Bunga Kering Vs. Narsistik Gila
Sihir pemisah itu apakah nyata? Ataukah hasil karya narsistik gila penghancur mental keluarga?
Prang!
Bunyi piring jatuh membuyarkan lamunan Mala. Tergelincir dari tangannya, mungkin licin, mungkin juga ada tangan jahil tak kasat mata yang sengaja menepisnya. Akhir-akhir ini dapur Mala memang terasa aneh, hampir terbangun dengan mimpi aneh; didatangi, digigit ular berulangkali … keringat dingin dan dada berdebar yang terus menyertai kegundahan hati.
Di setiap malam, Mala terjaga, merenung … sendirian. Suara cicak berdecak mengejek, ada banyak sekali cicak. Mala lupa sejak kapan tepatnya ada banyak cicak di rumah kontrakannya. Hidung Mala mendadak mengendus bau hangus seperti kabel terbakar. Dicarinya sumber kebakaran, tetapi tetap tak menemukan.
Gelisah merayapi hati, pukul dua dini hari, memandangi lagi Kasur yang kosong dan dingin. Lagi-lagi pemiliknya tak pulang dan tak juga berkirim kabar. Pemilik Kasur itu—Bram, suami Mala—seringkali mengacak-acak sprei yang membuat Mala sebal dan tak tahan untuk tidur satu ranjang dengannya. Mala pun tidak tahu, bagaimana awalnya hingga dia merasa sangat benci pada segala bentuk ketidak rapian suaminya. Handuk basah yang terlempar di atas tilam, bau keringat yang amat menyengat, sprei yang tidak pernah rapih walaupun Mala terus membetulkan atau memasang peniti di tiap sisinya.
Kadang atas tilam itu juga terlalu banyak barang yang membuat Mala jengah. Bantal, guling yang sengaja disusun begitu banyak untuk mengganjal pinggang Bram, sebab ia baru akan merasa aman jika tidur dikelilingi bantal. Peringatan dan tatapan tajam dari Mala hanya dianggap angin lalu. Suaminya tak pernah peduli bahwa kebiasaan sepelenya begitu menganggu waktu tidur Mala dan berbuntut keluarnya Mala dari kamar mereka serta memilih untuk tidur bersama anak-anak mereka. Terkadang Mala susah mengatur posisi, meringkuk atau tidur di bawah kaki ketiga anak perempuannya—dua remaja dan satu balita usia empat tahun. Sementara dengkuran suaminya seolah menembus dinding penyekat dan masih juga membuat Mala frustrasi.
***
Pukul 06.00 pagi hari, terdapat cekungan menghitam di bawah mata Mala. Uban di pucuk kepalanya tertiup angin. Malas bersolek dengan suasana hati yang buruk, Mala tekun menyapu teras. Gundah hati masih belum hilang. Semalaman dia terus bertanya-tanya mengapa memimpikan hal buruk mengenai suaminya.
Brem … greg …. Klang ….
Terlihat suami Mala membuka pagar dan memasukkan motor dengan tenang.
Mala menatap daster sobeknya, sebetulnya tak mau suaminya melihat pemandangan dirinya yang kucel begini, tetapi akh… sudah terlambat.
Menyapu pandangan pada sang suami yang terlihat segar seperti habis mandi cukup membuat batinnya bertanya-tanya. Tapi lagi-lagi … Mala menyingkirkan pikiran buruk. Dia tersenyum, tenang dan tidak banyak bertanya. Mencoba mengambil tas ransel dari motor suami yang kemudian dicegah dengan sebuah bentakan. Mala kaget, dan di saat itulah kedua mata mereka bersirobok. Jujur Mala bingung, dia tak mengenali pria ini. Pria yang wangi dengan rambut kelimis, juga baju ganti casual yang entah kapan ia persiapkan. Suaminya seperti bukan suaminya.
***
Menit berlalu, suaminya asyik bersiul depan teh hangat yang Mala suguhkan.
“Pah …!”
“Hmm,” jawabnya cuek.
“Dari mana kamu semalam?” Mala menguatkan hati bertanya.
“Kerjalah! Memangnya kamu tidur-tiduran di rumah!” bentak Bram sewot, mug yang ditaruhnya kasar sedikit mencipratkan isinya.
“Kenapa nggak bisa dihubungi dan kamu juga nggak kasih kabar?”
