4

Dastin terus menatap Zuin, ia ingin bicara lagi tapi tiba-tiba terdengar bunyi tembakan.

Dor dor dor...

Zuin yang kaget cepat-cepat menoleh kelantai disko yang tiba-tiba kacau. Orang-orang mulai berteriak ketakutan dan berdesak-desakan berusaha melarikan diri.

Sialan...

Dastin menyalahkan dirinya sendiri yang lupa sesaat. Pria itu menunduk cari tempat sembunyi lalu mengeluarkan pistol dari saku jaketnya. Matanya memandang ke gadis yang berdebat dengannya tadi yang masih berdiri ditempatnya dengan wajah kebingungan.

Dastin berdecak kesal. Astaga, apa gadis itu ada sembilan nyawa? Ia lalu kembali berdiri dan secepat mungkin menarik kasar gadis itu untuk ikut bersamanya.

"Kau mau mati?" serunya penuh penekanan. Sebelah tangannya tetap menggenggam gadis itu.

Zuin masih bingung dengan kejadian yang barusan terjadi. Matanya sibuk mencari Ketty yang entah pergi kemana. Ia ingin berdiri lagi tapi Dastin cepat-cepat menguncinya dengan tubuhnya. Posisi mereka sangat dekat sampai-sampai Zuin bisa merasakan hembusan nafas pria itu diwajahnya. Dastin menatapnya tajam seolah memberinya peringatan.

"Aku mau mencari teman aku." gadis itu menjelaskan.

"Dan aku ingin kau bisa membaca situasi yang sedang terjadi sekarang." tekannya dalam.

"Tapi teman aku sangat penting. "

"Maksudmu nyawamu tidak penting?"

Mereka malah berdebat. Zuin membuang nafas kasar. Ia menatap kesal pria itu. Dasar menyebalkan. Lagian, mereka juga tidak punya hubungan apa-apa, kenapa pria itu harus peduli? tadi saja sikapnya sangat dingin.

Gadis itu mulai merasa kepanasan. Berada begitu dekat dengan lawan jenisnya sekaligus seseorang yang asing itu membuatnya tidak merasa nyaman.

"Bisakah kau beri aku ruang untuk bernafas?"

Dastin tak mendengar perkataan Zuin. Saat ini pandangannya ditujukan ketempat lain. Di

ujung sana ia melihat beberapa orang berbadan kekar sedang menodongkan senjata ke salah satu pria didepan mereka. Pandangannya berpindah ke rekan kerjanya yang bersembunyi didekat situ dan memberi kode dengan matanya. Rekan kerjanya yang bernama Geil itu mengangguk seolah mengerti.

Dastin tiba-tiba merasa kesakitan dilengannya. Ia meringis geram saat menyadari gadis didepannya ini malah mencubitnya.

"Apa maksudmu?" geramnya menatap tajam gadis itu.

"Aku bilang aku ingin kau..," ucapan Zuin terhenti. Bola matanya membulat besar ketika melihat pria itu ternyata memegang pistol.

"KAU SIAPA?" teriaknya kuat.

"KENAPA ADA PIST..."

Sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah dibekap kuat-kuat oleh Dastin.

***

Dastin cepat-cepat membekap mulut Zuin dan menahannya dilantai. Gadis itu memekik kuat dan meronta-ronta berusaha melepaskan diri tapi tenaganya tidak bisa dibandingkan dengan pria yang jauh lebih besar darinya itu. Sesaat kemudian terdengar bunyi tembakan kearah mereka.

SIAL...

Dastin merunduk menindih gadis yang sekarang posisinya berada dibawahnya itu. Mereka bersembunyi dibawah meja. Tembakan itu masih terus mengarah ke posisi mereka membuat pria itu kesulitan bergerak. Ia juga harus melindungi gadis yang sudah merusak rencana mereka itu. Biar bagaimanapun menjengkelkannya gadis itu, Dastin harus melindunginya.

