Vandra tidak menyangka kalau perselingkuhannya dengan Erika diketahui oleh Alya, istrinya.
Luka hati yang dalam dirasakan oleh Alya sampai mengucapakan kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulutnya selama ini.
"Doa orang yang terzalimi pasti akan dikabulkan oleh Allah di dunia ini. Cepat atau lambat."
Vandra tidak menyangka kalau doa Alya untuknya sebelum perpisahan itu terkabul satu persatu.
Doa apakah yang diucapkan oleh Alya untuk Vandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Mata Alya membulat, napasnya tercekat sejenak ketika melihat sosok pria tinggi berambut pirang berdiri di depan pintu tokonya. Di tengah hiruk-pikuk jalan sore, dengan aroma kue hangat dan tawa anak-anak dari dalam toko, sosok itu seperti muncul dari masa lalu yang hampir ia lupakan.
“Philip ....” bisik Alya, hampir tak percaya. Pria yang pernah menjadi pemimpin PT ANGGORO, kini berdiri di hadapannya.
Pria itu tersenyum hangat, senyum yang sama seperti dulu, begitu tenang, sopan, tetapi punya wibawa yang membuat semua orang di sekitarnya menghormati. Ia melambaikan tangan kecil dan sapaan sederhana.
“Alya,” ucap Philip dengan suara bariton lembut.
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu.” Alya membalas dengan senyum ramah. “Ayo, masuklah! Sudah berapa lama kamu di Indonesia?” tanyanya sambil mempersilakan masuk.
“Baru kemarin tiba. Setelah enam tahun di Jerman, akhirnya aku kembali.” Nada suara Philip terdengar sedikit nostalgik.
Pria bule itu melangkah masuk, matanya menyapu ruangan toko yang memiliki interior pastel, aroma butter lembut, etalase berisi kue-kue cantik. Ada kekaguman di sorot matanya.
“Tempat ini sangat menggambarkan diri kamu sekali ... hangat dan penuh kehidupan,” kata Philip sambil menatap Alya dengan senyum yang sulit ditebak.
Vero, yang sedari tadi mengintip di meja kasir, langsung berdiri dan menatap tajam ke arah pria asing itu. Anak laki-laki berusia hampir sepuluh tahun itu sudah terlalu sering melihat orang-orang datang dengan niat tidak baik kepada ibunya.
Sejak Alya menjanda, gosip dan fitnah seperti bayangan yang selalu mengikuti langkah mereka. Vero tidak ingin ada satu pun yang melukai hati bundanya lagi.
“Apakah dia ... Vero?” tanya Philip sambil melirik ke arah bocah itu dengan senyum lembut.
“Iya,” jawab Alya, suaranya lembut tapi bangga. “Dia Vero. Sekarang sudah besar.”
Philip menatap bocah itu dengan mata yang berkilat penuh kenangan. “Wah ... aku tidak menyangka. Bayi mungil yang dulu sering aku gendong di kantor, yang beberapa kali ngompol di jas kerjaku, sekarang sudah sebesar ini!”
Vero menaikkan alisnya. Ia tidak ingat sama sekali siapa pria bule itu, tetapi dari caranya bicara, ia yakin hubungan mereka bukan sembarangan.
Alya terkekeh, menahan tawa. “Kak, tahu nggak? Dulu waktu kamu masih bayi, Bunda mendapat izin untui bawa kamu ke kantor. Semua orang suka sama kamu. Dan ini ... bos bunda waktu itu, namanya Mister Philip. Dia yang paling sering minta gendong kamu.”
Philip menimpali sambil tertawa kecil. “Ya, kamu bayi paling lucu yang pernah aku lihat. Sekarang malah sudah jadi anak ganteng dan tangguh.”
Vero menunduk sedikit, wajahnya memerah. Tapi matanya tetap awas, seolah tak ingin kehilangan kendali atas situasi.
Dahulu, Alya sempat ingin berhenti bekerja setelah punya anak. Namun, dilarang oleh Philip. Jadinya, dia diizinkan membawa Vero ke kantor. Ruang kerja Alya dibuat senyaman mungkin, agar Vero bisa tenang.
Philip lalu menatap Alya lebih dalam. “Aku tidak menyangka kamu keluar dari perusahaan. Aku sempat mencari tahu, tapi tidak pernah dapat kabar jelas.”
Alya menarik napas pelan. “Aku keluar tiga bulan setelah kamu kembali ke Jerman.”
Philip terdiam sejenak. “Kenapa? Padahal kamu salah satu karyawan terbaik yang pernah aku punya. Perusahaan kehilanganmu, Alya.”
Alya tersenyum getir. “Aku ingin fokus ke keluarga waktu itu. Meskipun ternyata keluargaku sekarang justru hancur.”
