Menikahi Calon Adik Ipar

Menikahi Calon Adik Ipar

Pertemuan Dua Keluarga

"Yah hujan, bagaimana ini? Mana gak bawa payung lagi."

Naifa Humaira Wahid, gadis yang baru berumur 18 tahun itu baru pulang dari les tambahannya di sekolah. Namun sore itu hujan tiba-tiba mengguyur deras saat dirinya keluar dari gerbang sekolahnya. Gadis itu lupa membawa payung bergambar kuromi miliknya, dan berlari menuju saung yang ada di pinggir warung kopi untuk berteduh.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya, kaca mobil pun terbuka dan menampakkan seorang pria yang berumur sekitar 27 tahun.

"Daripada nunggu hujan berhenti, mending ikut naik mobil saya saja, nanti saya anterin sampai rumah. Hujannya gak akan berhenti sampai malam."

Naifa terkejut sekaligus merinding, pria yang kelihatan seperti om-om itu tiba-tiba mengajaknya untuk naik mobilnya.

"Ga usah om, saya lebih baik pulang nunggu hujan reda, atau basah-basahan daripada di culik om-om," Ucap Naifa sambil memalingkan wajahnya.

"Saya berniat baik saja pada kamu dek, daripada nanti susah untuk pulang. Tapi kalau kamu gak mau, saya gak akan maksa."

Pria itupun kembali melajukan mobilnya, namun sepersekian detik berhenti dan melemparkan sesuatu pada Naifa.

"Pakailah, jangan sampai pulang malam," ucap pria itu sembari kembali melajukan mobil avanza miliknya.

Naifa merasa aneh dengan sikap om-om itu. Namun, payung yang di lemparnya dirasa cukup untuk melindunginya dari air hujan.

"Lumayan lah daripada pulang malam, Terima kasih yah om." Ucapnya sambil berjalan melewati hujan dengan menggunakan payung dari om-om yang tak dikenalnya.

"Assalamualaikum," ucapan salam Naifa terdengar sampai dapur. Ibunya yang tengah memasak segera menemui putrinya, dia takut jika putrinya pulang dalam keadaan basah kuyup.

"Walaikumsalam, eh dapat payung darimana? Kan payung kamu ketinggalan disini," ucap ibunya sambil menunjukkan payung miliknya di sudut tembok belakang sofa.

"Dapat dari om-om."

"Om-om siapa? Hati-hati Naifa, takutnya besok dia nemuin kamu lagi terus ngajak kamu pulang bareng. Awas yah, kamu jangan ikut sama orang yang ga dikenal." Ibunya begitu khawatir pada putri keduanya, diibaratkan buah, Naifa bisa dikatakan sedang ranum-ranumnya. Apalagi dia memiliki wajah cantik, dengan mata yang besar dan buku matanya yang lentik.

"Umi, tenang saja. Tadi sebenarnya om itu nawarin aku pulang, cuma sama aku di tolak karena takut. Eh tiba-tiba dia lempar payung."

"Berarti Allah melindungi kamu, ya sudah ganti baju dulu sana. Terus shalat ashar." Ucap Ibunya sembari pergi ke dapur melanjutkan kembali masakannya yang tertunda.

Naifa menganggukan kepalanya, dia pun bergegas masuk ke kamarnya dan mengganti seragamnya yang sedikit basah dengan daster rumah yang cukup panjang, belum lagi jilbab parisnya yang berwarna putih basah kuyup karena sudah terkena hujan dari awal.

Suara handphonenya berbunyi, dan melihat nama kakaknya yang ternyata menghubunginya.

"Assalamualaikum Kak Sof, ada apa?" Tanya Naifa pada kakaknya.

"Abi udah pulang belum Nai? Kalau belum tanyain Umi aja, mau di bawakan apa? Soalnya kakak sekarang pulang mau main dulu ke bazaar makanan."

"Umi, kata kak Sof mau di bawain apa?" Tanya Nai yang segera menemui sang ibu di dapur.

"Bawa Mie ayam aja, kalau Abi pasti maunya gorengan."

"Kalau Nai mau nitip apa?"

"Aku maunya dimsum aja deh," jawab Naifa sambil duduk dan menyalakan televisi.

"Oke, yaudah kakak balik kerja lagi. Nanti di marahin pak Bos." Sofia mematikan panggilannya, dan kembali serius dengan pekerjaannya.

