengatakan bahwa saya adalah Sang Penjaga? Tugas saya adalah mencari seorang kurir yang mengantarkan roh menuju Terowongan Kematian."

Ketakutan semakin menyergap Ferdian, ia kembali mundur beberapa langkah. Thomas mengenakan lagi topi fedora nya, ia tersenyum lebar pada masinis muda yang kini pucat pasi.

"Saya datang karena doa, karena harapan, dan karena keputusasaan anda tuan!"

"A-apa?"

"Jika anda bersedia menerima tawaran saya, semua masalah akan selesai dalam semalam."

"Semua masalah? Semalam?" Ferdian tergagap ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Thomas barusan.

"Iya, semua masalah keuangan, kondisi anda yang tidak baik, dan bahkan saya bisa membuat anda kaya raya. Tak ada lagi yang bisa meremehkan anda, Mia, dan tentu saja Agung."

Ferdian terpaku di tempatnya, tawaran menggiurkan didepan mata. Antara percaya dan tidak percaya.

"Apa Anda serius?"

"Tentu saja saya serius saya bahkan ingin membuktikannya pada anda sekarang." Thomas tersenyum, ia kembali melanjutkan perkataannya. "Mari ikuti saya."

Salah satu tangan Thomas mempersilahkan Ferdian untuk mengikutinya dengan sopan. Ferdian awalnya ragu tapi kemudian ia pun melangkahkan kaki mengikuti lelaki misterius berambut keperakan itu. Thomas melirik ke arah Ferdian yang masih sangsi padanya dan kembali tersenyum.

"Tenanglah Tuan, anda akan baik-baik saja, bahkan akan merasa jauh lebih baik dari yang Anda rasakan sekarang."

Thoma menepuk bahu Ferdian berusaha meyakinkan masinis muda itu. Tujuh langkah dari mereka berdiri, keanehan terjadi. Ferdian memasuki ruang dimensi yang berbeda, ia berpindah tempat dari peron stasiun ke sebuah ruangan khusus perawatan di rumah sakit.

Ferdian terkejut bukan kepalang, ia mendapati Mia tergolek tak berdaya dengan wajah babak belur dan juga Agung yang sedang tertidur pulas di samping ranjang.

"Mia!"

Ferdian berjalan dengan tergesa menghampiri istrinya yang sedang tertidur. Ia ingin menyentuh istrinya memeluk dan membelainya dengan penuh kasih sayang tapi, sesuatu yang aneh terjadi. Ferdian tidak bisa memeluk istrinya bahkan menyentuh pun tak bisa. Tangan Ferdian bagaikan menyentuh ruang hampa. Ada tabir yang menghalangi mereka.

Hal yang sama juga terjadi saat ia berusaha menyentuh Agung, putranya. Tangannya tak bisa menggapai, menyentuh, ataupun memeluk Agung. Putra yang sangat dia rindukan selama ini. Anak lelaki yang sangat dia banggakan, anak yang jiwanya terselamatkan dari kematian.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku tidak bisa menyentuhnya?"

Ferdian terus berusaha menyentuh keduanya tapi usahanya tak juga berhasil. Ia pun jatuh bersimpuh di lantai, menangis sejadinya. Emosi yang sedari tadi tertahan akhirnya meluap. Thomas menatap lelaki yang malang itu dengan senyum yang tak bisa diartikan.

"Kenapa aku tidak bisa menyentuh mereka?" Ferdian menoleh kepada Thomas dan bertanya dengan penuh amarah.

"Karena kita ada di dimensi waktu dan tempat yang berbeda dengan mereka."

"Apa maksudmu?"

"Kita ada di dimensi alam gaib sementara Mereka ada di dimensi manusia, dua dimensi yang tidak bisa saling bersentuhan dengan sengaja."

Thomas mendekati Agung menatap putra Ferdian dengan wajah iba tangannya mengusap lembut rambut Agung, anak lelaki itu tertidur pulas setelah seharian lelah menemani dan menjaga ibunya.

