NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:695
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Playing Victim

Tapi ...

"Eh, aku minta dua telur mata sapi, Mah!" pekik Bram.

Mala mengelus dada, bisa-bisanya Bram mengerjai begitu.

"Kenapa nggak langsung bilang dari tadi, sih!" sungut Mala menghampiri penggorengan kembali.

"Sengaja, biar kamu nggak kerja, he-he-he!" ejek Bram terkekeh.

Mala tak habis pikir, "Bukannya kalau nggak kerja aku nggak dapat duit, kalau ngga pegang duit, berarti aku minta kamu dong!"

"Enak aja! Bulan ini sudah berapa .. coba dihitung!"

Lah terus maunya bagaimana sih, kerja nggak boleh. Minta uang dipersulit. Apa cuma mau menyiksa, ya?

Mala diam saja, walau rasa ingin hati berteriak di muka Bram kalau uang yang dia berikan untuk sekarang ini tak cukup. Dan kalau Bram maunya Mala ha-ha-hi-hi di samping Bram dengan riasan dan tubuh wangi, tentunya Bram harus mengerti Mala akan duduk di depan laptop dalam waktu berjam-jam untuk sekadar mencukupi kebutuhannya sendiri.

***

Bersuamikan Bram yang kurang lebih mirip sifatnya dengan ayah Mala, membuat Mala terlatih untuk mengetahui mana kebohongan dan mana yang kejujuran. Dan “jujur” bagi keduanya itu sangat langka.

Seperti saat ini, di hari minggu sore setelah seperti biasa Bram hilang tanpa kabar sejak jumat malam. Tidak menjelaskan ke mana perginya, tidak lagi meminta izin bila hendak menginap di luar kota.

Mala hanya mengirimkan pesan di whatsapp yang tidak pernah mendapatkan balasan.

Menanyakan apa Bram baik-baik saja, kenapa tidak pulang? Tapi Mala tak sekali pun bertanya Bram ada di mana, bersama siapa? Baginya sudah cukup jika mengetahui Bram masih hidup.

Terdengar arogan, tidak berempati … tapi yeah, itulah perkembangan dari jiwa Mala yang lama tertekan. Banyak sakit hati, dan banyak merasakan ketidakadilan.

Lama-lama Mala tidak lagi menggubris. Bram mau pulang atau tidak. Bram akan menjelaskan atau tidak. Malas saja karena sudah tahu, apa pun pertanyaan Mala nanti … pasti memancing emosi Bram. Namun, serba salah juga sebab ketika merasa diabaikan atau Mala cuek dengan kepulangannya, tanpa menyambut Bram, tanpa memperlihatkan wajah khawatir, Bram menjadi sewot sendiri dan berteriak-teriak memancing reaksi Mala.

Bram sendiri bukannya sengaja tak mau menemui Mala di kamar. Masih ada rasa malu bagi Bram bila langsung menemui Mala setelah ia pulang berkencan dengan wanita lain. Ia tahu Mala tengah bekerja di depan laptop―di kamar anak-anak mereka. Sementara Maya dan Moya entah sedang melakukan apa, hanya Mia yang berlari menyambut kedatangannya yang sebenarnya baru pulang staycation dengan seorang teman dekat.

“Papah, Mia tungguin Papah, loh! Ke mana sih? Udah makan Pah?” tanya si kecil Mia memberondong pertanyaan. Mia yang paling sering menyebut papahnya ketika Bram tidak berada di rumah. Dan memang ini pertanyaan yang di tunggu-tunggu Bram.

“Cuma kamu ya, Mia? Yang mau tanya kabar Papah, yang lainnya nggak peduli!” seloroh Bram sengaja dengan suara keras. Mia tidak tahu apa maksudnya, tapi tertawa saja. Tawa sinis yang hanya dapat didengar suara batin Mala saja.

Braak!

Mala membanting mouse laptop yang jadi sasaran rasa sebal. Dalam hati mengomeli Bram yang tidak tahu malu.

Aku tahu kamu bukan baru pulang kerja, masih ingin diperhatikan? Okey, kemarin.. aku loh chat, read doang balas kagak! Terus sekarang maunya apa sih? Pake menggunakan anak kecil untuk tujuan menyindir!

Isi kepala Mala berisik, tapi lagi-lagi tidak bersuara di kenyataan. Ingin meledak setelah segala bentuk kalimat sindiran yang keluar dari mulut Bram telah membentuk gunungan sampah yang mungkin telah mencapai 3676 mdpl jika disetarakan sebuah gunung. Masih mikir saja, setelah ledakan emosi itu… lantas apa yang akan terjadi? Bukannya lega malah menambah masalah. Bram bakal balik menuduh Mala yang emosional, Bram akan siap-siap menampilkan wajah memelas seolah ia yang tersudut memiliki istri galak.

