"Apa kau akan menerima lamaran dari laki-laki itu?" tanya Rainero yang sedang berbincang di sela makan siang mereka di kantor.
Terdengar helaan nafas kasar dari bibir Axton. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Tiba-tiba ia kehilangan selera makannya saat mengingat kabar dari putrinya semalam kalau dalam beberapa hari lagi kekasihnya akan datang untuk melamarnya menjadi calon tunangannya. Namun yang lebih mengejutkan lagi, putrinya meminta agar acara pertunangan diganti pernikahan saja. Untuk apa juga menunda-nunda, katanya, sebab mereka sudah menjalin hubungan cukup lama. Jadi bukankah lebih baik mereka langsung menikah saja.
"Aku tidak tahu. Jujur aku ragu untuk menerimanya."
"Mengapa? Apa kau sudah menyelidiki latar belakang laki-laki itu?"
Axton mengangguk, "tentu saja sudah. Aku sudah menyelidiki secara keseluruhan mengenai Henry dan keluarganya. Keluarga besarnya sebagian besar bekerja di bidang pemerintahan. Memang semuanya tampak baik-baik saja. Ternyata ia sedang mengikuti pencalonan menjadi anggota parlemen di negaranya."
"Kalau kau sudah mengetahui segala hal tentangnya, mengapa kau masih ragu? Apa karena rencana awal kita?" Jari-jari Rainero menyatu. Ia sedang menunggu jawaban Axton. Sebenarnya ia pun amat sangat menyayangkan kalau akhirnya Vanilla tidak menjadi pasangan Sky. Apalagi Rainero tahu, Sky sudah menyadari kesalahannya, bahkan ia sudah menyadari kalau ia pun mencintai Vanilla. Namun apa boleh dikata, ternyata perbuatan Sky di masa lalu menyisakan luka di hati Vanilla sehingga membuatnya memilih pergi menjauh. Rainero hanya bisa membukakan jalan agar Sky bisa memperjuangkan Vanilla, namun hasil akhir tetap ada di tangan mereka.
Ya, sebenarnya Rainero lah yang membuka jalan bagi Rainero agar dapat bertemu dengan Vanilla di Bali. Ia sengaja membuatnya memiliki pekerjaan di sana alih-alih berharap Sky dapat menemukan Vanilla sama seperti saat ia tanpa sengaja menemukan Shenina di sana. Ia hanya membuka jalan, tapi ia pun tak menyangka kalau Sky pun sudah mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang keberadaan Vanilla di sana. Jelas saja Rainero merasa senang. Ia hanya berharap, bila memang mereka tidak berjodoh, ada baiknya mereka bisa kembali berhubungan baik.
"Entahlah, aku pun bingung. Selain karena aku pun berharap anak-anak kita bisa bersama, aku pun merasa kurang apa ya ... seperti ada sesuatu yang mengganjal. Menurut informan yang pernah aku utus, dia pria baik-baik. Tak pernah terlibat skandal apapun dengan wanita lain. Satu-satunya perempuan yang dekat dengannya, hanya ibu dan adik perempuannya, tak ada yang lain," ujar Axton mengeluarkan kegelisahannya.
Bagaimanapun Vanilla adalah bukan hanya putri satu-satunya, tapi ia juga adalah anak satu-satunya yang ia miliki. Bila dalam istilah di Indonesia, Vanilla adalah putri semata wayangnya. Tentu sebagai orang tua, Axton khawatir anaknya salah memilih pasangan. Ia tak ingin putrinya disakiti laki-laki. Semasa muda saja ia sangat menghindari menjalin kasih apalagi menyakiti perempuan karena ia begitu menghargai perempuan. Dan begitu pula dirinya yang tak ingin putrinya disakiti oleh laki-laki lain.
Dulu Axton sempat kecewa dengan sikap Sky, namun Sky melakukan itu karena ia belum menyadari perasaannya dengan Vanilla. Yang membuatnya masih menyukai sosok Sky hanya karena dia tidak pernah bermain wanita. Axton amat sangat bersyukur, masa lalu kelam Rainero tidak turun ke anak laki-lakinya tersebut. Bila ia sama seperti Rainero di waktu muda, mungkin Axton pun akan sulit untuk menerima sosok Sky.
"Kita doakan saja, semoga Henry memang yang terbaik untuk Vanilla. Bila pun Henry bukan laki-laki yang tepat, semoga segera ada petunjuk yang akan mengungkapkannya," ujar Rainero bijak sebab sebagaimana harapan Axton, begitu pula dengan harapannya. Vanilla bukan hanya anak putri dari sahabatnya, tapi ia juga sudah seperti putri kandungnya sendiri, tentu saja Rainero berharap yang terbaik untuk Vanilla terlepas siapa jodohnya kelak.
...***...
Sementara itu, di kontrakan Sky, laki-laki itu tampak tak bisa menutupi kegelisahannya. Bagaimana tidak, tadi ayahnya menghubungi dan mengabarkan hal tak terduga. Vanilla ingin mempercepat pernikahannya. Ia tak ingin melalui proses pertunangan, tapi ia ingin segera menikah. Bagaimana Sky tidak merasa ketar-ketir.
"Apakah sudah tak ada lagi namaku di hatimu, Vanilla? Apakah sebegitu bencinya kamu padaku sampai-sampai kau sudah menyakinkan diri untuk menikah dengan laki-laki itu?"
