Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.
Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.
Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?
Yuk, ikuti kisah Alana di sini.
Selamat membaca. ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 | Anak baru
"Na, ayo cepetan ikut."
Sisi menarik paksa tangan Alana yang masih fokus menyalin pelajaran dari papan tulis, membuatnya menggebrak meja dengan kasar.
"Apaan sih! Nggak liat orang lagi sibuk?" Tangannya menarik alat tulis dan berpindah duduk di bangku paling depan.
"Minggir!" Bentaknya pada seorang siswi yang duduk di sana.
Sisi masih terpaku di tempat, dia menatap Alana tanpa berkedip. Beberapa saat kemudian dengan semangat, gadis itu kembali menghampiri sahabatnya dan membujuk agar mau ikut keluar kelas.
"Ayo dong, Na. Bentar aja, lagian nggak ada guru juga. Ini penting banget, aku baru dapet info dari kelas sebelah. Ada "prince charming" di ruang tata usaha, katanya pindahan gitu. Eh tahu nggak, dia ganteng banget, Na. Nih liat, kasep pisan euy. Liat, Na." Sisi memperlihatkan layar handphone tepat di depan wajah temannya yang masih sibuk menulis.
Alana menarik napas panjang, lalu menatap Sisi dengan wajah merah padam, tangannya sudah menggenggam erat hingga terlihat jelas buku-buku jarinya.
Vio yang melihat itu, segera berlari ke depan dan menarik Sisi keluar sebelum ada gunung meletus di kelas mereka.
Alana kembali melanjutkan aktivitas yang sempat terjeda, dengan cepat dia menyelesaikan pekerjaannya sebelum bel pergantian pelajaran berbunyi.
"Makasih," ucapnya ketus pada dua siswi yang duduk berhimpitan di sampingnya. Dia kembali ke tempat duduk di barisan paling belakang dekat dinding. Tempat favorit dan tak ada satu pun teman yang berani mengusiknya untuk pindah.
Sesuai prediksi, bel berbunyi nyaring. Sisi dan Vio berlarian masuk kelas dengan wajah penuh keringat namun senyuman tak pudar dari wajah mereka. Sisi langsung duduk di samping Alana dan kembali memperlihatkan layar ponselnya.
"Nih, Na. Ganteng banget kan? Katanya sih dari Mahardika. Plot twist-nya, dia juga kelas XI sama kayak kita. Semoga aja dia masuk di kelas ini." Sisi menangkupkan kedua telapak tangannya dengan mata terpejam.
Alana tak menggubris celoteh temannya, dia mengeluarkan buku dan alat tulis sesuai jadwal.
Tak berselang lama, seorang guru wanita yang anggun berjalan memasuki ruang kelas. Sisi dengan cepat kembali duduk di samping Vio, tepat di depan Alana yang duduk seorang diri.
"Selamat pagi anak-anak, bagaimana kabar kalian? Sudah belajar?" Guru itu tersenyum lembut mengedarkan pandangannya.
"Kaya ada bau-bau nggak enak ini mah. Gimana?" Bisik Sisi diikuti gelengan lemah dari teman sebangkunya.
"Mati-lah kita." Mereka berdua menepuk kening bersamaan, menciptakan bunyi yang cukup nyaring dalam suasana kelas yang hening.
Bu Ines menatap kedua siswi yang kini menunduk.
"Sisi, Vio. Ada apa? Kalian tidak belajar?" Suaranya membelah kabut ketegangan yang tiba-tiba muncul di ruang kelas.
Baik Sisi maupun Vio sama-sama menggeleng lalu memaksakan senyuman.
"Oke, kita lanjut ya. Simpan semua buku dan letakkan ponsel kalian di meja saya, se-ka-rang!"
Seperti biasa, yang duduk paling depan bertugas mengumpulkan.
"Mana hp-mu, Si? Cepet sini, keburu ngamuk tuh." Vio merebut benda pipih di tangan temannya lalu menyerahkan pada siswa yang masih berdiri di dekat mereka.
Tanpa diminta, Alana sudah meletakkan ponselnya di ujung meja. Dengan tenang, dia mulai mengerjakan soal demi soal yang diberikan guru tanpa kesulitan. Dia termasuk salah satu murid berprestasi di SMA Bhayangkara ini. Sejak awal masuk, Alana sudah menjadi buah bibir di kalangan guru bahkan sesama murid karena nilainya yang cukup memuaskan.
Detik demi detik berlalu, suara peringatan dari guru mulai terdengar santer di telinga.
"3 menit lagi harus dikumpulkan. Kalau tidak, akan Ibu beri nilai nol."
Seisi kelas mulai ribut, terlebih Sisi dan Vio yang melirik ke belakang, berharap Alana akan memberi contekan.
Dengan anggun, gadis itu berdiri dan berjalan melewati meja kedua temannya.
"Makanya belajar." Alana tersenyum kecil dan melenggang ke meja guru diiringi senyuman kecut dari sahabatnya.
"Waktu habis, cepat kumpulkan. Ibu hitung mundur ya, 3 ... 2 ... "
Suasana kelas semakin kacau, terlebih barisan cowok yang mayoritas tak pernah belajar dan lebih mementingkan penampilan.