Di depan Mia, Bram akan mengatakan… “Lihatlah Mia, mamah nggak sayang Papah ‘kan.. marahin papah terus, jadi Papah nggak betah di rumah, lebih baik Papah nggak pulang ‘kan?”

Mia yang belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua orang tuanya akan langsung menyalahkan Mala yang terlihat galak sehingga papahnya jarang pulang ke rumah―sama seperti Mala menyalahkan ibunya dulu. Mala kecil menyalahkan Mama yang pulang larut karena bekerja, sehingga jarang berada di rumah menemani Mala. Menganggap sang ayah orang baik karena yang sering bersama Mala di rumah. Sungguh naif, jika teringat masa itu kembali—jadi penuh sesal. Dulu Mala belum tahu apa-apa tentang hubungan pernikahan, serumit ini.. sekacau itu—bila suatu hal tidak terletak pada posisinya. Mala menarik napas berat.

Sesuatu yang berulang bisa terjadi, dan aku menolak larut dalam permainan si playing victim kembali. Pengalaman menghadapi ayah dengan mental victimnya dapat kugunakan untuk menghadapi Bram tanpa aku terkecoh untuk kesekian kali.

Ini sih harapan Mala, dalam praktiknya sehari-hari menghadapi karakter orang yang suka memutarbalikkan fakta sangat menguras energi. Belum lagi keanehan-keanehan yang terjadi bila Mala hanya berdua saja dengan Bram. Bukannya suasana berubah hangat dan menjadikan mereka dekat, tetapi justru timbul rasa mual dan kebencian yang amat sangat di antara keduanya.

Apa sihir orang yang ingin memisahkan kami, benar-benar kuat, ya? Pikir Mala.

Huh!

Menyalahkan sihir, benak Mala menggerutu. Sehebat apa pun sihir pemisah, toh jika Bram memang tidak ada sedikit pun keluhan pada Mala dia tak akan mudah terhasut, kan? Jika Bram benar menyayangi diri Mala, jika Bram benar-benar mensyukuri apa yang telah ia genggam … sebuah keluarga yang telah memilki pondasi dan tinggal membangun pondasi itu menjadi sebuah rumah yang nyaman.

Sayangnya… Bram terlalu mudah terpengaruh ini dan itu. Ada banyak sekali orang-orang di sekitarnya yang mempengaruhinya.

“Ini Papah kasih permen lagi ya Mia,” kata Bram sambil mengeluarkan sekotak permen dari saku tasnya.

“Hore!!” seru Mia senang.

Mala mendengar itu langsung mendekat, “Mia tak boleh terlalu banyak makan manis-manis!” serunya.

Gawat! Sekotak permen?? semalam saja tidur Mia gelisah. Selain terus menanyakan mengapa Bram tak pulang, Mia juga menghabiskan sebatang coklat secara diam-diam.

“Yeaaaaah, Mamaaaaah!” dengus Mia ketika kotak permennya berpindah ke tangan Mia. Bram tertawa …

“Ha-ha-ha … tuh kan Mia, mamahmu selalu mengganggu kesenangan orang.”

“Papah!!!” bentak Mala kehabisan sabar.

“Tuh lihat Mia … Papah kalau di rumah cuma dibentak-bentak Mamah,” ucap Bram menyindir tanpa melihat Mala. Perkataan Bram membuat si si kecil Mia marah pada ibunya.

“Mamah!!! Ih sebaaaalll!!!!” pekik Mia hampir menangis.

Kekesalan Mala memuncak. Bukan pada Mia tapi pada Bram, mengapa selalu melibatkan Mia yang masih kecil di tengah perdebatan mereka. Menurut Mala itu sifat kekanakan.

“Mia. Dengarkan Mama, ya, Nak. Ingat apa pesan dari dokter gigi? Gigi Mia sudah terlalu banyak yang rusak, ini akibat terlalu banyak makan permen dan coklat, Nak!”

“Bohong, nanti permennya Mamah kasih ke Moya, ya?”

“Eh, kapan Mamah bohong ke Mia??”

Cih, Bram berdecih. Muka Bram mengejek culas. Rasa hati Mala ingin menimpuk Bram dengan kotak permen di tangannya, kalau saja tidak ingat sosok pria menyebalkan di hadapannya ini tetaplah bapak dari anak-anaknya, tentunya wajah yang memonyongkan bibir ke kanan dan ke kiri itu telah memerah seperti kepiting rebus akibat tamparan dendam istri.

Enaknya kutimpuk pakai apa, ya?

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!