Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Udara di dalam Hutan Terlarang terasa berbeda. Dingin. Pekat. Seolah setiap ranting dan daun mengawasi.
Zion dan Zanaya berjalan berdampingan, langkah mereka mantap meski tanah yang diinjak penuh akar dan kabut menggantung rendah. Di belakang mereka, dua sosok erlihat sepasang muda mudi yaitu Azay dan Aron, sang penjaga ruang dimensi.
“Tuan Zion! Nyonya Zanaya!”
Tiba-tiba suara Aron menggema dari balik semak. Ia berlutut, tangannya memegang sesuatu.
Zion dan Zanaya segera mendekat.
“Ini .…” bisik Azay sambil menunjuk sebuah sandal putih yang kotor berlumpur.
Sandal milik Azzura.
Zanaya langsung berjongkok, mengambil sandal itu. Matanya memanas.
“Ini miliknya, dia pasti sudah masuk terlalu jauh.”
Zion menatap sekitar. Ia menyentuh tanah dengan ujung jarinya, lalu memejamkan mata. Energi sihir kuno menyelimuti telapak tangannya. Namun, saat merasakan getaran itu, wajahnya tiba-tiba berubah pucat.
Zanaya melihat perubahan itu.
“Sayang, ada apa?”
Zion menoleh cepat, ekspresinya kembali datar.
“Bukan apa-apa,” jawabnya cepat.
Tapi dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang mengganggu. Aura yang menempel pada tanah itu, terlalu familiar.
“Tidak mungkin mereka. Sudah bertahun-tahun aku mengunci dimensi itu.” batinnya.
Zanaya memandang suaminya dalam diam, namun tidak mendesak. Ia tahu betul, jika Zion tak mau bicara berarti itu hal yang sangat serius.
Zion berdiri kembali dan berkata dengan suara tegas.
“Azay, Aron. Bawa sandal ini ke ruang penjaga. Gunakan pelacak sihir dan telusuri jalur energi Azzura. Gunakan semua kemampuanmu, tak peduli berapa banyak portal yang harus dibuka.”
Azay menunduk, “Baik, Tuan.”
Aron mengambil sandal Azzura dengan dua tangan, lalu menghilang dalam semburat cahaya biru.
Zion dan Zanaya berdiri di batas kabut, menatap lebatnya hutan yang semakin gelap.
Zanaya menggenggam tangan suaminya.
“Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu.”
Zion hanya menatap ke depan.
“Jika yang kupikir benar, maka dunia ini, sedang bersiap menghadapi perang.”
***
Langit pagi di atas perkemahan Kampus Asteria masih mendung dan sibuk mencari Azzura, namun suasana di lapangan utama mendadak ramai oleh kerumunan mahasiswa yang berbisik-bisik sambil saling menoleh ke arah gerbang masuk.
Sebuah mobil sport hitam elegan dengan plat khusus Azlan Corporation perlahan berhenti tepat di depan vila dosen.
Pintu mobil terbuka otomatis, dan keluar seorang pria muda dengan gaya tenang, setelan kasual hitam, dan aura yang tak bisa disembunyikan Zorion Azlan, anak laki-laki dari Zion dan Zanaya, saudara kembar Azzura.
“Itu … itu Zorion, kan?!”
“Gila … aslinya lebih cakep dari IG-nya .…”
“Eh dia udah lulus kan? Ngapain ke sini?”
Sebenarnya Zorion menggunakan akselerasi untuk lulus lebih cepat apalagi memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sama seperti Azzura yang bisa langsung lulus, tapi Azzura memilih bersekolah normal.
Rica dan geng-nya yang dari tadi duduk manja di atas matras langsung berdiri dengan semangat.
“Oke, girls. Ini kesempatan langka,” ucap Rica penuh percaya diri sambil merapikan rambut dan menegakkan dada. “Siapkan senyum terbaik kalian.”
Mereka bergegas menghampiri Zorion yang baru saja menutup pintu mobil. Rica melangkah paling depan, senyum manisnya dipaksakan seanggun mungkin.
“Hai, Kak Zorion! Wah, gak nyangka banget bisa ketemu di sini. Aku Rica, ketua divisi acara di BEM. Selamat datang ya!”
Zorion menoleh namun tak menunjukkan ekspresi apa pun. Tatapannya datar dan dingin.
Ia hanya menatap Rica sekilas, lalu tanpa berkata apa pun, ia berjalan melewati mereka begitu saja.
“Eh .…” Rica membeku.
