Ilham

Ferdian mengikuti langkah kaki Ilham dengan cepat. Remaja itu tak menyadari jika Ferdian mengikutinya. Dari sejak berangkat sampai ke sekolah. Ferdian memilih untuk mengintai remaja yang bisa dibilang tampan itu. Ia butuh celah untuk mendekati Ilham.

"Kopi satu Bu." Ferdian duduk di warung kopi tak jauh dari sekolah Ilham.

"Mau yang manis apa pahit mas'e?"

"Manis."

Mata Ferdian menyapu sekeliling memperhatikan hal kecil yang bisa dijadikan alasan mendekati Ilham. Tiga orang lelaki datang bersama dan duduk disebelah Ferdian.

"Bro kapan hari kita ketemu sama bapak yang itu kan? Udah denger kabar terbarunya?"

"Yang itu mana?" tanya lelaki lain bertopi hitam.

Lelaki muda yang mengawali percakapan celingukan sebelum menjawab, dengan setengah berbisik ia berkata. "Itu, yang rumahnya di gang seberang jalan. Yang jualan gas sama air galon. Juragan Hadi!"

Ferdian memasang telinga, ia menyesap kopinya perlahan, menghisap sebatang rokok yang baru ia keluarkan dari bungkusnya.

"Kenapa emang sama dia? Kabarnya udah mati kan?" sahut yang lain tanpa basa basi.

"Huush, kalo ngomong ditata kenapa sih bro?! Gitu-gitu dia punya jasa juga ke kita!"

"Lah kan lu yg dapet untungnya, dia mati pelanggannya jadi nyariin lu kan?" Lelaki bertopi itu berkata sambil menjawab pesan di ponselnya.

"Iya sih, tapi gimana ya? Aku kasian sama anaknya, hidup sendirian begitu mana masih sekolah siapa yang biayain sekolah dia sekarang coba?"

"Eh, ngomongin mas Ilham ya? Anak teknik mesin? Dia mah pinter anaknya Dul! Baik, sopan sama orang tua. Kasian bener bapaknya mati ngenes gitu, tapi dia rajin lho pulang sekolah nerusin usaha bapaknya antar gas sama galon air. Saya aja jadi pelanggannya." Ibu si pemilik warung menjawab tanpa diminta.

"Oya, wah syukur deh kalo gitu. Saya sempat khawatir sama dia, gimana hidupnya abis juragan Hadi nggak ada."

Salah satu dari ketiga lelaki itu tak pernah sekalipun menanggapi, ia duduk santai menyesap kopi dan gorengan pisang di depannya. Mata lelaki itu menyiratkan rasa ketidakpedulian pada cerita temannya. Ferdian menangkap aura tak baik yang keluar dari tubuhnya.

Kemampuan yang diberikan Thomas mulai bekerja dengan baik padanya. Mata tak biasanya memindai sesuatu yang buruk dari lelaki itu. Ferdian berdiri dan sengaja mendekatinya bermaksud memancing reaksi si pria dengan sedikit interaksi.

"Maaf,"

Ferdian mengambil gorengan pisang yang kebetulan memang ada didepan pria itu.

"Saya pindah duduk disini boleh mas, yang deket sama gorengan." ucapnya lagi, lelaki itu hanya tersenyum tak menjawab.

"Rokok mas?" Sebungkus rokok disodorkan pada lelaki itu.

"Oh ya, makasih." Lelaki incarannya mengambil rokok sebatang.

Senyum Ferdian mengembang saat umpannya berhasil, ia mang berniat memancing interaksi dengannya.

"Maaf kalau boleh tahu juragan Hadi itu meninggal kenapa ya?" tanya Ferdian pada si ibu pemilik warung kopi.

"Dibunuh orang mas, kasihan pak Hadi padahal orangnya baik lho." Si ibu menjawab sambil mengaduk kopi pesanan pelanggan lain.

"Dibunuh? Udah ketemu Bu siapa yang bunuh?"

