NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Kepikiran

Malam mulai larut, namun suasana kamar Leon masih diterangi lampu temaram. Di sisi tempat tidur, Nayla sedang membereskan meja kecil sambil sesekali melirik Leon yang baru saja menyelesaikan obatnya. Hari ini cukup melelahkan, tapi juga terasa berbeda—lebih ringan, lebih hangat.

Leon yang sudah bersandar di sandaran ranjang, menatap Nayla dengan sorot mata yang tenang.

“Nayla,” panggilnya pelan.

Nayla menoleh, langkahnya terhenti. “Ada apa, Tuan?”

Leon diam sejenak, lalu berkata, “Besok setelah pulang dari kantor, kita langsung ke rumah sakit, ya.”

Nayla mengerjapkan mata, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar. “Benarkah, Tuan?” wajahnya langsung memancarkan antusiasme yang tak bisa disembunyikan. “Tentu saja! Saya akan siapkan semua keperluannya. Semoga dengan Tuan rutin menjalani terapi, Tuan bisa segera pulih seperti dulu. Dan Tuan bisa buktikan pada mereka yang pernah meremehkan… bahwa Tuan sudah bangkit.”

Leon tersenyum kecil. Nada suara Nayla yang penuh semangat membuatnya merasa dihargai.

“Aku yang mau berobat, tapi kamu yang paling senang,” ucap Leon sambil tertawa kecil.

“Tentu saja, Tuan,” jawab Nayla tulus. “Saya ikut senang karena Tuan akhirnya mau membuka diri. Saya percaya, Tuan bisa sembuh… dan saya akan selalu dukung itu.”

Leon hanya menatapnya beberapa detik, tanpa berkata apa-apa. Tapi dalam hatinya, kalimat Nayla barusan lebih dari sekadar dukungan—itu adalah semangat hidup yang perlahan mulai kembali ia temukan.

Beberapa saat kemudian, Nayla berpamitan untuk kembali ke kamarnya dan Leon pun memejamkan mata.

Entah esok akan seperti apa… tapi semoga esok lebih baik dari hari ini, ucap Nayla dalam hati sebelum benar-benar menutup pintu kamar Leon.

Keesokan Paginya

Meja makan dipenuhi aroma hangat dari masakan yang menggugah selera. Seperti biasa, mereka menikmati sarapan bersama Mama Gaby, Leon, dan Nayla.

Dalam suasana hangat itu, Leon membuka percakapan. “Ma, nanti sepulang kantor aku mau langsung ke rumah sakit.”

Mama Gaby menoleh dengan wajah bahagia. “Mama do'akan kamu, sayang. Semoga semua berjalan lancar dan kamu segera sembuh.”

Leon tersenyum, “Terima kasih, Ma.”

Setelah sarapan selesai, Nayla menyiapkan kursi roda dan membantu Leon bersiap. Mereka pun berangkat menuju kantor seperti biasa.

Hari itu di kantor berjalan cukup padat. Aktivitas berlangsung seperti biasa, namun Leon tampak lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya. Semua karyawan mulai menyadari perubahan positif pada atasannya yang dulu tertutup dan dingin, kini mulai membuka diri dan kembali aktif.

Tanpa terasa, jam kantor usai. Beberapa karyawan berpamitan satu per satu, dan Leon pun segera bersiap.

Perjalanan ke rumah sakit ditempuh dengan tenang. Nayla yang menyetir sesekali mencuri pandang ke arah Leon yang tampak memikirkan sesuatu. Namun tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka. Mungkin masing-masing sedang menyimpan harapan.

Setibanya di rumah sakit, Nayla mendorong kursi roda Leon masuk ke lobi utama. Beberapa dokter dan perawat yang mereka lewati menyapa Leon dengan ramah.

“Selamat sore, Tuan Leon!”

Leon membalas sapaan mereka dengan senyuman tipis. Saat Nayla hendak berhenti di bagian pendaftaran, Leon menahan.

“Tak perlu daftar. Langsung saja ke ruangan seperti biasa.”

“Baik, Tuan,” jawab Nayla, mendorong kursi roda menuju ruang terapi.

Setibanya di sana, seorang asisten dokter menyambut mereka dengan senyum ramah. “Selamat datang kembali, Tuan Leon. Silakan masuk.”

Tak lama kemudian, seorang dokter pria keluar dari ruang dalam. “Hari ini datang sendiri, Tuan?” tanyanya ramah.

Leon menoleh ke arah Nayla, lalu berkata, “Tidak, saya datang bersama teman saya… Nayla.”

Nayla hanya tersenyum sopan dan menundukkan kepala memberi salam pada sang dokter.