Nada suaranya datar, tapi di balik ketenangan itu tersimpan sisa luka yang belum benar-benar sembuh. Philip memperhatikan wajahnya yang teduh namun menyimpan kekuatan besar. Ia tahu Alya bukan sekadar wanita biasa. Ia wanita yang bisa jatuh, tapi tahu bagaimana cara berdiri lagi.
“Jadi, suamimu yang bekerja di perusahaan itu sekarang?” tanya Philip hati-hati.
Alya menatap lantai sesaat, lalu menjawab lirih, “Tidak. Dia dipecat, setelah kasus perselingkuhannya viral.”
Philip spontan menatap Alya tak percaya. “Apa?” serunya. “Dia mengkhianati kamu? Alya, aku—”
Alya mengangkat tangan, mencoba menenangkan. “Sudah, Philip. Itu masa lalu. Aku sudah berdamai dengan semuanya. Ini takdirku.”
Philip terdiam. Wajahnya menegang sejenak. Ia menatap Alya lama, bukan dengan iba, tetapi dengan rasa hormat.
“Kamu perempuan paling kuat yang aku kenal,” kata Philip akhirnya.
Vero yang sejak tadi diam, mulai merasa situasinya janggal ketika Philip menatap bundanya terlalu lama. Ia bergeser mendekat, lalu duduk di sebelah Alya seperti ingin menunjukkan kalau ia penjaga kecil di rumah itu.
Philip tersenyum melihat tingkah bocah itu. Ia berjongkok di depan Vero, lalu dengan nada bercanda berkata, “Kalau begitu ... bolehkah aku jadi papa barumu?”
Alya yang sedang meneguk air mineral langsung tersedak. “Kau apa bilang barusan?” serunya sambil batuk kecil.
Philip tertawa kecil. “Maaf, bercanda. Tapi, aku sungguh kagum dengan kalian berdua. Kamu ibu yang luar biasa, Alya.”
Alya hanya bisa geleng-geleng kepala, meski senyum tipis sempat terselip di wajahnya. Namun momen itu tak berlangsung lama. Pintu toko terbuka lagi. Suara langkah kecil berlari cepat disusul suara seorang pria dewasa.
“Bundaaa!” teriak Ali dengan semangat.
Anak itu langsung memeluk Alya erat, sementara Albiruni muncul tak lama kemudian. Dia mengenakan kemeja biru, wajahnya tampak tenang tapi sorot matanya dingin. Tatapannya langsung tertuju pada Philip.
Philip berdiri, tersenyum sopan. “Hai, Pak Biru. Lama sekali tidak bertemu.”
“Ya, sudah lama,” jawab Albiruni singkat. Nada suaranya tenang, tapi ada ketegasan yang tak bisa disembunyikan.
Vero dan Ali saling berpandangan, seperti bisa merasakan ketegangan aneh di udara. Alya berdiri, mencoba menetralkan suasana. “Philip, ini Albiruni, teman dekat keluarga. Kamu tentu masih ingat dia.”
“Tentu,” jawab Philip cepat. “Kami dulu pernah hadir di konferensi bisnis yang sama. Dunia ini kecil, ya.”
“Kadang terlalu kecil,” sahut Albiruni dengan senyum tipis yang tak sampai ke mata.
Philip menatap Alya. “Aku kembali ke Indonesia bukan hanya untuk urusan perusahaan. Setelah enam tahun di Jerman, aku sadar ada sesuatu yang berharga kutinggalkan di sini.”
Ucapan itu membuat suasana mendadak hening. Alya menelan ludah, tak tahu harus membalas dengan apa.
Albiruni menatap pria bule itu tajam, seolah tahu arah kalimatnya. Sebelum suasana makin canggung, suara Ali memecah ketegangan.
“Bunda, malam ini kita makan malam bareng, ya?” kata Ali dengan wajah memohon.
Vero langsung menyahut, “Ayo! Aku mau ikut juga!”
Alya menatap anak-anak itu lalu tersenyum lembut. “Baiklah, malam ini kita makan bersama.”
Namun, sebelum Alya sempat menutup percakapan, Philip berkata ringan, “Kalau begitu aku juga ikut.”
Semua kepala menoleh bersamaan. Alya terpaku. Vero mengernyit. Albiruni memutar jam di pergelangan tangan perlahan, gerakan kecil itu cukup untuk menunjukkan ketidaknyamanan.
Philip tetap tersenyum manis. “Tenang saja, aku tidak makan banyak,” ujarnya santai.
Alya tahu itu bukan soal makanan. Ada sesuatu di balik senyum itu. Sesuatu yang bisa mengubah arah hidupnya lagi, entah menuju ke mana.
***
Sambil menunggu bab berikutnya, baca juga karya aku lainnya.
Jangan bikin aq sedih lagi
Aseli sedih bocah 10 thn bisa bilang seperti itu 🩵🩵
pasti tau kalo Erika mantan simpanan...
😀😀😀❤❤❤
seiman..
baik..
sabar..
setia.
❤❤❤😍😙