Teman-temannya saling pandang, bingung.
Zorion terus berjalan tanpa menghiraukan, hingga akhirnya berhenti tepat di depan Sania yang sedang duduk menunggu kabar pencarian Azzura.
“Sania.” Suaranya dalam namun tenang.
Sania mendongak dan langsung berdiri.
“Zorion?! Kamu datang juga?”
Zorion mengangguk singkat.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada Azzura?”
Sania menunduk. “Dia hilang sejak semalam, dan Om sama Tante sekarang masuk hutan cari dia.”
Zorion mengepalkan tangannya.
“Kalau dia sampai kenapa-kenapa, aku tidak akan diam.”
Dari kejauhan, Rica yang melihat itu menggertakkan gigi.
“Dia ke sini bukan karena kita. Tapi buat, Azzura?! Lagi-lagi gadis culun miskin itu.”
Teman Rica mencoba menenangkan.
“Apa jangan-jangan Azzura pacaran sama Zorion, makanya Tuan Zion dan Nyonya Zanaya juga ikut mencari,” tebak salah satu teman Rica yang memakai almamaternya.
Rica mendecak kesal.
“Dia cuma gadis beasiswa. Mana mungkin! Lagian kalau Zorion punya selera tinggi kayak gue, dia gak mungkin deket sama cewek cupu kayak Azzura! Apalagi Azzura itu tergila-gila sama Kenzo.”
***
Mobil hitam mewah itu meluncur pelan menyusuri jalan berbatu yang mengarah ke mansion megah milik keluarga Azlan. Pohon-pohon tinggi berbaris rapi di sisi kiri-kanan, dan langit pagi mulai merona jingga.
Di dalam mobil, Azzura terbangun perlahan.
Matanya membuka dengan pelan, lalu membulat seketika melihat pemandangan luar jendela. Ia duduk tegak dan menoleh cepat ke arah Xavier yang tenang menyetir.
“Kita … kita di mana?”
Xavier melirik sekilas.
“Di rumahmu.”
Azzura mengerutkan kening, lalu menatap lebih lekat ke arah gerbang besar yang sebentar lagi akan terbuka otomatis.
“Tunggu. Kok kamu tahu alamat rumahku?”
Xavier tersenyum kecil, senyum yang tidak menjelaskan apa-apa.
“Kau … tidak ingat?”
“Ingat apa?” Azzura menatapnya bingung, ekspresinya semakin curiga.
Namun Xavier buru-buru menggeleng.
“Tidak ada apa-apa. Lupakan.”
Gerbang otomatis terbuka. Mobil memasuki halaman depan mansion yang megah dan terjaga ketat.
Xavier memperlambat laju mobil, lalu memarkirkannya dengan halus di depan pintu masuk utama.
“Pulanglah. Orang tuamu pasti khawatir mencarimu,” katanya dengan suara tenang, hampir datar.
Azzura masih menatapnya dengan dahi berkerut, tapi akhirnya hanya mengangguk pelan.
“Iya … terima kasih sudah mengantarku.”
Begitu Azzura membuka pintu dan turun, para pengawal rumah yang berjaga langsung terkejut. Dua orang di antaranya segera berlari mendekat.
“Nona Azzura?!”
“Astaga, Nona! Anda … Anda selamat!”
Azzura mengangguk canggung, merasa aneh dengan keributan yang terjadi.
Saat ia menoleh ke belakang mobil Xavier sudah melaju pergi, hanya menyisakan debu tipis di udara dan aroma parfum maskulin yang tertinggal di udara.
Salah satu pengawal segera menyalakan interkom di telinganya.
“Lapor, Nona Azzura sudah kembali! Saya ulangi, Nona Azzura sudah kembali!”
Azzura berdiri diam. Matanya mengikuti arah mobil Xavier yang makin menjauh.
Apa maksudnya dia? Ingat apa? Dan kenapa tatapannya, seolah dia menyimpan sesuatu yang lebih besar dari sekadar tumpangan pulang? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?
Azzura mengangkat bahunya acuh, lalu masuk ke mansion. Sedangkan di sisi Xavier, wajah tampannya terlihat tenang. Senyum tipis tercetak di bibirnya, mata Xavier menerawang jauh.
Xavier mengingat di mana seorang gadis kecil, yang menolongnya dari sebuah kecelakaan mobil. Gadis kecil yang luar biasa, mampu menahan mobil dengan kekuatan misteriusnya.
"Azzura ...." bisik Xavier.