Bab 2

Pria tampan berambut hitam panjang itu bernama Evans Galen usianya sekitar 27 tahun. Mempunyai mata yang indah berwarna biru dengan alis yang tebal serta hidung yang mancung dipadukan dengan warna kulit yang putih.

Evans yang merupakan darah campuran mempunyai fisik yang sangat bagus dengan tinggi sekitar 189cm dan badan yang ideal.

Tidak ada yang berani memanggilnya dengan nama depannya, orang-orang hanya di perbolehkan memanggilnya dengan nama belakang milik keluarganya.

"Tuan Galen, silahkan turun kita sudah sampai" ucap Ben salah satu pria yang sebelumnya membawa Diana.

"Galen? sepertinya aku pernah mendengar nama itu" benak Diana.

"Diana.. ingat! jangan buat masalah dan lakukan apapun yang ku perintahkan" kata Pria itu.

"Ta.. tapi"

"Sudah tidak ada kata tapi, sekarang turun dan ikut masuk bersamaku" perintahnya dengan tegas.

"Semua ini tidak adil, kenapa aku harus mengikuti perintahmu dan siapa anda berani mengatakan banyak kata kejam, haah!! pokoknya aku tidak mau mengikuti perintahmu! aku mau pulang, tolong lepaskan aku" berontak Diana tak ingin menuruti perintah darinya.

Evans merasa pusing mendengar ocehanan Diana dengan suara melengkingnya.

"Berisik! Ben berikan kertas itu untuknya agar dia bisa diam! setelah itu pastikan dia masuk ke kamarnya!" perintah Evans merasa muak.

"Baik Tuan"

Ben memberikan kertas berisikan perjanjian antara pemberi hutang dan penghutang tertulis jelas disana.

"A.. apa ini semua?" Diana sangat terkejut membaca kertas itu.

"Sudah paham posisimu bukan? lebih baik menurut saja dan jangan pernah membuat Tuan marah, paham!" ucap Ben.

"Tidak.. tidak mungkin! semua ini pasti tipuan! lepas! lepaskan aku" Diana sangat ingin kabur dari sana namun tangannya di genggam erat dan di seret paksa masuk kedalam rumah besar itu.

Diana benar-benar tidak menyangka bahwa kakaknya dengan tega menjualnya sebagai jaminan pelunasan hutang. Padahal selama ini Diana tidak pernah menyusahkannya bahkan Diana hidup dan berjuang sendiri ketika kakaknya merampas semua warisan orang tuanya.

"Hiks.. sial*n! kenapa aku yang harus membayar hutangnya? aku bahkan berharap tidak di lahirkan dari rahim yang sama" gerutu Diana.

Brakk!

"Diam disitu dan pahami situasinya!" kata Ben menutup pintu kamar dengan keras.

"Haha.. gila! apa-apaan semua ini? apa masih ada perjanjian seperti itu di jaman sekarang? untuk apa juga orang kaya itu mau dibayar dengan orang seperti ku? bukannya uangnya tidak bisa dihitung lagi? kenapa bukannya mencari kakak sial*n itu maksudku orang sial*n itu yang menanggung hutangnya? hah!!"

Entah itu tertawa atau memaki, semua itu terlontarkan untuk kakaknya yang kejam serta Evans. Diana bahkan tidak menangis meski kondisinya sedang rumit.

"Sudahlah! lebih baik aku tidur dan berharap ini hanya mimpi semata" ucapnya dengan santai sambil berbaring di kasur yang empuk.

Meski dirinya sedang di kurung namun dia tetap berfikir tenang dan lebih mementingkan kondisi mentalnya agar tidak terpuruk dalam hal yang menakutkan seperti sekarang.

Diana akhirnya tidur setelah lelah berusaha meminta untuk di lepaskan. Dia bahkan belum memikirkan kondisi di kantornya saat dia tidak masuk kerja hari itu.

Sudah berjalan hingga tengah hari.

Karena Diana merasa lapar akhirnya dia bangun namun dia bingung bagaimana caranya dia makan jika keluar saja tidak di perbolehkan.

Krieett!