"Ya belum mas, masih hitam, gelap nggak ada petunjuk. Tapi katanya sih perampokan, katanya lagi ada yang iri karena usahanya berhasil, terus katanya lagi _,"

"Halah, katanya melulu Bu! Udah nggak usah diterusin nanti jadi kemana mana katanya itu." tukas lelaki bertopi hitam dengan cepat.

Ferdian tersenyum, ia mulai membaca satu demi satu tiga lelaki di depannya. Dari ketiga lelaki itu hanya yang duduk disebelahnya lah yang memiliki energi negatif.

"Mas kerja dimana?" tanya Ferdian pada lelaki itu.

"Buruh pabrik mas. Mas'e orang mana? Saya kok baru liat."

"Oh saya baru dari luar kota, lagi nungguin ponakan saya. Dia sekolah disini."

Lelaki itu manggut-manggut, tak lama kemudian ketiganya pergi setelah mengisi perut dengan kopi dan makanan kecil ala kadarnya.

"Bu, mas yang tadi di sebelah saya siapa namanya?"

"Itu Badri, buruh pabrik sepatu mas. Kalau yang dua itu juga sama sih cuma mereka punya kerjaan diluar, sampingan gitu."

Ferdian mengangguk, ia kembali memesan makanan sambil menunggu Ilham keluar. Bel istirahat berbunyi, para siswa terlihat mulai keluar untuk sekedar bercanda atau ke kantin. Ferdian memperhatikan dari jauh, mencari sosok Ilham incarannya.

Hawa disekitar Ferdian mulai terasa berbeda, terasa begitu dingin dan menggigit. Ferdian terdiam merasakan tekanan udara yang dirasa semakin berat. Waktu tiba-tiba saja melambat, dan pergerakan makhluk sekitar mulai berhenti.

"Aku rasa kau perlu masuk ke dalam dan mencarinya." suara Louise tiba-tiba saja terdengar.

"Louise? Kamu ngapain disini?" Ferdian tak bisa menutupi rasa terkejutnya melihat wanita cantik itu tiba-tiba saja menyentuh bahunya.

"Kamu memerlukan pemandu sementara." jawabnya dengan kerlingan.

"Ayo masuk!"

"Eh, tapi ini _," Ferdian terkejut karena Louise dengan cepat menariknya.

Louise tak mengindahkan protes Ferdian. "Tinggalkan saja, sepertinya aku harus mengajari cara memakai kekuatan spesial milik Thomas."

Pintu dimensi waktu terbuka hanya dengan satu gerakan tangan Louise, mereka masuk kedalam langsung menuju ruang kelas Ilham.

"Kau harus mempelajari ini. Kalian para kurir memiliki keistimewaan khusus yang sengaja diberikan Thomas untuk mempermudah tugas. Batas alam manusia dan gaib serta aturannya tidak berlaku untuk kalian. Para kurir bisa keluar masuk melintasi dimensi untuk membantu pelanggan kita. Ehm, untuk kasus pertamamu, pak Hadi."

"Aku kira aku akan benar-benar dianggap mati dan tidak pernah bisa memasuki dunia manusia lagi?"

"Itu benar." Louise berhenti dan menatap Ferdian, "Kau hanya kenangan untuk keluarga dan orang-orang yang mengenalmu, kau tidak bisa mendekati mereka atau bersentuhan langsung. Para kurir hanya akan masuk dan terlihat untuk dunia klien kalian saja."

Louise kemudian menjelaskan panjang lebar cara kerja kurir Kematian. Ferdian memperhatikan setiap detail informasi dari wanita cantik bergaun kuning lembut itu. Sesekali ia menatap wajah Louise memperhatikan garis wajah ayunya. Cara bicara Louise seakan membius Ferdian dan membuatnya membayangkan sesuatu yang tak sepantasnya ia pikirkan.

"Apa penjelasanku bisa dipahami?"

Louise menatap Ferdian setelah ia memberikan detail tugasnya.