Dengan terpaksa timnya akhirnya memutuskan menembak. Sesaat kemudian terjadi aksi saling tembak-menembak dalam ruangan itu. Dastin terus menunggu waktu yang pas untuk melarikan diri dari situ. Saat tembakan tak mengarah pada mereka lagi, ia mengambil kesempatan itu menarik Zuin berdiri dan berlari ke tempat yang lebih aman. Zuin sendiri membiarkan dirinya ditarik begitu saja oleh pria yang tidak dikenalnya itu. Mau melawan pun tenaganya sudah habis, jadi biarkan saja.

Takut? tentu saja dia takut.

Gadis itu begitu kaget dan amat ketakutan saat peluru-peluru itu terbang mengarah pada mereka. Seumur hidup ia belum pernah mengalami kejadian seperti ini, hanya pernah melihatnya dalam film-film. Ia tidak menduga hari ini dirinya akan mengalami kejadian seperti di film-film dan berbagai novel yang dibacanya itu.

Namun, dibalik ketakutannya yang besar itu terselip rasa penasaran tentang apa yang sedang terjadi, siapa pria itu, dan kenapa ada pistol ditangannya.

Gadis itu terlalu sibuk dengan pikirannya sampai-sampai tidak sadar mereka sudah berada di ruangan lain. Mereka bersembunyi dibalik tembok dan pria itu menutupi Zuin dengan tubuhnya. Sesekali ia menembak dari balik persembunyian mereka .

Zuin berhenti melamun dan mengangkat wajah menatap Dastin yang matanya sibuk mencari-cari keberadaan musuhnya. Sebelah tangannya memegangi pistol, sebelahnya lagi memegangi gadis itu kuat, mencegahnya supaya tidak berbuat kacau lagi.

"hey, hey." gumam Zuin pelan sambil menoel-noel lengan Dastin. Pria itu menatapnya tajam tapi entah kenapa gadis itu tidak takut, rasa penasarannya malah jauh lebih besar.

"Kau siapa, apa pekerjaanmu? mafia? polisi? penjahat? mata-mata?" pertanyaan bertubi-tubi itu keluar dengan lancar dari bibirnya. Mata besarnya mengerjap-ngerjap menatap pria itu. Dastin mendengus kesal menatapnya. Gadis ini sungguh berani, tak ada takut-takutnya, suka mengacau dan ahli sekali dalam membuat orang kesal.

"Diam. Jangan membuat kesabaranku habis dan..." ucapan pria itu terhenti. Ia terus menatap gadis yang serius mendengarnya itu dan menatapnya dengan berani.

Dastin membuang nafas lelah, percuma berdebat dengan anak kecil. Ia yakin mamanya akan meledeknya habis-habisan kalau tahu ada yang berani menantang seorang Dastin Lemuel, agen Bin yang terkenal dengan sifat keras dan tak tersentuh itu.

Dastin kembali mengalihkan perhatiannya ke tempat lain. Keningnya berkerut, suara tembakan sudah berhenti dan orang-orang yang memakai senjata itu telah menghilang. Pandangannya berputar-putar mencari-cari keberadaan anggota timnya. Ia melihat beberapa dari mereka tengah berbincang serius di dekat meja bar. Ia lalu berdiri dan melangkah ke arah mereka. Gadis yang bersamanya itu ikut berdiri ketika mendengar suara panggilan seseorang.

"ZUIN!"

"ZUIN!"

Zuin berlari kencang melewati Dastin yang berjalan santai. Ia menghampiri Ketty dan Nako yang berdiri didekat meja bar.

"Ketty, kamu nggak apa-apakan?" serunya tak lupa memeriksa keadaan Ketty. Gadis itu mengangguk. Pandangan Zuin berpindah ke Nako.

"Bagaimana denganmu?" tanyanya. pria itu terkekeh.

"Aku nggak apa-apa. Khawatirkan saja sebelah kakimu yang kosong itu." balas Nako menunjuk kaki Zuin.

Ketty dan Zuin sama-sama melihat ke bawah. Zuin baru menyadari ia kehilangan sebelah sandalnya.