“Apa-apanya loh! Aku baru pulang kerja Mah, capek! Malah diinterogasi … kayak polisi aja kamu!”
Deg ….
Hati Mala kecewa dengan reaksi Bram. Membisu, bukan karena takut tapi lebih ke malas berdebat.
“Aku kan harus cari uang lebih, Mah! Mobil di bengkel ‘kan harus ditebus, biayanya nggak sedikit!"
Bram masih mengomel, kali ini omelannya sembari mengunyah bala-bala panas dengan rakus dan tatapan liar yang Mala tidak mengerti.
Mala tahu, mobil sedan second yang dibeli mereka tiga bulan lalu bolak-balik masuk bengkel, menyedot dana yang tidak sedikit. Kadang AC-nya tidak nyala, sudah service … sudah betul, gantian mesin tak bisa hidup. Bram frustrasi, seperti biasa tetap menyalahkan Mala. Kata-kata andalannya …
“Sudah dibelikan, nggak mau ngerawat! Manasin mobil tiap pagi aja apa sulit, haah!!”
Padahal Mala tidak pernah meminta mobil, malah menyarankan untuk menabung dulu agar dapat membeli mobil baru yang terjangkau. Bram tak terima saran Mala, berteriak lantang menuduh Mala sebagai wanita tak bersyukur.
Tak jarang, telunjuknya menunjuk-nunjuk depan hidung Mala dan memberi seribu kalimat sumpah serapah yang sangat buruk, sampai-sampai Mala akan menderita sakit kepala seharian akibat begitu banyak merasa tertekan. Sakit di belakang kepala dan area bagian belakang leher, memang akhir-akhir ini intens dirasakan Mala. Untuk itu tak jarang Mala banyak menggosokkan minyak kayu putih dengan aroma eucalyptus yang Mala sukai. Namun, sayangnya ini menjadi hal yang direndahkan oleh Bram.
“Huh, bau nenek-nenek, gimana suaminya mau betah!”
Celotehan Bram dirasakan Mala makin menjadi. Terus mengeluhkan soal Mala yang bau tak sedap, padahal Mala keramas tiap mandi sampai rambutnya kering dan rontok. Ditambah makin stress makin rontok. Mala memang jarang merawat badan dengan luluran atau maskeran yang membutuhkan waktu lama. Hampir tidak mungkin karena saat ini Mala mempunyai balita yang akan menggedor pintu kamar mandinya saat Mala baru saja melepas pakaiannya untuk mandi. Boro-boro merawat diri, balita itu kadang membuatnya tak menyempatkan diri menyuapkan makanan sekadar mengisi perut keroncongannya.
Apa Bram mau mengerti soal begini? Tentu saja tidak! Bram terlalu mengelu-ngelukan dirinya yang mencari nafkah keluarga sehingga merendahkan peran Mala yang mengurus rumah dan merawat anak-anak mereka. Mala heran …
Bukankah tugas mencari nafkah sudah sepatutnya bagi seorang suami, mengapa Bram seolah merasa terbebani sangat berat.
“Aku pergi lagi, ya Mah!” Bram berpamitan.
Baru pulang dua jam dan kini bersiap pergi lagi … entah ke mana. Mala ingin membuka mulut tapi diurungkannya, rasanya percuma … toh Bram tak mungkin menjawab jujur. Hanya tahu pekerjaan Bram sekarang berhubungan dengan material. Gaji yang diberikan pada Mala tidak tetap dengan dalih harga material naik dan turun. Tetapi, yang mencurigakan seminggu tiga kali pasti Bram menginap di luar kota―lagi-lagi alasan urusan bisnis―hotel tempat Bram menginap bukanlah hotel biasa standar kelas menengah melainkan sebuah hotel dengan ukuran mewah bagi Mala. Souvenir, sandal hotel yang Mala temukan di ransel Bram menjelaskan itu semua.
Tingkat kecurigaan Mala sudah meningkat sampai 80% ditambah lagi menemukan struck starbucks di kantung celana Bram. Ada banyak sekali kebiasaan baru Bram, antara lain nongkrong di kafe untuk meminum kopi dan vape. Wewangian dan pakaian baru yang dibeli di mall tanpa sepengetahuan Mala dan anak-anak. Sedangkan uang belanja yang diberikan untuk Mala di rumah sangat pas-pasan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
2025-08-23
0
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
2025-08-23
0
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
2025-08-21
0