12

Zuin mendesah pasrah. Baiklah, malam ini ia akan tidur di sini dulu, besok baru memikirkan rencana baru. Matanya terus terusan melirik ke arah kamar Dastin. Ia berpikir apa saja barang-barang milik lelaki itu yang diambilnya sehingga ia keluar  sangat lama, seperti perempuan saja. 

Ketika sosok Dastin muncul dari balik pintu keluar kamarnya, Zuin hanya melihat pria itu memegang selimut, dan sebuah tas ransel besar. Gadis itu tertawa, hanya barang sedikit itu dan dia perlu waktu puluhan menit di dalam sana? Yang benar saja. 

Dastin meletakan selimut yang dibawanya dari dalam kamarnya di sofa samping Zuin duduk. Pandangannya turun ke Zuin.

"Masuklah." ucapnya menyuruh gadis itu masuk dengan kepala menunjuk kamar. Belum ada pergerakan dari Zuin. Gadis itu hanya menatapnya tanpa ada keinginan untuk berdiri dari situ sedikitpun.

"Kau tidur di sini?" tanya Zuin menunjuk sofa.

"Mm." sahut Dastin. Tangannya sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam ranselnya. Sebuah map warna kuning yang Zuin tidak tahu apa itu. Ia hanya mengira-ngira kalau map itu berisi berkas pekerjaan lelaki itu.

"Memangnya tidak ada kamar lain?" tanyanya lagi.

"Mm." lagi-lagi jawaban seperti itu yang didapatnya. Mata Dastin lebih fokus membaca lembaran kertas yang ia keluarkan dari map kuning itu.

"Kenapa tidak ada? Apartemen ini kelihatannya saja mewah tapi miskin ruangan. Aku tidak suka." kata Zuin lagi memberikan tanggapannya. Perkataannya berhasil membuat Dastin menghentikan kegiatannya sebentar dan menatapnya.

"Apa?" tantang Zuin mengangkat dagu tinggi-tinggi. Dastin menarik nafas panjang.

"Aku tidak punya waktu berdebat denganmu sekarang, sebaiknya kau masuk saja. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan karena dirimu, jadi jangan coba-coba mengganggu." ucapnya memberi peringatan.

Zuin berdecih lalu cepat-cepat berdiri, namun ia tidak berjalan kearah kamar. Langkahnya malah mau ke pintu keluar. Beruntung Dastin melihat dan cepat-cepat berdiri mencekalnya.

"Mau kemana? Kamarnya ada disana." lelaki itu menunjuk kamarnya dengan dagunya. Zuin berdecak malas.

"Aku tidak buta." balasnya ketus.

"Lalu kenapa kau berjalan ke arah sana?" tangan Dastin masih setia memegang pergelangan tangan Zuin. Gadis itu sangat banyak akalnya, jadi ia harus terus siaga kapan saja. Ini sudah malam, tidak baik ia membiarkan gadis itu keluar malam-malam begini. Ia sudah berjanji pada ayahnya, dan Dastin bukanlah tipikal orang yang suka ingkar janji. Apalagi kelakuan gadis labil didepannya ini memang butuh perhatian lebih. Dastin menyadarinya setelah bersamanya sejak kemarin dan sepanjang hari ini.

"Aku ingin membeli baju tidur, skincare dan peralatan mandi. Memangnya kau punya semua itu di tempat ini?" ujar Zuin terus menatap lelaki itu. Dastin menggeleng, mana ada dia barang-barang begitu. Skincare mana ada. Memangnya dia wanita? Yang benar saja. Hanya peralatan mandi saja yang dia punya dari semua yang disebutkan Zuin.

"Kalau begitu jangan halangi aku, aku sudah memutuskan malam ini akan tidur di sini, jadi kau tidak perlu takut aku kabur." kata Zuin mencoba melepaskan tangan Dastin dari pergelangan tangannya. Ia memasang raut wajah kesal karena pria itu tidak mau melepaskannya juga.

"Kau ingin berkelahi denganku lagi?!" tukas gadis itu kembali emosi. Dastin terkekeh. Dasar iblis kecil.

"Tunggu aku selesaikan pekerjaanku sebentar setelah itu aku akan mengantarmu. Tidak baik kau keluar sendirian malam-malam begini." ucapnya menurunkan tangannya perlahan dari pergelangan Zuin dan kembali memeriksa berkas yang tadi dibacanya.

Nada bicaranya berubah lebih lembut jadi Zuin memilih mendengarnya. Ia kembali duduk di sebelah kiri Dastin. Tanpa sadar dagunya bertengger dibahu pria itu dengan mata yang tak lepas dari berkas yang dibaca Dastin. Ia tidak mengerti berkas apa itu tapi  matanya terus saja menatap kesitu karena tidak ada kegiatan lain.