"Ehm, ya, mungkin … entahlah!" Ferdian tergagap, ia berusaha menghindari kontak mata dengan Louise.

"Kau, tidak memperhatikanku Ferdian?" Wanita cantik itu menelisik wajah Ferdian membuat mantan masinis muda itu salah tingkah.

"Aku? Tidak kau salah, aku … aah, itu Ilham!" kilah Ferdian mengalihkan perhatian Louise.

Ferdian berjalan menghampiri remaja yang duduk sendiri di sudut kelas menikmati makan siangnya. Karena berada di dimensi berbeda, Ilham tak dapat melihat ataupun merasakan kehadiran Ferdian yang hanya berjarak sejengkal saja.

Ferdian berdiri memperhatikan Ilham yang asik makan tanpa gangguan. Sesekali ia membaca buku pelajaran di sebelahnya, memberikan tanda pada beberapa pokok materi pelajaran. Ia bersandar pada meja yang ada didepan Ilham.

"Apa dia benar-benar tidak bisa melihatku?" Ferdian bertanya pada Louise yang berjalan mendekat.

"Kita berada dalam tabir dimensi berbeda, keberadaan kita tidak akan disadari oleh manusia kecuali manusia itu memiliki kelebihan, menembus layar dimensi yang tidak seharusnya."

Ferdian mengangguk tanda mengerti, "Ada tapi tak ada, seperti hantu yang bergentayangan."

"Begitulah, kau bisa memperlihatkan dirimu pada siapa pun, dimana pun, kapan pun, selama itu ada hubungannya dengan tugasmu."

"Tapi tidak pada keluargaku? Menyedihkan sekali, huh?!"

"Seperti itulah aturan mainnya." Louise tersenyum masam.

Ilham baru saja selesai makan saat tiga orang temannya datang. Ferdian memperhatikan tiga anak muda itu.

"Hei, anak haram! Ngapain kamu disini, kerjain tuh pr kita!" hardik salah satu anak pada Ilham. Hardikan yang membuat Ferdian mengerutkan kening.

"Well, lihat siapa yang bicara! Apa semua anak remaja bersikap sok jagoan seperti ini?" Ferdian menatap sinis remaja itu dan Louise hanya mengedikkan bahu.

Ilham diam tak mengucapkan kata apa pun, ia memundurkan kursi dan menatap ketiganya.

"Eh, songong ni anak! Lu berani lawan gue?!" anak lainnya berdiri mendekat bersiap menarik kerah Ilham.

Ferdian masih memperhatikan ketiganya sementara Louise hanya menatap tajam ketiga remaja lelaki itu dengan tangan terlipat di dada.

"Kalian kapan bisa berhenti perlakukan aku seperti ini?" tanya Ilham tegas.

"Waaah, beneran dah ni anak berani udah sama kita! Wan, hajar deh!"

Ilham berdiri dari bangkunya dan dengan tenang berdiri tanpa merasa terancam sedikitpun. Salah satu remaja melayangkan tangan pada Ilham tapi dengan sigap Ilham menghindar, ia bahkan memberi mereka pukulan balasan yang cukup telak.

Ferdian tersenyum menatap keberanian Ilham. Meski hanya melawan semampunya tapi sikap Ilham patut diacungi jempol.

"Aku suka anak ini Louise. Dia pemberani!"

"Kau benar, pak Hadi benar-benar mendidik Ilham dengan baik."

Ferdian tersenyum simpul, "Aku rasa aku memiliki ide untuk mendekatinya,"

Terpopuler

Comments

breks nets

breks nets

tapi sebenarnya ini para iblis apa malaikat ya kok malah membantu roh gentayangan, cuma syaratnya itu loh ngerriiiiii

2024-05-17

1

FiaNasa

FiaNasa

kasihan Ferdinan hanya bisa memperlihatkan diri di alam manusia hanya pada kasus yg ditanganinya

2024-04-28

0

nath_e

nath_e

diantara 2 ini deh kak😆

2024-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!