NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Perasaan yang Tak Biasa

Malam mulai merambat turun, langit yang tadinya cerah kini berubah menjadi kelabu kebiruan. Lampu kamar Leon menyala hangat, menerangi suasana hening di dalam rumah itu. Di sudut ruangan, Leon duduk di kursi rodanya, menghadap jendela besar yang menampilkan pemandangan kota yang perlahan mulai diselimuti malam.

Nayla berdiri tak jauh di belakangnya, ragu-ragu. Ia menatap punggung Leon dengan sorot mata yang penuh harap, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bicara.

“Tu-Tuan…” panggilnya pelan.

Leon menoleh perlahan, menatap wajah lembut Nayla yang tampak gelisah.

“Ada apa?” tanyanya dengan suara tenang.

Nayla menunduk, menggenggam ujung bajunya, lalu berkata dengan hati-hati. “Besok… ketika Tuan sudah berangkat ke kantor, bolehkah saya... mengunjungi ayah sebentar?”

Ia mengangkat pandangan sekilas, mencoba membaca ekspresi Leon, namun segera kembali menunduk, takut kalau permintaannya dianggap lancang.

“Saya… rindu dengan Ayah. Ingin melihat keadaannya langsung, Tuan. Tapi tentu saja… hanya jika Tuan mengizinkan,” lanjut Nayla lirih.

Leon tak langsung menjawab. Tatapannya kembali mengarah ke luar jendela, sejenak hening menguasai ruangan. Lalu, ia berkata pelan namun mantap, “Tidak boleh.”

Nayla terdiam. Matanya melebar, namun ia menunduk semakin dalam, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang mulai mengembang di matanya.

Leon menghela napas pelan, lalu menoleh kembali padanya. “Sudah pernah kukatakan, kan? Kau harus selalu berada di dekatku, ke mana pun aku pergi. Aku tidak suka jika kau pergi, bagaimana jika aku memerlukan sesuatu?”

Nada suara Leon terdengar tegas, namun samar-samar ada senyum tipis di bibirnya yang tidak terlihat oleh Nayla yang masih menunduk.

“Baik, Tuan… saya mengerti,” jawab Nayla lirih, berusaha menerima meski hatinya sedikit kecewa.

Tapi tiba-tiba, suara Leon kembali terdengar, kali ini lebih hangat. “Tapi… besok sepulang dari kantor, kita pergi bersama. Aku akan ikut menemanimu mengunjungi ayahmu.”

Nayla langsung mengangkat wajahnya. Matanya membulat, wajahnya yang semula murung berubah cerah seketika. Tanpa sadar, ia berjongkok di depan Leon dan memegang lengan pria itu dengan kedua tangannya.

“Benarkah, Tuan? Saya tidak salah dengar, kan? Tuan benar-benar akan mengizinkan saya pulang dan bahkan ikut menemani?” tanyanya penuh semangat, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Leon mengangkat sebelah alis, memandang Nayla yang kini begitu dekat dengannya.

“Kamu sedang apa, hah? Kamu cari-cari kesempatan, ya?” godanya sambil memicingkan mata.

Mendengar itu, Nayla buru-buru menarik tangannya dan menunduk lagi. Wajahnya memerah. “Maaf, Tuan… saya hanya terlalu senang dan ingin memastikan bahwa saya tidak salah dengar,” ujarnya gugup.

Leon menyeringai. “Atau jangan-jangan... kamu senang bukan karena diizinkan pulang, tapi karena aku ikut? Hmm?” Leon semakin menggoda.

“Tidak begitu, Tuan… mana ada…” jawab Nayla tergagap, mencoba menyangkal, tapi pipinya justru semakin bersemu merah. Ia sendiri bingung, kenapa hatinya begitu berdebar ketika tahu Leon akan ikut bersamanya ke rumah.

Leon terdiam sejenak. Ia menatap wajah Nayla yang malu-malu itu. Ada yang aneh di dalam dadanya. Perasaan hangat dan gemas yang tidak biasa. Ia heran, kenapa dirinya tiba-tiba ingin ikut Nayla pulang, padahal jelas-jelas ia bisa menyuruh supir untuk mengantar Nayla sendirian.

“Kenapa aku ingin ikut? Bukannya aku punya banyak pekerjaan di kantor?” batinnya bertanya-tanya. Tapi ia tak menemukan jawaban pasti.

Tak ingin terlalu larut dalam perasaan yang mulai mengganggunya, Leon cepat-cepat mengalihkan topik.

“Sudahlah, jangan terlalu senang begitu. Sana, buatkan aku minuman dingin. Aku haus,” ucap Leon sambil berpura-pura acuh.

“Baik, Tuan. Saya akan segera membuatkannya,” jawab Nayla antusias.

Nayla pun beranjak keluar kamar dengan langkah ringan. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya sejak mendengar kabar bahwa Leon akan ikut mengantarnya pulang. Bahkan saat hendak memasuki lift, Nayla masih terus tersenyum sendiri seperti orang yang sedang jatuh cinta.

Sementara itu, di dalam kamar, Leon menghela napas panjang. Ia menatap dada kirinya, lalu mengusapnya perlahan.

“Apa sebenarnya yang terjadi denganku?” pikirnya. “Kenapa aku merasa... aneh seperti ini?”

