NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 32. Unboxing Absurd

Suasana kamar yang tadi tenang mendadak berguncang oleh suara teriakan lantang penuh kemenangan dari Nayaka. Tubuhnya masih berselimut, rambutnya acak-acakan, tapi wajahnya bersinar penuh semangat.

“YES! Suamiku nggak impoten lagi!” serunya keras, seolah sedang menang undian miliaran rupiah.

Arslan yang masih berbaring di sampingnya langsung menoleh cepat. Wajah dinginnya sedikit berkedut, dan alis kirinya terangkat pelan.

“Nayaka…” tegurnya lirih, nada suaranya setengah geli, setengah tidak percaya.

“Aku serius, Mas! Aku seneng banget! Ini tuh kayak ajaib!” ucap Nayaka sambil membalikkan tubuhnya menghadap Arslan, tangannya memeluk leher suaminya erat-erat.

Arslan menarik napas pelan, lalu menutupi sebagian wajahnya dengan telapak tangan. “Kamu tahu nggak, kamar ini kedap suara atau nggak?”

Nayaka berkedip. “Eh…”

“Kalau nggak, bisa jadi besok pagi suster rumah sakit manggilku bukan ‘dokter Arslan’, tapi ‘pasien sembuh total’,” katanya datar.

Nayaka langsung menutup mulutnya sendiri, lalu tertawa sambil menepuk dada suaminya.

“Ya Allah, maaf! Tapi aku bener-bener lega, Mas. Aku kira kita bakal berjuang lama ternyata, ya ampun, kamu hebat banget.”

Arslan menatapnya lama, lalu mengecup kening Nayaka dengan tenang. “Jangan ukur kebahagiaan kita dari hasil satu malam. Tapi dari keberanian kamu untuk tetap di sampingku, bahkan sebelum semuanya terbukti.”

Nayaka mendesah pelan, lalu membenamkan wajahnya ke dada suaminya. “Tapi boleh kan aku selebrasi dikit? Itu refleks saking bahagianya.”

“Selebrasi pelan aja,” jawab Arslan, “biar nggak bikin heboh seisi rumah.”

Dan malam itu pun ditutup dengan tawa kecil dari Nayaka, dan senyum tenang dari Arslan senyum yang jarang muncul, tapi saat muncul tulusnya menenangkan.

Di kamar hotel sebelah, suasana tak kalah riuh meski bukan karena cinta yang membara, tapi karena kecelakaan kecil yang sukses bikin Aylara histeris.

Semua terjadi begitu cepat. Audra Elzhar baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang, rambutnya masih basah dan mata setengah mengantuk.

Dia berjalan santai, sama sekali nggak curiga dengan nasib handuk yang ternyata mulai melonggar karena ujung lipatannya nggak kencang.

Dan boom.

“AAAAAAAAKKKHHHHH!!!” teriak Aylara sekeras-kerasnya, meloncat ke belakang sambil nutup mata pakai dua tangan.

“Mas Audra! Burung Beonya Mau Terbang !!!”

Audra yang awalnya bingung langsung panik sendiri. Ia reflek menunduk, mendapati handuknya sudah ada di lantai, tenang seperti selembar bendera putih.

Dengan kecepatan polisi pasukan elite, ia langsung membungkus dirinya lagi sambil berseru, “Astaga! Itu tadi kecelakaan visual ya? Bukan pelecehan!”

Aylara masih berdiri mematung di balik kursi, wajahnya merah padam.

“Kecelakaan visual apanya?! Itu bukan kenari, itu ah pokoknya aku trauma!” serunya.

Audra menatapnya sambil mengelus jidat. “Aku juga trauma. Ini pertama kalinya calon istriku liat aku begitu bukan dengan niat romantis, tapi karena handuk licin.”

Aylara mengerucutkan bibir, lalu perlahan membuka satu mata. “Tapi ya ampun, Mas... aku tuh kaget, bukan jijik. Cuma ya siapa suruh jalan santai kayak di pantai?”

Audra mengangguk pelan. “Noted. Besok aku bakal beli handuk dengan perekat industrial.”

Dan akhirnya, setelah momen super canggung itu lewat, mereka berdua tertawa terbahak-bahak sampai sama-sama duduk lemas di atas ranjang.

Setelah teriakan histerisnya mereda, Aylara masih berdiri di balik kursi sambil mengipasi wajahnya sendiri pakai bantal.

Matanya sesekali melirik ke arah Audra yang kini sudah berhasil mengamankan diri dengan handuk baru, kali ini dililit lebih kuat seolah trauma seumur hidup.

Namun justru dalam keheningan itu, keluar satu kalimat refleks dari bibir Aylara yang sukses bikin suasana makin kacau.

“Panjang dan besar amat, Bang…” katanya spontan masih dengan nada shock campur kagum.

Audra langsung berhenti mengeringkan rambutnya. Matanya membelalak, sementara handuk di bahunya nyaris jatuh saking syoknya.

“Aylara…” tegurnya pelan, suara seraknya terdengar lebih berat dari biasanya.