"Alam gaib? Tapi kenapa kau bisa menyentuh putraku?"

"Itu karena aku adalah Sang Penjaga yang memiliki kunci untuk menembus batas dimensi antara alam gaib dan dunia manusia."

Ferdian menatap Thomas, tak percaya dengan penjelasan lelaki keturunan Eropa itu. Ia berdiri dan mengusap matanya yang basah. Menatap sejenak wajah Mia yang masih tertidur dengan selang infus tertancap di tangan kirinya.

"Kau bisa membantuku? Sungguh?"

Thomas mengangguk, "Dalam semalam semuanya akan selesai."

"Termasuk semua hutang ku?"

"Ya, tentu saja. Kau juga bisa memberikan mereka apa yang diinginkan. Rumah sendiri, uang, perhiasan, pendidikan layak bagi putramu, semuanya bisa kau dapatkan."

Ferdian terdiam sejenak, berpikir dan menatap bergantian ke arah Mia dan Agung. "Apa kau bisa menjamin kehidupan kami berubah?"

Thomas mengangguk mantap. "Kau tertarik?"

"Ya, aku terima tawaran itu. Tapi aku ingin melihat buktinya terlebih dahulu, sebelum aku bekerja padamu."

"Baiklah, kita kembali ke tempat semula." Thomas menjentikkan jarinya dan mereka kembali berada di peron stasiun.

"Apa pekerjaanku?"

"Seperti yang sudah kukatakan, menjadi kurir, menjembatani yang hidup dan mati, membalaskan dendam, dan mengakhirinya dengan mengantarkan jiwa tersesat ini pada terowongan kematian. Tempat terakhir dimana jiwa-jiwa sesat ini menuju peristirahatan terakhir yang semestinya."

Ferdian menatap ke tiga belas gerbong kosong di depannya sejenak lalu menatap Thomas. "Baiklah, aku setuju."

Thomas tersenyum lebar, menatap Ferdian dan mengeluarkan gulungan kertas coklat muda dari dalam jasnya.

"Bubuhkan tanda persetujuan mu disini."

Ferdian membacanya sejenak, kontrak kerjasama. Sesekali ia melirik ke arah Thomas, usai membaca Ferdian langsung mengambil pulpen di saku bajunya.

"Tidak dengan pena biasa, tuan Ferdian."

Thomas kembali mengeluarkan pena berbulu panjang dari balik jasnya lagi. Ia meraih ibu jari Ferdian, "Ini akan sedikit sakit."

Thomas menancapkan ujung pena yang tajam pada ibu jari Ferdian. Mata pena itu menghisap darah Ferdian membuat bulu putih panjang menjadi merah, semerah darah.

"Bubuhkan tanda tanganmu dengan ini."

Tanpa banyak bertanya lagi, Ferdian menggunakan pena bulu itu untuk menandatangani kontrak. Keajaiban terjadi, goresan darah Ferdian meresap ke dalam kertas menimbulkan sinar terang yang memancar seiring dengan menghilangnya darah ke dalam kertas.

Bulu panjang itu kembali memutih, dan cahaya pun meredup. Ferdian terbelalak tak percaya, apa yang terjadi di depannya seperti sebuah adegan perjanjian darah dalam film sihir terpopuler.

Thomas meraih kertas perjanjian, memeriksanya sejenak sebelum menggulungnya kembali.

"Kontrak diterima, aku akan menjemputmu disini besok malam. Sebaiknya kau bersiap, Ferdian. Mulai malam ini, kau adalah Sang Kurir Kematian."

Terpopuler

Comments

breks nets

breks nets

jujur bertanya kepada Author, Apakah benar hal seperti ini ada ?

2024-05-17

1

FiaNasa

FiaNasa

masalah yg rumit memang bikin otak tak bekerja dg baik

2024-04-27

0

YuniSetyowati 1999

YuniSetyowati 1999

Seperti film Ghost rider

2024-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!