Sky yang gelisah, segera beranjak dan membuka lemari pendinginnya. Ia mengambil beberapa minuman beralkohol dan membawanya ke kamar. Ia duduk di lantai sambil bersandar di tepi ranjang. Kepalanya sakit saat memikirkan Vanilla yang memilih ingin menikah dengan Henry secepatnya. Untuk mengusir kegelisahannya, Sky pun menenggak minuman beralkohol itu. Ia benar-benar frustasi. Tak dapat terbayangkan, bagaimana bila Vanilla benar-benar menikah dengan laki-laki itu. Mungkin Sky akan memilih sendiri untuk selamanya. Tak ada lagi cinta apalagi perempuan. Untuk selamanya.
...***...
Sejak sepulangnya dari butik, Vanilla mendapatkan sebuah buket bunga mawar putih besar serta sebuah kotak yang entah apa isinya. Vanilla benar-benar penasaran, siapa pengirimnya. Resepsionis apartemennya mengatakan yang mengantarnya adalah seorang laki-laki bertubuh gagah. Sayangnya mereka tidak bisa melihat wajah sang pengirim sebab ia memakai topi dan masker hitam.
Vanilla pun membawa buket bunga mawar putih besar dan kotak berukuran tidak begitu besar itu ke apartemennya. Sesampainya di dalam, Vanilla mencium aroma bunga yang begitu harum. Lalu ia melihat ada sebuah kertas di dalamnya. Vanilla pun mengambil secarik kertas tersebut dan membukanya. Di dalamnya tertulis;
Untuk yang terkasih, Vanilla. Maaf sudah membuatmu kecewa selama ini. Selamat atas pembukaan butikmu yang ke 11. Semoga kau selalu bahagia, meskipun tidak bersamaku.
Dari laki-laki bodoh yang begitu mencintaimu.
Vanilla tertegun saat membaca secarik kertas tersebut.
"Siapa pengirim bunga ini? Mengapa ia mengucapkan permintaan maaf? Bahkan dia tahu ini cabang butikku yang ke-11. Tidak mungkin kan ini dari Henry. Memangnya dia sudah berbuat kesalahan apa? Tidak ada. Tapi kalau bukan dari Henry, lantas siapa?" batin Vanilla bertanya-tanya.
Vanilla lantas melihat sebuah kotak beludru berwarna merah yang tidak begitu besar. Dibukanya kotak tersebut. Mata Vanilla seketika terbelalak saat melihatnya. Isi kotak tersebut ternyata sebuah kalung dengan bandul berbentuk es krim cone. Sejak kecil ia memang senang mengoleksi benda-benda berbentuk es krim cone. Yang unik dari bandul tersebut bukan hanya karena bentuknya, tapi es krim di atas cone-nya tersebut ternyata terbuat dari permata yang sangat cantik berwarna putih susu senada dengan namanya Vanilla. Mata Vanilla seketika bersinar indah.
Di dalam kotak, Vanilla lagi-lagi menemukan secarik kertas yang terlipat rapi. Dibukanya kertas tersebut lalu membaca isinya.
Untuk gadis tercantik yang pernah hadir dalam hidupku.
Sungguh Vanilla penasaran, siapa gerangan pengirim buket bunga dan kalung tersebut.
Karena rasa penasarannya, Vanilla pun menghubungi ke bagian resepsionis.
"Halo, ada yang bisa kami bantu?"
"Ini saya, Vanilla dari kamar nomor 117."
"Oh, nona Vanilla, apa ada yang bisa kami bantu?"
"Begini, apa pengirim bunga tadi menunjukkan kartu identitasnya?"
"Sayang sekali tidak, Nona. Maafkan kami. Dia hanya mengisi buku tamu dengan inisial S. Tanpa nama lengkap maupun identitas."
"Inisial S?"
"Iya, Nona. Apa ada masalah?" tanya resepsionis tersebut khawatir sebab ia tidak menjalankan tugasnya sesuai peraturan. Seharusnya ia meminta pengirim bunga tersebut menunjukkan kartu identitasnya untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Namun karena laki-laki itu memberinya uang yang cukup banyak, perempuan yang memang sedang membutuhkan uang untuk biaya berobat ibunya itupun terpaksa menerimanya.
"Ah, tidak. Tidak apa-apa. Tak perlu khawatir. Namun untuk lain kali, bila hal serupa terjadi lagi, tolong perhatikan siapa pengirimnya dan jangan lupa foto kartu identitasnya. Untuk sekedar berhati-hati saja. Bukan hanya berlaku terhadap saya, tapi pengunjung penghuni apartemen ini lainnya."
"Baik, Nona. Maaf sudah berbuat ceroboh."
"Ya sudah, kalau begitu saya tutup panggilannya. Terima kasih."
Klik
Setelah menutup panggilan itu, Vanilla kini kembali mengalihkan atensinya pada buket bunga mawar putih dan kalung dengan bandul berbentuk es krim cone tersebut.
"Inisial S? S siapa?"
Di saat otaknya justru tertuju pada Sky, tapi sisi lain hatinya justru menolak percaya.
"Tidak, tidak. Itu tidak mungkin dia. Mana mungkin itu dari laki-laki beruang kutub tersebut," gumam Vanilla menolak percaya.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Yuli Purwati
lanjut......
2023-11-16
0
runma
🥰🥰🥰🥰
2023-11-13
0
runma
sky
2023-11-13
0