Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama?
Ujian Nasional pun telah usai, hal ini tentu membuat senang Bian. Karena dia bisa pulang ke rumahnya sambil membawa sang istri. Rasanya sesak di dada telah hilang, apalagi harus menghadapi kecanggungan setiap hari kala bertemu mertua.
"Tapi, di rumah Kak Bian nanti kan ada mama sama papa Kak Bian juga. Aku gak mau ah," ucap gadis bermata indah itu. Naifa masih saja beralasan menolak kepindahan dari rumahnya.
"Kata siapa? Istri bocil jangan sok tahu ya, kita akan pulang ke rumah saya sendiri."
Naifa menoleh pada suaminya itu, tak bisa beralasan lagi untuk tak pindah dari rumah orang tuanya.
"Tapi kan Naifa masih sekolah, baru ujian nasional aja. Belum lagi UAS sama praktek."
"Ya sudah kalau gitu, saya pulang sendiri. Tapi saya akan bilang sama umi kalau kamu gak nurut sama suami."
Ancaman itu membuat Naifa ciut, dia sangat tahu bagaimana kemarahan sang ibu. Apalagi setelah menikah, ibunya selalu wanti-wanti agar Naifa menghargai dan menurut pada sang suami.
Naifa membuka lemarinya dan mengemasi pakaian yang dia perlukan. Tak lupa juga peralatan sekolah dan skincare nya. Bian tersenyum puas melihatnya, dia sudah tak sabar pulang ke rumahnya.
Keluar dari kamar, Naifa melihat orang tuanya sudah menunggu di ruang tamu. Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam, membuatnya tenang karena tetangga pasti sudah berada di dalam rumahnya. Mereka tak akan tahu ketika Bian dan Naifa meninggalkan rumah.
"Pakai maskernya, takutnya ada yang lihat kamu." ucap sang ibu sambil memakaikan masker pada wajah sang putri.
"Naifa, abi harap kamu bisa jadi istri yang solehah, menurut dan menghargai suami kamu."
Itulah kata-kata terakhir dari orang tuanya sebelum kepindahan Bian dan Naifa, mata Naifa berkaca-kaca menahan tangis. Jika dia menangis, maka akan lebih lama lagi mereka berangkat karena drama yang terjadi.
"Nangis aja ga perlu di tahan," ucap Bian yang sedang mengemudikan mobilnya. Naifa yang sedari tadi menahannya di hadapan orang tuanya, akhirnya menumpahkan semua air matanya di dalam mobil suaminya. Bian tersenyum manis sambil mengusap lembut kepala istrinya.
Mobil Bian pun berhenti di sebuah rumah minimalis namun bergaya American classic. Naifa yang melihatnya begitu takjub, rumah suaminya sangat jauh berbeda dengan milik orang tuanya yang masih bergaya tradisional.
"Jadi ini rumah Kak Bian?"
"Iya dong, masa saya parkir di rumah orang. Nanti dikira debt collector mau nagih hutang."
Naifa tertawa pelan mendengar candaan suaminya. Walau baru menikah seminggu, bisa dibilang mereka cepat akrab. Karena mereka sudah mengenal sebelumnya saat Bian masih SMA.
Naifa masuk ke dalam rumah bernuansa hitam putih. Tak banyak hiasan rumah yang aneh, namun melihat beberapa action figure yang ada di rak kaca bisa dibilang kalau Bian punya banyak uang.
"Ini kan Nanami Kento," ucap Naifa saat melihat sebuah action figure pria berbadan tegap dengan rambut kuning, kemeja biru dan juga dasi corak khasnya.
"Kok kamu bisa tahu?"
"Jelas dong, dia kan husbu aku," jawab gadis itu malu-malu.
"Bocil kok sukanya om om, pantes aja jodohnya juga om om."
Mendengar ucapan Bian, Naifa mendengus kesal. Dia pun duduk di Sofa dan menaruh tas di atas meja.
"Kenapa malah duduk disini, ayo kita ke kamar." Ajak Bian pada istrinya.
"Ih Kak Bian mau ngapain sih, kan perjanjiannya juga kalau aku bersedia."
"Bersedia apa? Itu pakaian kamu memangnya gak mau kamu rapihin."
Naifa melihat tasnya di atas meja, lalu tersenyum pada suaminya.
"Ehh iya juga yah, kamar aku dimana kak?"
"Disini, ayo cepat. Keburu malam banget, besok saya ada meeting di kantor."
Naifa pun segera membawa tas nya dan masuk ke sebuah kamar yang luas, rapi, dan juga mewah.