Tiba-tiba pintu kamarnya di buka dari depan. Raut wajah Diana yang awalnya suram kini menjadi lebih senang karena melihat makanan yang di bawa pelayan dirumah tersebut.

"Apa semua ini untukku?" tanya Diana dengan antusias.

"Silahkan dimakan dan mohon persiapkan diri anda karena setelah ini akan ada banyak hal yang harus anda lakukan" jawabnya dengan sopan.

"Ya, tidak masalah yang penting aku bisa makan. Terimakasih untuk makanannya" ucapnya.

"Kalau begitu saya permisi" kata pelayan itu keluar.

Dalam keadaan lapar, Diana tidak mau bersikap malu karena dia butuh banyak tenaga untuk menghadapi hal yang tidak mudah nantinya.

"Kemana pria arogan itu? pantas namanya tidak asing dan kelakuannya seperti itu. Sekarang aku tahu siapa dia, Galen setahuku adalah keluarga konglomerat tapi apa-apaan dengan keadaan ku sekarang? apa aku mau di jadikan budak? atau jangan-jangan, aku mau dijual keluar negeri. Haa!! sial nafsu makanku jadi berkurang memikirkan itu " celotehnya berhenti makan.

Diana mengira hidupnya yang tenang itu akan bertahan selamanya sampai tua namun kini sepertinya harapan untuk hidup tenang tidak akan terjadi setelah masuk kerumah ini.

"Omong-omong, kenapa kamarnya bagus dan luas, ya? bukannya aku akan jadi pembantu untuk menebus hutang si sial*n itu? kamar ini bahkan 3 kali lipatnya dengan kamar kost ku" ucapnya sambil menatap ke sekitar kamar itu.

"Haah! andai saja ini benar kamarku, pasti aku senang. Kasur ini bahkan sangat empuk berbeda dengan kasurku yang kecil"

*

*

Sore hari pun tiba dengan cepat.

Ceklek!

Pintu kamar dimana Diana berada tiba-tiba di buka namun Diana yang ketiduran, tidak tahu ada yang masuk.

"Nona! bangun" ucap gadis pelayan cantik itu dengan sopan.

"Eum.. siapa?" sahutnya masih mengantuk.

Diana dengan santainya terbangun dan sekali lagi harus menerima kenyataan.

"Oh? ternyata ini bukan mimpi?" sambungnya lagi.

"Cepat bangun Nona, saya akan membantu anda bersiap" pelayan itu meletakkan pakaian yang akan Diana kenakan.

"Kalau boleh tahu, sebenarnya aku akan dibawa kemana? dan siapa namamu sepertinya tadi bukan kamu yang kesini" ucap Diana merasa bingung.

Pelayan cantik dan muda itu tersenyum seolah melayani Tuannya sendiri padahal Diana sebelumnya di perlakuan seperti tamu dan seadanya.

"Saya Lili, kedepannya saya yang akan melayani Nona. Tuan tidak suka menunggu jadi saya harap Nona mau bersiap sekarang" jawabnya dengan sopan namun sedikit gemetar.

"Baiklah, terimakasih Lili"

Meski Diana tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya namun dia tetap mengikuti apa yang Lili bicarakan. Apalagi Lili terlihat baik dan ramah terhadapnya.

Diana mandi lalu berganti pakaian mewah yang sudah disiapkan dan tak lupa wajahnya dirias dengan natural namun membuatnya terlihat lebih cantik dari sebelumnya.

"Wah.. Nona sangat cantik! pasti Tuan akan menyukainya" Lili kagum melihat penampilan Diana.

"Terimakasih Lili, semua ini berkat kamu yang sudah membantuku tapi aku bahkan tidak berharap Tuan mu itu menyukaiku. Sebenarnya aku takut berada disini, bukannya aku hanya akan di jadikan pelayan? kenapa aku harus bersikap seolah merayu Tuanmu itu?" ucap Diana merasa sedih.

"Lebih baik Nona dengarkan saja apa permintaan Tuan" jawabnya dengan tersenyum.

Lili terlihat ikut sedih dibalik senyumannya setelah melihat ekspresi Diana namun dia tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya karena tugasnya hanya untuk membantu melakukan hal yang diperintahkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!