"Apaan ngitung dari 3, pelit amat sih." Rio mengumpat pelan dengan keringat di kening. Tangannya gerak cepat menulis jawaban hasil mengarang, entahlah memang sepertinya sudah tradisi turun temurun jika pelajaran Matematika adalah ilmu pasti yang terkadang menjadi momok paling menakutkan di sekolah.
"Waktu habis. Oke, semua sudah mengumpulkan ya, Ibu harap nilai kalian lebih baik dari pertemuan kita sebelumnya. Untuk kali ini ... "
Suara ketukan membuat guru dan seisi kelas menatap ke arah pintu yang tertutup. Bu Ines, si guru Matematika itu beranjak membukakan pintu lalu mempersilahkan masuk.
Ruang kelas yang tenang, kembali riuh oleh suara penghuninya yang saling bersahutan.
"Tuh kan, Sisi emang paling bener kalau ngasih info." Vio hanya mengacungkan ibu jarinya dengan senyum getir.
"Baik anak-anak, kelas kalian kedatangan teman baru ... perkenalkan namamu, Nak," ucapnya lembut pada seorang siswa yang terlihat berdiri santai dengan seragam yang berbeda.
Dia mengangguk lalu sedikit melangkah maju, mengedarkan pandangannya lalu menyebut identitas dengan percaya diri.
"Halo semua, kenalin namaku Manggala Putra, kalian bisa panggil aku Gala. Aku pindahan dari SMA Mahardika dan mohon kerja samanya. Terima kasih."
Seisi kelas mulai ribut, terlebih para siswi yang kagum melihat penampilan anak baru yang cukup keren dengan wajah ganteng dan hidungnya yang mancung.
"Semua tenang. Baik Gala, kamu boleh duduk di ... " Bu Ines mengedarkan pandangannya lalu menunjuk ke barisan paling belakang.
"Nah, kamu duduk di samping Alana ya."
Mendengar itu, Alana segera berdiri.
"Maaf, Bu. Ini sudah ada yang nempatin."
"Vi, mundur sini, cepet." Kaki Alana berhasil menggoyangkan kursi Vio yang duduk tepat di depannya.
"Nggak ada protes-protesan. Gala, kamu duduk di sana ya. Kita akan lanjutkan materi."
Dengan kesal, Alana tak sedikit pun menoleh saat teman barunya duduk dan mengajak berkenalan. Berbeda dengan Sisi yang berulang kali menoleh ke belakang lalu mengulurkan tangan, dengan centil dia menyebutkan namanya.
"Hehe, maaf ya." Vio tersenyum simpul lalu menarik Sisi agar kembali menghadap ke depan.
Pelajaran kembali berlangsung tanpa ada keributan lain hingga bel tanda istirahat berdering.
Alana dengan cepat berdiri dan pergi begitu saja, membuat Sisi dan Vio buru-buru mengejar.
"Na ... tungguin!" Namun Alana tetap melangkah keluar kelas tanpa sedikit pun menoleh.
"Lah, ke mana tu orang? Bentar doang udah ngilang aja." Sisi dan Vio celingukan di depan kelas mencari sosok temannya yang kini entah di mana.
"Kantin, ya kita ke kantin coba. Mungkin dia lagi kelaperan jadi buru-buru." Sisi menarik tangan Vio ke arah kantin.
Sementara itu di lain tempat, tepatnya di aula yang sepi, Alana duduk seorang diri dengan tangan menggenggam erat sebuah botol minum.
Wajahnya memerah tanda tengah menahan amarah yang siap meledak kapan pun. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan sebuah nama, namun gadis itu tetap pada posisinya dan kembali mengatur napas meredakan gejolak emosi di dada.
Sisi menggeleng setelah mencoba berulang kali menghubungi Alana namun tak ada hasil. Dia dan Vio kembali mengedarkan pandangan ke penjuru kantin berharap sahabatnya ada di antara pengunjung kantin yang saling berdesakan.
"Ah, bodo amat. Aku laper nih, mau makan apa, Vi?" Sisi menepuk lengan Vio yang masih menggenggam ponsel, mereka menuju salah satu pedagang lalu ikut mengantri di sana.
Di dalam kelas, Gala hanya duduk sambil memainkan ponsel di tangan. Beberapa siswa menatap lalu mengajaknya kenalan.
"Hai, Bro. Kenalin gue Rio, ini Adit sama Juna." Mereka saling berjabat tangan. Tak butuh waktu lama, keakraban langsung muncul membuat obrolan mereka semakin santai.
"Bro, lo kudu ati-ati sama Alana, dia tuh singa di kelas kita. Pokoknya tu cewek 'senggol bacok' deh." Rio memberikan wejangan pada teman barunya, mengingat Alana tak seperti cewek kebanyakan yang akan luluh oleh tampang.
Gala hanya mengangguk tapi senyum tipis menghiasi sudut bibirnya.
Se-mengerikan apa tu cewek?
Batin Gala dengan wajah penasaran.
*
jika berkenan mampir juga yuk ke karya ku.