"Ini kamar aku?" Tanya Naifa yang masih tak percaya.
"Iya, ini kamar kita."
Naifa langsung melirik pada Bian, dia masih enggan sekamar dengan pria itu. Namun apalah daya, ini bukan rumahnya dan Bian yang lebih berkuasa. Menuruti suami, itulah yang lebih baik untuk sekarang.
"Lemarinya mana kak?" Tanya Naifa yang tidak menemukan lemari di kamar itu.
Bian menggenggam tangan istrinya, membawa ke sebuah ruangan lain yang ternyata ada lemari kaca dan juga bersatu dengan musholla pribadi. Naifa takjub melihatnya, apalagi dengan koleksi jas milik sang suami. Bian membuka lemari yang kosong, dan Naifa menaruh pakaiannya.
"Dilihat dari manapun, pakaian aku sama Kak Bian bagai hotel bintang 5 sama warung remang." Gumam Naifa ketika melihat pakaiannya yang murah tergantung di lemari kaca berdampingan dengan pakaian Bian.
"Udah beres, sekarang kita bobo," ucap Bian sambil mendekatkan wajahnya pada Naifa. Dia sangat senang ketika melihat wajah istrinya yang panik, apalagi saat semburat merah muncul di pipinya. Seperti namanya, humaira.
"Iya, iya. Ayo kita bobo."
Jantung Naifa berdebar, malam ini dia akan tidur di tempat yang sama dengan sang suami.
"Padahal ada kamar lain, kenapa aku gak bobo disana aja."Gumamnya dalam hati. Naifa yang pasrah pun memejamkan matanya di atas kasur empuk dan nyaman yang membuatnya gampang terlelap sampai ke alam mimpi.
***
Suara adzan berkumandang menembus telinga Naifa yang masih terlelap, dia pun membuka mata walau rasa ngantuknya masih menyerang.
"Eh kok aku bobonya sendiri," Naifa terkejut melihat Bian tak ada di sampingnya. Namun saat mendengar suara pintu terbuka, dia langsung berpura-pura tidur.
Bian yang keluar dari kamar mandi hanya mengenakan selembar handuk di pinggangnya, harus melewati kasur menuju walk in closetnya. Naifa yang berpura-pura tidur tak sengaja melihat suaminya, melihat badan suaminya yang atletis membuatnya menelan ludah.
"Ya Allah, kuatkan iman hamba. Jangan sampai tergoda oleh roti sobek atau roti-roti lainnya."
Naifa berpura-pura memejamkan matanya, namun entah apa yang membuat Bian tiba-tiba berhenti dan menghampiri istrinya yang masih terbaring di kasur.
"Dasar bocil, bisa-bisanya bocil ini yang jadi istriku." Gumam Bian dalam hati. Sambil tersenyum, dia pun masuk ke dalam walk in closetnya.
"Mandi dulu ah, siapa tahu otak dan hatinya juga ikut bersih."
Naifa segera pergi ke kamar mandi yang semalam sudah ditunjukkan suaminya. Terdapat shower dan juga tempat wudhu yang terpisah. Belum lagi toilet yang berada di ujung, membuat Naifa yakin jika Bian pria yang sangat menjaga wudhunya.
"Wah, ini sabunnya mahal banget kan. Mana wangi banget lagi, lah odol nya juga yang viral di tiktok. Kak Bian kerja apa sih, kok bisa punya rumah bagus sama barang-barang mahal." Naifa diam-diam bersyukur bisa menikah dengan Bian, karena dia bisa merasakan hal yang belum tentu bisa dirasakan di rumahnya.
Selesai mandi dan berwudhu, Naifa pun mengambil bathrobe yang menggantung. Seolah Bian memang sudah prepare menyediakan segalanya untuk sang istri, yang seharusnya itu Sofia.
Tiba-tiba Naifa murung, jika mengingat kakaknya. Entah kenapa timbul rasa cemburu di hatinya, karena Bian dari awal menyiapkan semuanya untuk sang kakak.
"Ah sudahlah, yang jelas aku sekarang istrinya. Sudah Naifa, kamu sekarang yang ada disini dan menikmati semua fasilitas rumah ini. Tapi kasihan juga sama Kak Sofia," begitulah Naifa, bocah labil yang perasaannya berubah-ubah.
Gadis cantik itu keluar dengan memakai bathrobe dan dengan pedenya masuk ke dalam walk in closet tanpa tahu jika Bian masih ada di dalamnya.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....