Boqin Changing, Pendekar No 1 yang berhasil kembali ke masa lalunya dengan bantuan sebuah bola ajaib.
Ada banyak peristiwa buruk masa lalunya yang ingin dia ubah. Apakah Boqin Changing berhasil menjalankan misinya? Ataukah suratan takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dia ubah sampai kapanpun?
Simak petualangan Sang Pendekar Dewa saat kembali ke masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian di Pelabuhan
Saat formasi kutukan yang menempel pada pedang itu patah, berbagai informasi langsung membanjiri kepala Boqin Changing. Pedang tersebut bernama Pedang Neraka Kegelapan, pusaka yang dahulu dimiliki seorang pendekar aliran hitam bernama Qiu Tiang. Begitu kejamnya Qiu Tiang, hingga jutaan makhluk hidup tewas di bawah bilah pedang ini.
Membunuh… Membunuh… Membunuh. Itulah kegemarannya setiap hari. Bila ada sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya, maka pembunuhan pasti terjadi. Saking seringnya pedang itu digunakan untuk merenggut nyawa, aura kematian yang menempel padanya menjadi sangat pekat dan gelap.
Namun di usia senja, Qiu Tiang akhirnya mendapat pencerahan hidup. Ia tiba-tiba menyesali segala perbuatannya. Terlalu banyak kebodohan dan kekerasan yang ia lakukan. Takut terus terjerumus dalam siklus pembunuhan, ia memutuskan menyegel pedang ini dengan formasi kutukan.
Caranya amat ekstrem, ia melakukannya sambil mengakhiri hidupnya sendiri dengan pedang yang telah menemaninya sepanjang hidupnya itu. Dengan penuh penyesalan, ia menyelesaikan formasi kutukan tersebut, berharap tak ada lagi orang yang menggunakan pedang mengerikan ini.
Dalam hati kecilnya, Qiu Tiang menitipkan harapan, bila suatu hari ada seseorang yang berhasil mematahkan segelnya, orang itu semoga tidak mengulangi kesalahannya. Ia berharap sang pewaris akan berjalan di jalur yang benar, menggunakan pedang ini demi kebaikan.
Boqin Changing terdiam lama setelah mengetahui kisah pilu itu. Pemilik sebelumnya jelas tidak seberuntung dirinya. Qiu Tiang berhasil mencapai puncak bela diri, namun berakhir tragis dalam penyesalan. Sementara Boqin Changing justru diberi kesempatan kembali ke masa lalu untuk menebus semua kesalahan dan penyesalannya.
Ia menatap bilah pedang di hadapannya. Tajam, hitam pekat, dan memancarkan aura kematian. Ia yakin pedang ini adalah pusaka langit, sebab jelas terasa keberadaan roh pedang di dalamnya. Meski saat ini roh itu masih tertidur, dan Boqin Changing belum berniat membangunkannya.
Dengan hati-hati ia menyarungkan pedang itu, lalu tersenyum puas.
“Paman, aku ambil pedang ini.”
“Hah, ambil saja! Segera pergi dari tokoku!” sahut si paman penjual, sambil tetap menutup rapat matanya.
Boqin Changing meninggalkan toko dengan pedang barunya terikat di pinggang. Saat berjalan menuju penginapan, pikirannya berputar. Di kehidupan pertamanya, ia tak pernah mendengar tentang pusaka ini. Pusaka langit seharusnya tidak mungkin luput dari perhatian banyak orang.
“Mungkinkah pedang ini dulu terkubur bersama rongsokan, tak ada yang memilihnya, hingga akhirnya tenggelam bersama nasib tokonya yang bangkrut?” pikir Boqin Changing yang mencari alasan paling logis.
Sesampainya di penginapan, Boqin Changing memutuskan beristirahat. Hari sudah beranjak malam, dan sebentar lagi ia harus makan bersama gurunya sebelum melanjutkan perjalanan esok pagi.
...*****...
Keesokan harinya, guru dan murid itu melanjutkan perjalanan menuju Hutan Kabut Awan. Guru Tian hanya melirik sekilas, tersenyum tipis melihat muridnya kini membawa pedang baru.
Untuk mencapai hutan itu, mereka harus menyeberangi Sungai Yangtze. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kota. Dengan ilmu meringankan tubuh, mereka memperkirakan akan tiba di pelabuhan pada malam hari.
Benar saja, malam itu mereka tiba di pelabuhan. Namun karena sudah larut, tidak ada kapal yang berlayar. Mereka terpaksa menunggu hingga esok. Tanpa penginapan, mereka beristirahat di tepi pelabuhan, tidur bergantian di bawah langit malam. Untungnya hingga fajar menyingsing, tak ada gangguan berarti.
Keesokan paginya, pelabuhan mendadak ramai. Kapal-kapal mulai dipenuhi awak yang bersiap berlayar. Guru Tian segera mencari kapal yang sesuai tujuan mereka. Sementara itu, Boqin Changing berjalan ke deretan pedagang kaki lima yang menjajakan makanan untuk bekal para penumpang.
Di tengah keramaian, ia memperhatikan keributan kecil. Seorang nenek tua dikerumuni beberapa pemuda yang memerasnya. Para pedagang lain hanya terdiam, tak berani membantu.
“Pendekar, tadi saya sudah bayar uang keamanan hari ini kepada pendekar itu!” ucap sang nenek gemetar, menunjuk salah satu pemuda.
Pemuda itu langsung mengelak. “Jangan bohong, Nek. Aku baru saja datang. Mana mungkin aku sudah mengambil uangmu?”
“Saya tidak berbohong!” sang nenek berusaha meyakinkan.
“Kurang ajar! Berani memfitnahku!” pemuda itu mengangkat tangannya, hendak menampar wajah renta tersebut.
Namun sebelum sempat menyentuh, sebuah tangan lebih cepat menangkapnya. Krak! terdengar suara tulang patah. Pemuda itu langsung menjerit kesakitan.
“Siapa kau? Berani mencampuri urusan kami?” bentak pemimpin gerombolan.
Boqin Changing menatap dingin. “Tidak penting siapa aku. Aku hanya tidak suka melihat kelakuan kalian.”
Para pedagang segera menyingkir, menyadari pertarungan akan pecah. Para pemuda itu lantas berusaha mengeroyok Boqin Changing, menganggapnya hanya anak berusia dua belas tahun. Namun tak satu pun serangan mereka berhasil menyentuh tubuhnya.
Boqin Changing bergerak ringan, seperti bermain-main. Lawan-lawannya hanyalah pendekar dasar, dengan pemimpinnya di tingkat pendekar pertama. Mereka semua jelas bukan tandingannya. Setelah merasa cukup, ia memberi balasan singkat, pukulan-pukulan cepat yang membuat mereka semua terjatuh dengan tulang-tulang retak.
Tak ada yang berani berdiri lagi. Mereka gemetar ketakutan.
“Ini pesanku yang pertama dan terakhir,” ucap Boqin Changing tajam. “Kalau kalian masih melakukan kebodohan seperti ini, jangan harap orang berikutnya akan membiarkan kalian hidup.”
Kali ini ia memilih tidak membunuh mereka. Terlalu banyak mata yang menyaksikan, dan ia tak ingin dicurigai sebagai pendekar aliran hitam.