Sinopsis:
Liora, seorang gadis muda, dipaksa menjadi pengantin pengganti tanpa mengetahui siapa calon suaminya. Namun saat tirai pernikahan terbuka, ia terseret ke dalam Azzarkh, alam baka yang dikuasai kegelapan. Di sana, ia dinikahkan dengan Azrakel, Raja Azzarkh yang menakutkan, dingin, dan tanpa belas kasih.
Di dunia tempat roh jahat dihukum dengan api abadi, setiap kata dan langkah bisa membawa kematian. Bahkan sekadar menyebut kata terlarang tentang sang Raja dapat membuat kepala manusia dipenggal dan digantung di gerbang neraka.
Tertawan dalam pernikahan paksa, Liora harus menjalani Upacara Pengangkatan untuk sah menjadi selir Raja. Namun semakin lama ia berada di Azzarkh, semakin jelas bahwa takdirnya jauh lebih kelam daripada sekadar menjadi istri seorang penguasa neraka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 14
Liora kembali ke Azzarkh, dunia kematian yang diselimuti kabut perak dan udara dingin yang menusuk tulang, dengan hati yang sedikit tenang.
Jasad Arwen telah ditemukan, dan para pembunuhnya kini terkurung di dunia manusia menunggu hukuman. Liora ingin beristirahat. Ia hanya ingin rebah di kamarnya di Paviliun Yasha, tanpa gangguan siapa pun.
Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.
“Putri, hari ini Arwen akan disidang. Apakah Anda ingin menyaksikannya?”
Suara dalam dan tenang itu milik Vaelis, pengawal setianya yang kini berdiri di depan pintu.
Mendengar nama itu, Liora langsung duduk tegak, matanya berbinar.
“Ya! Aku ingin melihatnya.”
Ia segera bersiap, mengenakan jubah hijau muda, rambutnya diikat setengah ke atas dengan hiasan kepala emas yang berkilau di bawah cahaya obor. Penampilan yang sederhana, namun memancarkan wibawa. Liora, siap menghadiri pengadilan jiwa.
Dreya dan Vaelis berjalan di sisinya, menyusuri lorong panjang Paviliun yang dipenuhi ukiran wajah-wajah arwah. Saat mereka tiba di gerbang, hawa dingin yang menyelimuti udara terasa berbeda, lebih pekat, lebih hidup. Pandangan Liora tertumbuk pada pintu besar di sebelah kiri, pintu yang dulu pernah ia masuki. Ia bergidik ngeri. Tidak, ia tak akan pernah lewat sana lagi.
Kali ini ia melangkah ke arah kanan.
Di dalam aula, udara seolah membeku. Barisan roh berdiri di kiri dan kanan, semuanya menunduk dalam diam. Di tengah ruangan, berdiri seorang gadis muda, Arwen, jiwanya tampak tenang, namun sorot matanya masih menyimpan trauma yang tak sempat terhapus.
“Putri…” bisiknya pelan saat melihat Liora.
“Aku baru tahu… kau adalah istri Raja Alam Baka.”
Liora tersenyum samar. “Tak perlu meminta maaf, Arwen. Kau sudah cukup menderita.”
"Terima kasih, karena kau… aku bisa tenang. Aku tak lagi takut.”
Arwen menggenggam tangan Liora, dingin, transparan, namun terasa nyata.
“Aku berhutang hidup kedua padamu.”
Liora membalas genggaman itu. “Semoga kehidupan barumu lebih lembut dari kematianmu.”
Seruan lantang memecah udara:
“RAJA TELAH TIBA!”
Suara terompet panjang mengguncang seluruh ruangan. Lantai batu bergetar pelan saat langkah Raja Azrakel mendekat. Sosok tinggi itu muncul dari balik kabut kelabu, setiap langkahnya meninggalkan jejak cahaya samar. Semua jiwa berlutut, termasuk Liora. Ia menunduk dalam, namun dari sudut matanya sempat melihat sesuatu yang berbeda.
Topeng Raja, yang biasanya hitam legam, kini berwarna emas menyala. Bukan sekadar logam, tapi mungkin emas murni yang memantulkan sinar api neraka.
Liora menahan napas. Bahkan di dunia tempat mata air melahirkan mutiara, pesona Raja Azrakel selalu membuatnya merasa kecil dan tak berdaya.
“Baiklah,” suara berat Azrakel bergema, dingin namun berwibawa, “kita mulai pengadilan jiwa ini.”