Aylara langsung menutup mulutnya sendiri. “Astagaaa naga... aku nggak sengaja ngomong itu, demi apa!” katanya panik,

Ia lalu tenggelam di balik bantal, menutupi mukanya yang kini merah padam seperti tomat rebus.

Audra menyilangkan tangan, berdiri di depan cermin sambil menahan tawa yang mulai pecah.

“Jadi panjang dan besar ya?” ulangnya datar, tapi sudut bibirnya menahan senyum geli.

Aylara melempar bantal ke arahnya. “Jangan diulangin dong! Aku kan udah malu!”

“Tapi jujur sih kamu yang ngomong, bukan aku,” imbuh Audra santai sambil mengunci handuknya dengan peniti darurat.

Aylara masih menutup wajahnya pakai selimut, lalu berseru dari balik kain, “Udah ah, malam pertama gagal elegan! Gara-gara handuk kurang ajar!”

Audra tertawa kecil, lalu duduk di tepi ranjang dan mengusap puncak kepala istrinya. “Nggak apa-apa, Sayang. Elegan itu buat resepsi. Tapi kalau konyol, itu tandanya kita udah nyaman.”

Aylara mencolek pinggangnya. “Ya udah, besok aku yang bakal bikin kamu histeris.”

Audra mengangkat alis. “Tantangan, nih?”

Dan tawa mereka pun kembali memenuhi kamar hotel malam itu bukan karena kesempurnaan, tapi karena kekonyolan yang justru mempererat.

Aylara mengintip dari balik selimut, matanya membulat, lalu senyum jahilnya muncul begitu saja.

“Ya Allah… Abang, kamu tuh kayak poster iklan gym hidup,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Ia menepuk-nepuk ranjang pelan. “Badan begini kalau dilombain, juaranya nggak usah ditanya lagi. Pantes aku sering kalah argumen, lawannya paket lengkap gini.”

Audra menoleh, tatapannya separuh geli, separuh bangga.

“Paket lengkap?” ulangnya.

Aylara mengangguk mantap. “Iya. Wajah iya, wibawa iya, ototnya jangan dibahas lagi, nanti aku nggak fokus.”

Baru saja suasana mulai tenang, Aylara masih sibuk menyembunyikan wajahnya di balik selimut sambil bergumam soal trauma visual, tiba-tiba terdengar suara "bruk!" dari arah cermin.

Handuk putih yang tadi melilit pinggang Audra kini sudah jatuh ke lantai. Dengan santai terlalu santai malah komandan muda itu berdiri di depan cermin, membiarkan tubuh atletisnya terpampang begitu saja seolah sedang di barak latihan militer.

Aylara mengangkat kepalanya, lalu menjerit lebih keras dari sebelumnya.

“YA ALLAAAAHHHH! MAS AUDRAAAA, APA-APAAN INI?!”

Tangannya menutupi mata, tapi celah di sela jari tetap terbuka sedikit. Wajahnya sudah merah, tangannya gemetaran sendiri, antara malu, kaget dan penasaran.

Audra menoleh santai, alisnya terangkat. “Lho? Kamu yang tadi bilang panjang dan besar, kenapa sekarang histeris lagi?”

“ITU KAN MAKSUDNYA NGEGODA! BUKAN DISURUH LIAT LAGI!” serunya panik, membenamkan wajahnya ke bantal.

Audra berjalan pelan ke arah ranjang, mengambil handuknya yang tadi jatuh, lalu membungkus dirinya lagi sambil terkekeh pelan.

“Maaf ya, Refleks. Kupikir kamu siap,” katanya kalem, “namanya juga istri komandan, harus tahan segala kondisi tak terduga.”

Aylara melempar bantal lagi, kali ini lebih keras. “Aku istri komandan, bukan prajurit baru yang disuruh push-up lihat senjata terbuka!”

Audra tertawa puas, lalu duduk di tepi ranjang sambil menepuk pelan kaki Aylara yang masih terbungkus selimut. “Santai, aku udah pakai handuk lagi. Tapi, jujur kamu lucu banget kalau panik.”

Aylara menoleh dengan ekspresi cemberut setengah geli. “Ya ampun nikah sama kamu tuh kayak ikut roller coaster tanpa sabuk pengaman.”

“Dan kamu masih selamat sejauh ini,” balas Audra cepat.

Kamar itu pun kembali dipenuhi tawa. Tak ada elegansi khas malam pertama ala film romantis, tapi justru karena semua kekacauan kecil itulah mereka tahu, mereka sedang jatuh cinta dalam bentuk paling manusiawi dan kocaknya.

Aylara awalnya menjerit, panik luar biasa, tapi detik berikutnya ekspresinya berubah drastis. Ia menyibak selimut dari wajahnya, menatap Audra dengan sorot tajam campur main-main. Nafasnya belum teratur, tapi kini bibirnya melengkung dalam senyum menggoda.

“Kalau gitu kita main adu tahan, ya, Bang,” ujarnya pelan namun jelas.

Audra memiringkan kepala, curiga. “Adu tahan apa?”