Dokter pun mulai melakukan pemeriksaan pada kaki Leon. Setiap gerakan, tekanan, dan respons diperhatikan dengan saksama. Nayla mendampingi di sisi Leon, memperhatikan dengan penuh perhatian dan kesabaran.

Hari itu, bukan hanya pemeriksaan biasa. Tapi hari di mana Leon benar-benar mengambil langkah pertamanya menuju kesembuhan.

Berikut ini adalah versi yang telah direvisi dan diperhalus dari cerita yang kamu tulis, dengan tetap menjaga alur cerita sebelumnya agar tetap konsisten dan tidak keluar jalur:

---

Di sebuah ruang VVIP restoran mewah, senja menemani dua insan yang sedang menikmati suasana sore. Clarissa duduk anggun di seberang Davin, kekasih barunya. Di depannya tersaji hidangan mahal, namun sejak tadi ia hanya memainkan sendok dalam gelas minumannya.

Davin yang memperhatikan gelagat Clarissa mengangkat alis, lalu membuka suara dengan nada menggoda, namun sarat penyelidikan.

“Kamu kelihatan nggak bersemangat, Clar. Jangan-jangan... kamu lagi kepikiran mantanmu?” tanyanya setengah bercanda, tapi matanya menyipit curiga.

Clarissa mengangkat pandangannya, menatap Davin dengan kesal. “Apaan sih? Kamu kayak orang cemburu aja.”

Davin tertawa kecil. “Kalau dulu mungkin iya. Tapi sekarang? Buat apa aku cemburu sama pria lumpuh yang hidupnya di kursi roda? Jadi... benar, ya? Kamu masih mikirin dia?”

Clarissa menghentikan gerakan tangannya. Sendok di tangannya jatuh pelan ke dasar gelas, menimbulkan bunyi denting pelan. Ia menatap kosong sejenak, lalu menjawab dengan nada datar.

“Bukan Leonnya yang aku pikirikan .. tapi wanita yang bersamanya di foto itu. Aku penasaran... siapa dia? Baru kali ini aku melihat perempuan itu. Waktu aku masih jadi pacarnya, Leon nggak pernah dekat dengan siapa pun. Dia pria yang tertutup.”

Davin tersenyum miring. Akhirnya dia tahu apa yang sebenarnya mengusik pikiran Clarissa. Bukan Leon, tapi wanita yang kini berada di sisi Leon. Meski Clarissa sudah memutuskan hubungan mereka, nyatanya tidak mudah baginya menerima kenyataan bahwa Leon bisa saja sudah memiliki pengganti.

“Jadi sekarang jelas... bukan aku yang cemburu, tapi kamu,” sindir Davin sambil menyandarkan punggung ke kursi santai.

Clarissa mendesah, lalu menjawab tegas. “Aku nggak cemburu, Davin. Ngapain aku cemburu sama wanita seperti itu? Jelas-jelas dia bukan di levelku. Pasti dia cuma perawat yang disuruh nemenin Leon.”

“Tapi kalau dilihat dari penampilannya... dia jauh dari kesan perawat biasa,” potong Davin, senyumannya menyeringai. “Pakaian yang dia pakai mahal, modis. Dan dari caranya berdiri di samping Leon, kelihatan mereka cukup dekat.”

Clarissa memutar bola matanya. “Entahlah. Aku malas bahas dia.”

Davin tidak menyerah. Dengan suara santai namun penuh tekanan, ia kembali memanaskan suasana. “Kalau benar dia kekasih barunya, berarti motivasi Leon untuk sembuh makin besar. Dan kalau dia berhasil bangkit... ya, makin sulit buat kita menjatuhkan dia.”

Perkataan Davin seperti menyiram bensin ke bara api. Wajah Clarissa berubah dingin. Tatapannya mengeras.

“Aku nggak akan biarkan itu terjadi,” katanya tegas. “Aku akan cari tahu siapa gadis itu. Bukan karena aku cemburu... tapi karena urusan kita sama Leon belum selesai. Kita belum menghancurkan perusahaannya.”

Davin menyeringai puas. Ia tahu, lewat Clarissa, rencananya akan berjalan lebih lancar. Ia hanya perlu mendorong sedikit... dan Clarissa akan melakukan sisanya.

"Bagus," ucap Davin pelan. "Semakin cepat kita tahu siapa wanita itu, semakin cepat kita bisa merobohkan pertahanan Leon dari dalam."

Clarissa hanya diam. Namun dalam hatinya, amarah mulai tumbuh—bukan hanya karena rencana mereka terancam, tapi karena egonya terluka. Ia tidak menyangka, pria yang dulu ia remehkan... kini bisa bangkit dan mungkin... bahagia tanpa dirinya.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!