Liora tersentak dari lamunannya ketika suara Kaelith, si penjaga, terdengar lantang. Rambut panjang peraknya diikat tinggi, jubah putihnya memancarkan sinar lembut di tengah kegelapan aula.
"Arwen,” ucap Kaelith,
“kau mati di usia yang muda dengan cara mengenaskan. Selama hidupmu, tak banyak dosa yang kau perbuat. Maka, hari ini akan ditentukan apakah jiwamu akan dihancurkan menjadi debu, atau diberi kehidupan kedua.”
Suara Kaelith menggema dalam ruang besar itu. Semua jiwa terdiam. Liora menatap Arwen, ada harapan di mata gadis itu, bercampur ketakutan.
Raja Azrakel mengangkat tangan, suaranya menggema bagai petir di lembah neraka.
“Aku menyerahkan keputusan ini pada Putri Liora. Tentukan nasib jiwa itu.”
Liora membeku. “Aku… Yang Mulia, saya....”
Tatapan Raja membuatnya tak punya pilihan. Ia menelan ludah dan menatap Arwen yang menunggu dengan pasrah.
Baiklah, aku harus melakukannya… dia pantas bahagia, batin Liora.
“Aku memutuskan,” ucapnya mantap, “untuk memberikan kehidupan kedua padanya. Dia akan bereinkarnasi.”
Raja menatapnya tenang. “Kehidupan seperti apa yang akan kau berikan?”
Pertanyaan itu membuat Liora terdiam. Ia kira tugasnya selesai. Ia melirik Arwen, lalu berbisik pelan di antara dengung roh.
“Kehidupan seperti apa yang kamu mau?”
Arwen menatapnya, ragu. “Aku ingin hidup lebih lama… sekolah, kuliah, bekerja, membahagiakan kedua orang tuaku. Menikah, punya anak… aku hanya ingin bahagia, Putri. Sesederhana itu.”
Liora mengangguk. “Baiklah.”
Ia menghadap Raja dan berbicara lantang.
“Yang Mulia, saya memutuskan untuk memberikan kehidupan bahagia untuknya. Dia akan bersekolah, kuliah, bekerja, membahagiakan kedua orang tuanya, lalu menikah dengan pria tampan dan kaya yang memperlakukannya seperti ratu.”
Arwen menatap Liora tertegun, antara bahagia dan malu. Kaelith di sisi kanan menunduk dengan ekspresi menahan tawa halus.
Bahkan Vaelis di belakang Liora menghela napas panjang seolah berkata itu terlalu berlebihan, Putri.
“Yang Mulia,” ujar Kaelith, “apakah keputusan ini disetujui?”
Raja Azrakel terdiam lama, menatap Liora di balik topeng emasnya. Hening di aula begitu mencekam hingga suara langkah debu pun terdengar.
Akhirnya ia bersuara pelan, namun penuh wibawa:
“Baiklah. Kaelith, berikan kehidupan seperti yang ditetapkan Putri Aerish Astaria.”
Arwen menutup wajahnya, menangis bahagia.
“Terima kasih, Putri. Terima kasih…”
Cahaya lembut mengelilingi tubuhnya, dan bersama Kaelith, ia berjalan menuju Gerbang Reinkarnasi, gerbang tempat jiwa dilahirkan kembali.
Saat kabut menelan sosoknya, Liora tersenyum lega.
Tapi kedamaian itu lenyap ketika suara dingin Raja memecah udara.
“Putri An Yu.”
“Ya, Yang Mulia,” jawab Liora cepat, menunduk.
“Siapa yang kau sebut ‘Raja Es’ barusan?”
Liora membeku. Matanya membulat. Apa dia mendengar pikiranku?
Padahal dulu ia pernah bertanya, dan Raja menjawab tak bisa membaca isi hati. Tapi… mungkinkah itu kebohongan?
“Tuanku, saya pamit lebih dulu!”
Tanpa menunggu izin, ia menarik tangan Dreya dan Vaelis, melangkah cepat keluar. Ia merasa, berada di dekat Raja Azrakel terlalu lama bisa membuat jantungnya berhenti, entah karena takut, atau karena sesuatu yang tak ingin ia akui.
Sesampainya di Paviliun Yasha, Liora langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Baru saja ia ingin memejamkan mata, suara berat Nyonya Veyra terdengar.
Liora lega, nasib buruk Arwen berakhir dengan indah, dia akan terlahir kembali dan mendapatkan kebahagiaan seperti yang dia inginkan..
krn di dunia nyata kamu g diperhatikan, g disayang
apa mungkin bgmn cara'a spy kembali ke dunia sebenar'a, bgtukah thor🤭💪