"Setelah aku pulang dari dinas di luar kota, kita akan langsung bercerai."
Aryan mengucapkan kata-kata itu dengan nada datar cenderung tegas. Ia meraih kopernya. Berjalan dengan langkah mantap keluar dari rumah.
"Baik, Mas," angguk Anjani dengan suara serak.
Kali ini, dia tak akan menahan langkah Aryan lagi. Kali ini, Anjani memutuskan untuk berhenti bertahan.
Jika kebahagiaan suaminya terletak pada saudari tirinya, maka Anjani akan menyerah. Demi kebahagiaan dua orang itu, dan juga demi kebahagiaan dirinya sendiri, Anjani memutuskan untuk meninggalkan segalanya.
Ya, walaupun dia tahu bahwa konsekuensi yang akan dia hadapi sangatlah berat. Terutama, dari sang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal perlawanan
[Malam ini, kita akan makan malam di rumah orangtuaku. Cepat pulang! Kita berangkat sama-sama saja.]
Anjani meletakkan kembali ponselnya di atas meja setelah membaca pesan itu. Moodnya kembali rusak. Kenapa Aryan tiba-tiba mengajaknya pergi ke rumah keluarga Djatmiko? Bukankah, selama ini Aryan tak pernah suka jika Anjani berkumpul dengan keluarganya?
Kata Aryan, Anjani selalu mempermalukan dirinya karena tak tahu caranya mengambil hati kedua orangtuanya.
"Ada apa? Sepertinya, mood-mu sedang tidak baik?" tegur Anushka.
"Aryan mengajakku malam malam di rumah orangtuanya," timpal Anjani.
"Untuk apa? Mau mempermalukan kamu lagi? Atau... Mau menjadikan kamu budak gratisan mereka lagi?" Anushka berkacak pinggang. Gadis itu mulai terbawa emosi.
Anjani sudah cerita semuanya. Termasuk, tentang perlakuan buruk keluarga Aryan terhadap dirinya. Anjani kerap kali dijadikan pembantu. Tak jarang, sahabat baiknya itu kena pukul jika tak melaksanakan tugas dengan baik.
Saat Anjani diperlakukan sejahat itu, kemana Aryan? Jawabannya, dia ada. Namun, lelaki itu memilih untuk diam saja dan tak memberi pembelaan apapun untuk istrinya.
"Kali ini, aku nggak akan biarkan mereka menang, Anushka. Jadi, kamu tenang saja!"
"Kamu mau menemui mereka, Anjani? Jangan nekat!"
"Sebagai calon mantan menantu, bukankah aku sudah seharusnya memberi salam perpisahan pada mereka?"
Anjani tersenyum misterius. Hal itu membuat Anushka jadi terheran-heran. Baiklah! Sepertinya, Anjani memang sudah memiliki persiapan.
Jadi, dia tak akan menasehati Anjani lagi. Yang dia lakukan hanya bisa mempercayai Anjani jika sahabat baiknya itu memang mampu mengatasi segalanya.
"Kalau kamu nggak bisa menghadapi mereka sendirian, segera hubungi aku! Aku pasti akan mengirim pengawal terbaik keluarga Yama untuk membantu kamu."
"Ya. Terima kasih, Anushka!"
*
Sore harinya, Anjani pulang telat waktu. Langkahnya mendadak terhenti saat melihat pemandangan romantis di ruang tamu rumahnya.
Sepasang kekasih sedang berciuman dengan penuh gairah. Sang wanita bahkan sampai duduk diatas pangkuan sang pria.
"Ekhem!" Anjani berdehem keras.
Sadar bahwa ada seseorang yang datang, Aryan langsung mendorong keras Luna hingga jatuh dari pangkuannya. Wajah pria itu mulai pucat pasi saat melihat keberadaan Anjani yang berdiri tak jauh darinya.
"Anjani..." lirih Aryan dengan suara yang nyaris tak bisa keluar.
Anjani hanya tersenyum miring. Dia melipat kedua tangannya didepan dada sambil menatap pasangan selingkuh itu secara bergantian.
"Jadi, sekarang sudah mulai terang-terangan?"
Suara Anjani keluar. Memecah hening ditengah ketegangan yang sedang berlangsung.
Luna yang baru saja selesai membenahi pakaiannya langsung menoleh. Seringai kemenangan yang semula tersungging di bibirnya langsung sirna saat melihat sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya.
"Ka-kamu..."
"Halo, anak pelakor! Lama nggak jumpa," sapa Anjani dengan seringai tipis di wajahnya.
Luna masih tak bisa menguasai diri. Dia benar-benar terkejut dengan perubahan Anjani yang begitu drastis.
"Ka-kamu kenapa bisa jadi secantik ini? Badan kamu..." Luna tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia langsung merasa terancam saat melihat sosok Anjani yang sekarang.
Kemana perempuan gemuk yang tidak terurus itu pergi? Kemana perempuan jelek yang selalu mengenakan daster lusuh itu?
Hanya dalam seratus hari, Anjani sudah menjelma menjadi sosok baru yang benar-benar luar biasa.
"Anjani... Ini tidak seperti yang kamu lihat. Tadi, Luna hanya tak sengaja jatuh diatas pangkuanku. Itu saja."