Ia ingin pergi mencari sandalnya ke tempatnya dan pria yang tadi itu bersembunyi tapi tiba-tiba seorang wanita yang lebih tua darinya entah berapa tahun itu menodongkan pistol dikepalanya, membuat semua orang yang berada ditempat itu terkesiap kaget termasuk Zuin, tentu saja.

"YARA!"

teriak salah satu teman setim wanita itu mengingatkan.

Ayyara. Nama perempuan itu. Misi mereka untuk menangkap para pengedar narkoba itu gagal total. Penjahat-penjahat tadi berhasil kabur. Ayyara merasa sangat kesal. Apalagi sejak tadi ia melihat gadis didepannya ini sengaja mendekati Dastin dan malah mengacau. Ia menuduh gadis ini sebagai sumber utama kegagalan mereka hari ini. Wanita itu merasa tidak terima. Ia ingin memberi pelajaran pada gadis yang merusak pekerjaan mereka itu dengan menggertaknya. Biar dia tahu apa konsekuensinya kalau merusak pekerjaan orang yang mengabdi pada negara itu.

"Apa yang kau lakukan? turunkan pistolmu." suara datar Dastin terdengar tegas. Ia menatap Ayyara tajam membuat wanita itu dengan berat hati menurunkan pistolnya. Ia belum puas menggertak gadis menyebalkan itu.

Pandangan Dastin berpindah ke Zuin yang tampak syok. Pria itu tersenyum miring. Akhirnya ia bisa melihat ketakutan dimata gadis pengacau ini. Lalu  ekspresi gadis itu berubah. Ia tampak marah menatap Ayyara. Ayyara balas menatapnya tajam.

"Kau pantas mendapatkannya, karena kau membuat misi kami menangkap para penjahat itu gagal." katanya menatap Zuin tidak suka.

"Penjahat?" Zuin mengernyit.

"Kalian polisi?" pandangannya berpindah-pindah ke Dastin dan wanita itu. Tak ada jawaban, mereka hanya menatapnya dengan raut wajah yang sungguh membuat Zuin bertambah kesal.

"Sialan! Polisi berani menodongkan pistol ke warga kecil sepertiku? kau yakin dirimu polisi bukan penjahat? Aku tahu kenapa orang-orang itu berhasil kabur, karena kau jauh lebih jahat dari mereka. Polisi brengsek! Akan kulaporkan kau karena berani menodong pistol padaku!" tukasnya saking kesalnya. Ia bahkan terus mengumpat kasar pada Ayyara dan Dastin, tentu saja.

"Apa katamu?" Ayyara menatapnya emosi.

"Kau tuli?" tukas Zuin berani, persetan dengan pistol di tangan wanita itu, saat ini kekesalannya karena ditodong benda mematikan itu jauh lebih besar dari ketakutannya. Semua orang yang mengenalnya tahu betul kalau gadis itu sudah benar-benar marah, bahkan mati pun ia tidak takut.

Ayyara menggeram emosi. Ia mati-matian menahan diri untuk tidak menanggapi gadis yang tengah menatapnya tajam itu. Pandangannya berpindah keatasannya yang sejak tadi tidak bicara dan hanya menjadi penonton.

Kening Ayyara terangkat, ia terus menatap Dastin yang sekarang ini melangkah mendekati gadis pengacau itu dan tiba-tiba memborgol kedua tangannya. Gadis yang di borgol itu tentu saja kaget. Matanya seperti mau keluar saat menatap Dastin.

Ayyara tersenyum puas. Pandangannya beralih ke sepasang pria dan wanita yang berjalan mendekati mereka.

Terpopuler

Comments

Edah J

Edah J

bagusss👍👍👍👍

2024-04-03

0

Eity setyowati

Eity setyowati

aku suka cerita yg ada adegan mafia nya ayo semangat

2024-02-11

1

Mutiah Siti Musthofa

Mutiah Siti Musthofa

ngakaaaakkkkk 🤣🤣🤣🤣🤣

2024-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!