Ilham yang Kuat

Ferdian muncul di pagi hari dengan membawa sarapan untuk Ilham. Ditangannya ada dua bungkus nasi kuning lengkap dengan lauk dan sate telur puyuhnya. Ia mengetuk pintu dan wajah Ilham menyembul dari balik pintu.

"Pagi, sarapan bareng yuk!"

Ferdian memperlihatkan bungkusan nasi yang dibawanya pada Ilham. Remaja yang baru saja mandi itu pun tersenyum.

"Pak Ferdi repot-repot aja nih. Mari masuk, duduk dulu, saya buatkan teh hangat."

Ilham bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman tak lama ia pun keluar dengan wajah sumringah beserta dua gelas teh hangat.

"Masuk jam berapa Ham?"

"Hari ini setengah delapan pak." Ilham menjawab sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

Ferdian tersenyum, ia memperhatikan Ilham yang begitu lahap makan. Ferdian merindukan putranya, Agung. Senyum getir kembali tertarik di bibirnya.

"Lho pak Ferdi nggak makan?"

"Ini baru mau buka, oh ya kamu hari ini nggak usah masuk sekolah dulu gimana? Ijin dulu, ada hal yang harus kamu urus."

Ilham menghentikan makannya, ia memperhatikan Ferdian dengan serius, "Ada apa ya pak?"

"Semalam pihak kepolisian sudah menangkap pelaku pembunuhan pak Hadi termasuk Badri. Hari ini kemungkinan Bu Atun juga nggak masuk karena harus memberikan keterangan  di kantor kepolisian.

Mata Ilham berkaca kaca, ia lega sekaligus sedih tapi juga tak terkejut dengan cerita yang kemudian dipaparkan Ferdian. 

"Bapak pernah cerita tentang Badri tapi suami Bu Atun … saya memang sempat curiga sama dia. Waktu itu dia pernah datang kesini dan marahin bapak. Tapi bapak nggak pernah nanggepin cuma diem aja."

"Jadi sebelumnya memang sudah ada bibitnya?"

Ilham mengangguk, ia kemudian bercerita banyak hal tentang Bu Atun dan Badri. Ferdian mendengarkan sambil menghisap rokoknya. Selera makannya hilang setelah mendengar cerita Ilham. 

"Yang penting sekarang pelakunya sudah ditangkap. Sekarang apa rencana kamu Ham?"

"Tetap sekolah pak, sambil tetap menjalankan usaha bapak. Kalo ada rejeki lebih baru saya mikir buat kuliah." Ilham akhirnya menyelesaikan makannya.

Ferdian manggut-manggut, tak lama dua orang berseragam sipil dari kantor kepolisian mendatangi Ilham. Menjelaskan hal yang hampir serupa dengan penjelasan Ferdian. Mereka meminta Ilham untuk datang ke kantor. 

"Pak, bisa temani saya? Saya … takut," Ilham berkata sedikit ragu pada Ferdian.

"Tentu, saya temani kamu sampai selesai." Ferdian menepuk bahu Ilham, "Tenanglah semua baik-baik saja, jangan khawatir."

Ilham tersenyum masam, ketegangan tampak jelas diraut wajahnya. "Hhm, pak saya _,"

"Kenapa, ada yang mau ditanyain?"

"Darimana bapak tahu berita penangkapan mereka. Padahal kan polisi sendiri masih _," Ilham tak melanjutkan kalimatnya, ia merasa tak enak hati pada Ferdian.

Ferdian tersenyum, ia tak menanggapi pertanyaan Ilham. "Bersiaplah, keburu siang biar semua urusan cepat kelar."

Ilham mengangguk, membereskan gelas dan alat makan yang kotor lalu bersiap. Ferdian menghela nafas, ia menoleh ke arah pak Hadi yang sedari tadi duduk di sebelahnya tanpa bicara.

"Waktunya berpisah pak, apa ada yang mau disampaikan sama Ilham?"

Pak Hadi termenung sejenak lalu ia bicara dengan tatapan sayu. "Saya hanya berharap dia bisa menjalani hidupnya dengan baik, makan dan tidur teratur, tidak kesepian, dan mencapai cita-citanya sebagai seorang arsitek."

"Ilham suka menggambar?"

Pak Hadi mengangguk pelan, "Selain membaca novel silat dan berkeinginan menjadi penulis besar seperti Bastian Tito dan Kho Ping Hoo, dia juga bercita cita menjadi arsitek terkenal seperti Frederich Silaban dan Ridwan Kamil. Orang hebat yang menciptakan karya menakjubkan yang dikenang sepanjang masa."

"Bastian Tito dengan Wiro Sableng-nya, Kho ping hoo dengan Suling Emas-nya, Frederich dengan mahakarya Masjid Istiqlal yang kokoh dan Ridwan Kamil dengan bangunan unik Rumah Botol-nya. Saya sangat berharap Ilham bisa menggapai cita-cita nya tanpa terkendala dengan ada atau pun tidak adanya orang tua. Semoga dia menjadi anak yang soleh dan taat dalam ibadah."

Pak Hadi berlinang air mata membasahi wajah tuanya. Ferdian menepuk bahu pak Hadi dengan selarik garis tipis di bibirnya.

"Aamiiin, dia pasti bisa menjalaninya. Dia anak kuat, tapi bagaimana dengan Bu Atun? Apa dia bisa menerimanya?"

"Saya yang akan memberitahukannya sendiri, ijinkan saya sebelum pergi untuk menemui dan memeluknya terakhir kali."

Permintaan Pak Hadi dikabulkan Thomas, ia memberikan tanda dengan berkilaunya pin unik di pakaian Ferdian.

"Pasti pak, sebelum kita berangkat malam nanti pak Hadi bisa bertemu dengan Ilham untuk kali terakhir."

Ilham keluar kamar dengan pakaian rapi. "Kita berangkat sekarang pak?"

Ferdian mengangguk dan keduanya pun pergi menuju kantor polisi. Disana Aji dan Badri langsung bersujud di kaki Ilham untuk meminta maaf. Ferdian mengerlingkan mata pada keduanya dan memberi kode diam.

"Sssst, simpan rahasia kita atau kalian akan selalu melihat dia!" bisik Ferdian setengah mengancam pada keduanya.

Aji dan Badri menoleh ke arah samping dan menemukan sosok mengerikan pak Hadi yang menatap keduanya nyalang.

"I-iya bang, ampuuuun! Kita udah ngaku bang, kita dah ngaku ke polisi!"

"Bagus karena aku akan mengawasi kalian dari sisi lain dunia, paham?!"

"Paham bang!" kawab keduanya bersamaan.

Salah satu anggota kepolisian rupanya memperhatikan dari jauh, ia penasaran dengan apa yang dilakukan Ferdian. 

"Maaf saya Aiman, anda wali dari Ilham?"

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

wah klihatanya pak pol ada yang puya kelebihan nih.



lanjut

2023-07-29

1

ርጎክፕል

ርጎክፕል

kasus ap lg slnjutnya kak

2023-06-13

2

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

ngapurane kak lia
saya mau takon 😂

ini ferdiand udah mati kan?
wong wis mati opo madang sega kuning? 😅🙏

2023-05-17

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!