Berbeda dengan Luna yang masih sangat syok dengan penampilan baru Anjani, Aryan justru sedang berusaha menjelaskan. Dia tak mau Anjani salah paham. Apa yang barusan Anjani lihat, adalah murni karena tipu muslihat dari Luna.
Gadis itu yang memaksa untuk menciumnya. Aryan sudah berusaha menolak namun Luna tetap memaksa. Ujung-ujungnya, Aryan pun akhirnya terlena dan ikut terhanyut dalam ciuman panas itu.
Anehnya, saat Aryan mencium Luna, Aryan justru membayangkan jika yang dia cium adalah Anjani.
"Kamu pikir, aku sebodoh apa, Aryan? Apa menurutmu, aku akan percaya dengan kebohonganmu itu?"
"Aku dan Luna nggak punya hubungan apa-apa. Tolong percaya!" pinta Aryan dengan sorot mata memohon.
"Apa kamu nggak lelah berbohong terus, Aryan?" tanya Anjani. "Bukankah, perempuan yang ingin kamu beri status sah itu adalah Luna?"
Glek!
Aryan meneguk ludahnya dengan kasar. Matanya tiba-tiba memerah. Cara Anjani menanyakan hal itu sangat biasa. Tak ada api cemburu sedikit pun di sepasang matanya.
"Aku..."
"Ya, itu memang benar." Luna memotong ucapan Aryan dengan cepat. Dia memeluk lengan pria itu dengan penuh percaya diri.
"Aku dan Kak Aryan adalah sepasang kekasih. Dan, kamu hanya benalu yang tiba-tiba datang dan menganggu kebahagiaan kami," lanjut wanita itu.
"Kalau begitu... kenapa bukan kamu saja yang dulu menikah dengan Aryan? Kenapa harus aku?"
"Itu karena Kakek Sahrul yang sangat menginginkan kamu sebagai cucu menantunya," jawab Luna. "Padahal, aku dan Kak Aryan baru pasangan yang saling mencintai."
Anjani mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tertawa sumbang mendengarkan ucapan Luna. Andai dulu Aryan dan Luna mau memperjuangkan cinta mereka di hadapan Kakek Sahrul, mungkin semua kisah tragis ini tak perlu terjadi.
Anjani tak perlu terluka terlalu dalam.
Sayangnya, sepasang anak manusia yang katanya saling mencintai itu malah diam saja. Tak ada yang berani memperjuangkan cinta mereka karena takut kehilangan kemewahan dari keluarga masing-masing. Aryan bahkan diancam oleh sang Kakek, tidak akan pernah bisa mewarisi perusahaan keluarga jika tak menikah dengan Anjani.
Alhasil, yang jadi korban adalah Anjani. Dia dimanfaatkan Aryan, Luna, dan anggota keluarga lainnya saat Kakek Sahrul masih hidup. Kemudian, setelah pria tua itu meninggal, Anjani malah akan dibuang begitu saja.
"Kalau begitu, semoga kalian cepat bersama dan hidup rukun selama-lamanya!" ucap Anjani.
"Anjani, aku..."
"Berkas perceraiannya belum jadi?" potong Anjani cepat.
Aryan kembali menelan ludahnya dengan susah payah. "Belum," jawabnya dengan nada lemas.
"Kira-kira, kapan berkasnya siap?"
Aryan mengepalkan tangannya dengan erat. Sebegitu inginnya kah, Anjani bercerai darinya? Sepertinya, bukan dia yang sudah tidak sabar untuk bercerai. Tapi, justru malah Anjani.
"Minggu depan," jawab Aryan dengan geram.
"Oke," angguk Anjani. "Malam ini, apa aku benar-benar harus ikut ke rumah orangtuamu?"
"Tentu saja," angguk Aryan.
"Tapi... Bukannya kamu sudah ada pendamping?" tanya Anjani sembari menatap sinis ke arah sang adik tiri.
Aryan reflek menoleh ke arah Luna lalu melepaskan rangkulan wanita itu dari lengannya secara paksa.
"Kita akan berangkat sama-sama," balas Aryan.
"Baiklah!" angguk Anjani setuju. Wanita itu lekas beranjak menuju ke kamarnya. Ia meninggalkan suami dan adik tirinya yang masih tampak terpaku di ruang tamu.
"Kak...". panggil Luna panik. Dia mencengkram lengan Aryan dengan erat. "Kenapa Anjani bisa secantik itu? Apa kamu yang menyuruhnya untuk diet?"
"Bukan aku, Lun," sangkal Aryan.
"Kalau bukan Kak Aryan, mana mungkin Anjani bisa berubah sedrastis itu. Pasti, Kak. Aryan yang membujuknya untuk diet, kan?"
"Sudah ku bilang, kalau bukan aku," tegas Aryan. Kesal juga dituduh-tuduh.
"Kak, aku nggak suka kalau Anjani secantik itu. Bagaimana pun caranya, Kak Aryan harus membuatnya buruk rupa lagi!" ucap Luna dengan dada yang tampak naik-turun akibat sesak napas karena dipenuhi kedengkian.
😄👍👍👍