---

Saat pintu lift terbuka di lantai bawah, Nayla melangkah keluar dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. Hatinya terasa ringan setelah mendapat izin dari Tuan Leon untuk menjenguk ayahnya besok. Namun, baru saja ia melangkah beberapa meter, suara sinis yang cukup familiar terdengar menghentikan langkahnya.

"Wah, wah, wah… enak sekali ya jadi pekerja yang spesial," sindir Lisa sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Pekerja lain harus repot naik-turun tangga, tapi kau enak-enakan pakai lift sendirian, bahkan tanpa Tuan Muda. Dan lihat itu… senyum manis tak lepas dari wajahmu. Sepertinya kau sedang sangat bahagia, ya?"

Nayla menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Lisa dengan dahi berkerut. "Memangnya kenapa kalau aku menggunakan lift? Bukankah tak ada larangan dari Tuan atau Nyonya? Lagi pula, aku hanya ingin lebih cepat menyelesaikan tugas. Tuan Leon tadi memintaku membuatkan minuman dingin, dan aku tak mau membuatnya menunggu terlalu lama," jawab Nayla tenang meski dalam hatinya mulai kesal.

"Alasan! Semua itu cuma alasan saja," Lisa menjawab dengan nada tinggi, suaranya mulai memancing perhatian beberapa pegawai lain yang melintas. "Aku lihat, akhir-akhir ini kamu makin berani ya. Terlalu dekat dengan Tuan Leon, seolah-olah kamu lebih dari sekadar perawat atau pembantu rumah tangga. Apa kau pikir dirimu istimewa?"

Nayla menarik napas panjang, mencoba menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Lisa. "Lisa, kalau kamu punya waktu untuk memperhatikan senyumku atau melihat siapa yang aku dekati, lebih baik waktu itu kamu gunakan untuk menyelesaikan tugasmu sendiri. Kita bekerja di rumah ini dengan tugas masing-masing. Aku tidak pernah mengganggu pekerjaanmu, jadi aku harap kamu juga tidak mengganggu urusanku."

Tanpa menunggu balasan dari Lisa yang terdiam dengan tatapan tajam, Nayla segera berlalu. Dia tahu dirinya tidak boleh terpancing emosi, apalagi ketika Tuan Leon sedang menunggu minuman pesanannya.

Saat hendak memasuki dapur, Nayla berpapasan dengan Dika, salah satu tukang kebun di rumah itu. Dika yang baru saja membereskan alat-alat kebun setelah seharian bekerja, tersenyum sopan begitu melihat Nayla melintas.

"Eh, Mbak Nayla," sapa Dika dengan nada ramah. "Belum istirahat juga? Sudah malam, loh."

Nayla membalas dengan senyum tipis. "Belum, Mas Dika. Tadi Tuan Leon minta dibuatkan jus, jadi aku ke dapur sebentar."

"Oh, gitu…" Dika mengangguk. "Tapi hati-hati ya, jangan terlalu lelah. Kamu kelihatan capek."

Nayla tersenyum lebih tulus mendengar perhatian itu. "Terima kasih, Mas. Aku biasa kok. Sudah terbiasa dengan ritme kerja di sini."

Tanpa menunggu respons lebih lanjut, Nayla kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ia tak ingin membuat Tuan Leon menunggu terlalu lama.

Lisa yang sedari tadi mengamati dari kejauhan langsung mendekati Dika dengan langkah cepat dan nada suara yang ketus.

"Heh, kamu tadi senyum-senyum sama Nayla, ya?" tanyanya sambil memelototi Dika.

Dika menoleh, sedikit heran. "Ah, aku cuma menyapa. Kenapa emangnya? Aku cuma menghargai dia, dia kan sopan dan rajin juga."

Lisa mendengus, lalu bersedekap. "Rajin, ya? Sok manis lebih tepatnya. Jangan tertipu oleh wajah polos dan senyum sok lugu itu. Dia itu penjilat kelas kakap. Makanya Tuan dan Nyonya jadi dekat dengannya."

Dika mengangkat alis, sedikit tersenyum geli. "Kamu ini serius banget ngomongin dia. Sepertinya kamu cemburu ya?"

Lisa langsung membantah keras. "Apa?! Cemburu?! Aku? Mana mungkin aku cemburu sama perempuan seperti dia! Dia bukan sainganku! Dia itu cuma perawat bayaran. Wanita seperti itu hanya bisa cari perhatian!"

Dika menahan tawa. "Iya, kamu benar. Dia bukan saingan kamu…" ucap Dika, lalu menambahkan sambil berjalan meninggalkan Lisa, "…karena dia jauh lebih cantik dari kamu."

"Heh! Apa kamu bilang?! Dika, kamu bicara sembarangan ya! Matamu itu rabun atau buta!" teriak Lisa, namun Dika sudah terlalu jauh untuk mendengarnya.

Dengan wajah memerah karena marah dan malu, Lisa mengepalkan tangan erat-erat. "Sialan! Nayla, entah apa yang kamu pakai sampai bisa membuat banyak pria memperhatikanmu. Tapi aku tidak akan tinggal diam. Aku harus cari cara agar kamu kena batunya!"

Namun hingga saat ini, Lisa masih belum punya ide apa yang bisa dilakukannya tanpa membuatnya sendiri terkena masalah. Tapi yang jelas, dia tidak akan membiarkan Nayla terus-menerus menjadi pusat perhatian.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!