Perjalanan Xiao Chen dan Ling Ye, dua pendekar naga yang akan menjelajahi dunia untuk menumpaskan semua Iblis dan membela kemanusiaan.
inilah kisah suka dan duka 2 pendekar naga yang akan menjadi Legenda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Malam berdarah di desa Qingfeng
Di punggung bukit, di bawah langit yang kini diselimuti oleh warna ungu tua dan jingga berdarah dari matahari terbenam, Xiao Chen dan Ling Ye berlari tanpa henti. Setiap langkah mereka penuh desakan, meninggalkan Sekte Pedang Naga Langit yang telah menjadi makam berapi.
Xiao Chen, yang kini membawa beban ganda—Batu Naga Hitam yang terasa panas membakar di tangannya dan Batu Naga Putih milik Ling Ye yang terasa dingin di kantongnya—tidak lagi berlari dengan santai. Kecepatannya mengerikan, tubuhnya melompat ringan di antara batu dan akar pohon, didorong oleh kemarahan yang mendidih dan instruksi terakhir ayahnya: melarikan diri dan menyembunyikan diri.
Ling Ye, meskipun telah memiliki Qi Pemurnian Level 1, masih kesulitan mengimbangi. Ia berlari dengan usaha keras yang menyakitkan, napasnya tersengal-sengal, dan suaranya seperti paru-paru yang terkoyak.
"Xiao... Chen! Tu-tunggu! Aku... tidak kuat!" rintih Ling Ye, kakinya tersandung di tanah yang tidak rata. Ia sudah mencapai batas fisiknya.
Xiao Chen berhenti mendadak, tubuhnya berputar cepat. Ia menoleh ke belakang, melihat sahabatnya yang mengalami kelelahan akut dan hampir ambruk. Wajahnya yang tadinya tegang dan mengeras melunak sedikit. Ia tidak lagi bisa bersikap arogan.
"Maaf, Ling Ye. Naik ke punggungku! Kita tidak punya waktu!" Perintahnya tegas tanpa bantahan.
Meskipun Ling Ye merasa tidak enak hati karena harus menjadi beban ganda bagi sahabatnya yang sedang berduka, ia tahu ini bukan saatnya untuk sopan santun yang sia-sia. Ia memaksakan diri untuk naik, tubuhnya yang gempal dan berat mendarat lagi di punggung Xiao Chen.
Kali ini, fenomena aneh terjadi. Beban Ling Ye tidak membuat kaki Xiao Chen bergetar seperti sebelumnya. Seolah-olah, aktivasi segel yang dilakukan Li Yuan di detik-detik terakhirnya telah membuka sebagian kecil dari kekuatan fisik tersembunyi dalam diri Xiao Chen.
Xiao Chen kembali berlari, kecepatannya bahkan meningkat tajam. Angin menderu tajam di telinga mereka saat mereka meluncur cepat menuruni lereng.
Saat mereka mendekati kaki gunung, aroma asap yang berbeda mulai tercium—bukan lagi asap kayu sekte yang terbakar, melainkan bau daging hangus dan panik massal.
Tiba-tiba, Ling Ye mengepal erat jubah Xiao Chen.
"Xiao Chen... Dengar itu!"
Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar jeritan nyaring dan tangisan keputusasaan yang tak terartikan. Itu adalah suara kekacauan massal yang mengerikan.
Xiao Chen dan Ling Ye, yang kini berada di posisi yang cukup tinggi untuk melihat Desa Qingfeng, membeku di tempat dengan kengerian.
Desa Qingfeng, yang tadinya ramai dan damai, kini berubah menjadi kancah pembantaian. Puluhan sosok berlumuran darah, yaitu pasukan bertopeng Faksi Pedang Bayangan dari danau, menyebar di jalan-jalan desa. Mereka menyembelih siapa pun yang terlihat: pedagang, petani, dan bahkan anak-anak, tanpa ampun.
Kilatan Pedang Qi Hitam yang mematikan memotong udara, disusul dengan semburan darah merah yang menyirami bangunan. Teriakan "Ampun!" dan "Tolong!" dipotong dengan kekejaman dingin dan tawa rendah yang memuakkan dari para penyerang.
Xiao Chen merasakan darahnya mendidih dan uratnya menegang. Ia mengenal sebagian wajah yang kini terkapar; mereka adalah orang-orang yang sering menyapanya, pedagang yang ditipunya, tetangga yang mengeluhkan kenakalannya.
"Mereka... mereka tidak hanya menyerang sekte..." bisik Xiao Chen, suaranya serak karena amarah yang tertahan. "Mereka mencari pecahan batu itu! Kita! Mereka menyerang desa karena aku dan kau!"
Ling Ye, yang baru saja menyaksikan kekejaman pertama di hidupnya, terguncang hebat. Wajahnya pucat pasi seperti mayat, dan ia menahan dorongan untuk muntah. "Kami... Kami yang menyebabkan semua ini?"
Xiao Chen tahu, jika ia bergegas turun sekarang, ia mungkin bisa menyelamatkan beberapa orang dengan kekuatannya yang baru bangkit. Namun, nasihat terakhir ayahnya bergaung keras di benaknya: JANGAN PERNAH tunjukkan kultivasi sejatimu... sembunyikan itu...
Jika ia menampakkan dirinya dan Batu Naga Hitam, bukan hanya dia yang akan mati sia-sia, tetapi warisan Li Yuan dan kesempatan balas dendamnya akan lenyap total.
"Ling Ye, kita harus memutar. Kita tidak bisa melewati desa," kata Xiao Chen, suaranya kini kembali datar dan dingin, menutupi gejolak emosi yang membakar di dadanya.
"Tapi... Bibi Mei! Paman Long! Mereka..." Ling Ye memohon dengan putus asa. Bibi Mei, pemilik kedai bakpao yang selalu ramah, pasti ada di sana.
"Mereka sudah... terlambat, Ling Ye," potong Xiao Chen. Wajahnya mengeras, membentuk topeng baja emosi. Ia memalingkan pandangannya dari pemandangan mengerikan itu, sebuah tindakan yang membutuhkan kontrol diri luar biasa. Itu adalah pengorbanan pertama dari dirinya yang baru.
Ia mengubah arah larinya, berbelok tajam ke arah hutan yang lebih lebat, menghindari kontak dengan desa yang kini sedang dicabik-cabik.
Tepat saat ia melarikan diri, ia mendengar suara menggelegar dari Desa Qingfeng. Itu adalah suara Jenderal Bertopeng yang tadi mencari mereka di danau.
"Tunjukkan dirimu, pencuri kecil! Kau menyebabkan bencana ini! Jika Batu Naga itu tidak diserahkan, kami akan mengubah desa ini menjadi debu dan darah!"
Ancaman itu diakhiri dengan ledakan Qi yang besar, seolah menghantam seluruh alun-alun desa.
Xiao Chen menggertakkan giginya hingga terdengar gemeretak. Ia memeluk Batu Naga Hitam lebih erat. Rasa bersalah yang mematikan dan dendam kini terpatri abadi dalam jiwanya.
"Aku akan kembali... aku bersumpah," gumamnya, suaranya tertelan oleh deru angin dan tangisan terakhir dari desa di bawah.
Mereka berdua melarikan diri ke dalam kegelapan hutan yang mengancam, membawa dua pecahan Batu Naga yang menjadi kunci warisan dan sekaligus kutukan bagi mereka berdua. Dunia baru Xiao Chen telah dimulai: dunia pelarian dan penyembunyian.
makanya pembaca langsun hiatus