Dastin melirik gadis itu. Tidak pernah ada perempuan satupun yang berani dekat-dekat dengannya seperti ini, tapi gadis disampingnya sekarang begitu berani. Bahunya terasa berat karena gadis itu menopang dengan dagunya. Biasanya Dastin tidak mau membiarkan dirinya dekat dengan wanita, namun gadis ini berbeda. Meski berulang kali mereka berdebat dan saling menyerang, nyatanya itu tidak membuatnya membenci Zuin. Ia malah mulai merasa terbiasa dengan kehadiran gadis itu.

Dastin tersenyum tipis melihat Zuin memainkan bibirnya maju mundur menambah kesan imut dalam wajahnya. Sesaat kemudian ia menggeleng-geleng membuyarkan lamunannya. Oh ya ampun, kenapa dengannya? Fokus Dastin, fokus.

"Masih lama? Sebentar lagi aku akan mengantuk. Kalau sampai aku ketiduran dan kau belum selesai dengan kerjaanmu itu, kau akan aku..."

"Ayo pergi." Dastin menutup mapnya dan menatap Zuin. Mata Zuin kembali terbuka lebar. Akhirnya setelah menunggu lama.

Zuin mengikuti langkah Dastin berjalan ke parkiran. Mobil pria itu meluncur cepat dan berhenti di sebuah supermarket yang tidak begitu jauh dari apartemennya.

Zuin dengan senang hati mengambil semua barang-barang yang ingin dibelinya, bukan hanya skincare. Ia juga membeli begitu banyak cemilan. Dastin sampai terheran-heran menatapnya.

"Kau yakin akan menghabiskan itu?" Dastin bertanya dengan raut wajah tidak yakin. Segala macam jenis snack dengan aneka rasa berkumpul didalam keranjang belanja Zuin.

"Hm." Zuin mengangguk kuat. Ia bahkan menambahkan beberapa cemilan lagi.

"Zuin, kau akan sakit perut nanti." Dastin memberi peringatan namun Zuin tidak menggubrisnya. Ia tetap memasukkan apa saja yang dia mau hingga Dastin mendesah pasrah. Gadis ini satu-satunya yang mampu membuat seorang Dastin yang begitu terkenal di BIN merasa kewalahan. Mata pria itu melebar saat Zuin berjinjit menyentuh wajahnya dengan tiba-tiba. Oh, dia sungguh ingin melempar gadis ini jauh-jauh dari hadapannya sekarang juga.

"Merek apa yang kau pakai?" kening Dastin berkerut, tidak mengerti maksud pertanyaan Zuin.

"Merek?" ia tidak tahu apa maksud gadis itu.

"Skincare. Apa merek skincaremu?" 

Skincare? Huh! Yang benar saja. Dia tidak perlu pakai benda-benda seperti itu. Semua staf BIN akan menertawainya kalau ia pakai bahan kecantikan begitu, seperti wanita saja.

"Aku tidak pakai barang-barang begitu." sahutnya. Zuin terus menatapnya seolah tidak percaya. Gadis itu menyipitkan matanya terus menatap Dastin.

"Jangan bohong. Wajahmu ini sangat mulus dan terawat. Jangan bilang kalau kau tidak mau berbagi tips skincaremu padaku?" Dastin tertawa. Dasar konyol.

"Dengar, kau pikir pria sibuk sepertiku memerlukan barang-barang seperti itu? Bikin habis waktu saja. Kalau kau sudah selesai ayo bayar." pria itu berjalan menuju kasir didepan sana. Zuin masih diam di tempat dengan raut wajah keheranan.

"Terus, apa yang dipakainya sampai wajahnya semulus itu?" ia bicara pada dirinya sendiri kemudian beranjak dari situ, memberikan semua belanjaannya pada kasir.

Zuin cukup terkesima saat melihat Dastin mengeluarkan black card-nya waktu mau membayar. Waahh, kayaknya dia bukan orang sembarangan nih. Gadis itu ikut mengamati seluruh penampilan pria itu. Betul, semua yang ada dibadannya itu tidak sanggup dibeli oleh orang-orang yang hidupnya serba pas-pasan. Memangnya berapa banyak gaji anggota BIN? Mungkin saja dia bisa melamar kerja di sana nanti.

Terpopuler

Comments

Edah J

Edah J

like like like 👍👍👍👍

2024-04-03

0

liberty

liberty

wuih kamu orang kaya tapi passion jadi BiN yak ☺

2024-03-10

1

liberty

liberty

ceileh tadi gelut...senderan..besok besok ngapain lagi 😆

2024-03-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!