***

Kedua bapak-bapak terlihat bersalaman, seolah telah membuat sebuah kesepakatan. Terlihat satu rombongan keluarga yang keluar dari rumah Pak Wahid yang juga diantar oleh Pak Wahid dan istrinya sampai ke pintu depan. Duduk di sofa, Sofia dengan wajah cemberutnya karena tak menyangka jika dia harus menyetujui perjodohan ini.

"Kenapa Abi gak pernah dengar maunya Sofia, Sofia gamau sama perjodohan ini." Amukkan Sofia keluar setelah keluarga teman sang ayah pergi. Pak Wahid, ayah Sofia mencoba menjelaskannya. Dia tak ingin jika harus ingkar janji pada sahabatnya itu.

"Abi sudah berjanji sejak dulu, untuk menjadi besan dari Sidiq dan menikahkan putranya dengan putri Abi. Abi tak bisa ingkar janji, apalagi Sidiq adalah orang yang paling berjasa besar bagi hidup kita. Abi mohon kamu mengerti, Abi yakin jika kamu pasti akan disenangkan dan dibahagiakan oleh putra dari Pak Sidiq."

"Tapi Sofia gak mau, Abi gak bisa paksakan Sofia untuk menerima pinangan dari keluarga Pak Sidiq." Sofia terus melawan ayahnya, namun ayahnya bersikeras mengambil keputusan ini tanpa persetujuannya.

"Abi tak mau membuat Sidiq kecewa, apalagi kamu bisa ada di posisi ini karena bantuan dari beliau. Bayangkan jika Sidiq saat itu tidak membantu perekonomian kita, bisa saja kita tidak punya rumah dan usaha sebesar sekarang." Penjelasan dari Wahid membuat Sofia makin geram, dia seakan telah di jual oleh sang ayah untuk melunasi hutang yang dulu dipinjamkan Pak Sidiq pada keluarganya.

"Ya kenapa gak Naifa aja sih, kenapa harus Sofia?"

"Naifa masih sekolah, sementara kamu sudah ada di usia yang siap untuk menikah, " ucap sang ayah dengan lantang.

Sofia hanya menggelengkan kepalanya dan pergi dari hadapan sang ayah. Sementara istrinya mencoba untuk memberikan sudut pandangnya pada sang suami.

"Abi, Sofia sudah bukan anak kecil yang hidupnya di atur semau kita. Dia pasti menginginkan pernikahan dengan pasangan yang di inginkan. Sudahlah, kita cukup jelaskan pada Sidiq, dia pasti mengerti," Ucap Midah yang mencoba memberi pengertian pada sang suami.

Namun watak Wahid yang keras kepala membuatnya semakin yakin jika pernikahan ini tetap harus dilaksanakan. Apalagi waktunya sudah di tentukan, membuat Wahid tak bisa membatalkan secara sepihak.

Keadaan rumah Pak Wahid yang sebelumnya hangat, kini berubah menjadi dingin. Seakan tinggal di rumah orang asing, Sofia tak mau lagi berbicara pada sang ayah. Bahkan diapun mendiamkan ibu dan adiknya. Perubahan sifat Sofia membuat Naifa merasa kehilangan, karena selama ini kakaknya memiliki watak yang ceria dan suka mencairkan suasana.

Malam sebelum akad pernikahan tiba, saudara jauh datang ke rumah Wahid untuk membantu segala persiapan pernikahan. Wedding organizer sudah mulai menghias rumahnya, dengan pelaminan yang cukup indah dihiasi bunga mawar artificial berwarna baby pink dan juga baby breath putih menambah kesan anggun. Sofia yang meminta dekorasi pelaminannya, walaupun ini bukan pernikahan yang di inginkan, dia tetap ingin mengatur sebagiannya. Apalagi biayanya semua berasal dari keluarga Pak Sidiq, calon mertuanya. Sang ayah yang merasa senang ketika Sofia mulai menerima dengan pernikahannya dan kembali berbicara padanya, tak sedikitpun menaruh curiga pada putri sulungnya.

Namun saat Naifa hendak masuk ke kamar Sofia untuk menghiasinya menjadi kamar pengantin, sesuatu yang tak terduga terjadi pada sang kakak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!