Tanpa banyak bicara, Aylara berdiri dari ranjang. Gerakannya pelan tapi penuh percaya diri. Satu per satu, pakaiannya ia lepas tanpa rasa ragu, seolah sedang menantang takdir.

Tubuhnya kini berdiri tegak di hadapan suaminya tanpa penghalang, tanpa malu.

“Siapa yang paling kuat nahan nggak tergoda,” imbuhnya sambil mengedipkan mata.

Audra membeku di tempat. Mulutnya sedikit terbuka, tapi tak sepatah kata pun keluar. Ia bahkan tak sempat menarik napas panjang.

Otot rahangnya menegang. Jantungnya berdegup kencang, lebih keras dari waktu kena panggilan darurat di kantor.

Aylara menyilangkan tangan di dada, pura-pura cuek. “Gimana, Pak Komandan? Masih kuat?”

Audra berdiri, melangkah maju tanpa suara. Tangannya pelan memegang pinggul istrinya, matanya menatap dalam.

“Perempuan macam kamu nggak bisa dikalahin pakai logika,” katanya pelan.

Audra menelan ludah pelan, matanya tak bergeser sedikit pun dari tubuh Aylara. Senyumnya tipis tapi penuh arti.

“Ya Allah… Lar, kamu tuh kalau masuk majalah, semua pembacanya langsung lupa baca artikelnya,” ujarnya pelan dengan nada berat.

Ia mengusap pinggang istrinya lembut, jemarinya menyusuri garis lekuk yang sempurna.

“Badan kamu kayak karya seni yang nggak boleh disentuh sembarangan. Sayangnya, aku pemilik sahnya.”

Aylara tertawa kecil, pipinya bersemu, tapi tatapannya tetap penuh tantangan.

Audra menunduk sedikit, suaranya nyaris berbisik di telinganya. “Kalau ada lomba goda suami, kamu udah juara dunia sekarang.”

Dan malam itu pun berubah. Tak ada lagi histeris atau tawa berlebihan. Yang tersisa hanya dua insan yang akhirnya benar-benar menyatu bukan karena tuntutan malam pertama, tapi karena cinta yang pelan-pelan tumbuh dari kekonyolan, keberanian, dan rasa saling menerima.

Gerak tubuh yang kaku di awal, berubah menjadi tarian pelan yang saling memahami. Nafas mereka berpadu dalam kehangatan. Tak perlu kata-kata rumit, hanya sentuhan yang jujur.

Hingga di ujung malam, saat keduanya terbaring lemas dalam pelukan, Audra tiba-tiba berucap dengan suara serak yang disertai napas tersengal,

“Ya Allah… ternyata enak, ya…”

Aylara langsung menampar pelan dada suaminya, lalu tertawa geli sambil mengubur wajahnya di leher Audra.

“Ya ampun, Mas... itu kalimat paling absurd buat malam pertama.”

Gerak tubuh yang kaku di awal, berubah menjadi tarian pelan yang saling memahami. Nafas mereka berpadu dalam kehangatan. Tak perlu kata-kata rumit, hanya sentuhan yang jujur.

Hingga di ujung malam, saat keduanya terbaring lemas dalam pelukan, Audra tiba-tiba berucap dengan suara serak disertai napas tersengal.

“Ya Allah… ternyata enak, ya…”

Aylara langsung menampar pelan dada suaminya, lalu tertawa geli sambil mengubur wajahnya di leher Audra.

“Ya ampun, Abang itu kalimat paling absurd buat malam pertama.”

Audra ikut tertawa kecil, lalu memiringkan tubuhnya menatap sang istri. Jemarinya mengelus pipi Aylara, matanya berbinar penuh usil.

“Kalau gitu… gimana kalau kita buktikan sekali lagi? Biar aku bisa pastiin rasanya.”

Aylara mengangkat alis, pura-pura kaget. “Masih kuat?”

Audra tersenyum lebar, suaranya merendah penuh tantangan. “Demi kamu, aku bisa.”

Audra ikut terkekeh, tapi senyumnya tak hilang. Matanya menatap Aylara seperti memandang hadiah terindah yang tak ingin ia lepaskan. Ia menunduk sedikit, bibirnya nyaris menyentuh telinga istrinya saat berbisik.

“Kalau gitu… aku nggak mau malam ini cepat selesai. Sekali lagi, ya tapi kali ini aku yang janji bikin kamu nggak bisa tidur.”

Aylara pura-pura mendengus, tapi pipinya memanas. “Masih kuat, Komandan?”

Audra tersenyum miring, jemarinya sudah menyusuri punggung sang istri.

“Kamu nggak tahu, sayang di medan perang, aku biasa bertahan berjam-jam.”

Audra ikut tertawa kecil, lalu menarik selimut menutupi tubuh mereka. “Tapi itu jujur dari lubuk hati terdalam.”

Dan malam itu ditutup bukan hanya dengan kehangatan tubuh, tapi juga kelegaan hati karena keduanya tahu, mereka bukan cuma pasangan di atas kertas, tapi benar-benar sepasang jiwa yang siap jalan bareng dengan segala lucu dan indahnya.

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!