Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keributan
Bel istirahat berdentang nyaring. Seperti biasa, murid-murid langsung menyerbu kantin mewah Sekolah Internasional St. Clairmont—dengan meja marmer mengilap, pendingin ruangan canggih, dan aroma makanan dari berbagai penjuru dunia yang menggoda.
Riuh. Ramai. Penuh obrolan dan tawa.
Di meja tengah, duduklah geng paling populer,
Levi Gautama duduk santai dengan ekspresi datarnya, diapit oleh Alicia, Jayden, Dwiki, dan si kembar Arya–Arvan.
Tiba-tiba Jayden melirik ke arah pintu masuk dan menyikut Dwiki cepat-cepat. “Tuh! Lihat siapa yang datang.”
Semua langsung menoleh.
Zoe Aldenia.
Dengan tenang, gadis itu melangkah masuk, satu tangan membawa kotak bekal berwarna hitam dengan gaya santai, ekspresi wajahnya tetap dingin dan tak terbaca.
Jayden menyeringai. “Pasti sekarang dia balik lagi jadi Zoe yang biasanya. Pagi tadi dia jual mahal, tapi sekarang kita lihat aja, dia pasti langsung ke Levi dan kasih bekalnya.”
Dwiki ikut menyahut, “Kita taruhan lagi? Duit gue masih belum habis dari tadi.”
“Gue malah penasaran, kenapa si antagonis bisa mengerjakan tugas yang diberikan Bu Arti tadi.”
Arvan tertawa. “Palingan juga hoki.”
Mereka semua menunggu Zoe melangkah ke meja mereka.
Zoe makin dekat.
Langkahnya pelan namun penuh percaya diri. Semua pasang mata menatapnya, siap menyaksikan adegan klasik, Zoe menyodorkan bekal pada Levi dan mulai bicara sok manja. Tapi...
Zoe hanya berjalan lurus melewati meja mereka tanpa satu pun lirikan.
Tidak ada sapaan. Tidak ada senyum. Bahkan tidak ada kontak mata.
Jayden ternganga. “Hah?!”
Zoe kemudian duduk di kursi kosong di sudut kantin, membuka kotak bekalnya perlahan.
Bekalnya tertata cantik. Sayur-sayuran rebus, nasi onigiri, potongan buah segar, dan sebotol infused water. Semua disusun rapi, seperti gaya bento ala Jepang.
Dwiki lagi-lagi terkejut. “Oke. Gue beneran gak ngerti jalan pikirannya sekarang.”
Alicia menggigit bibir. “Mungkin Kak Zoe masih gak mood?”
Arya mendesis pelan. “Atau dia benar-benar berubah?”
Levi yang sejak tadi hanya memperhatikan diam-diam, akhirnya bicara. Suara tenangnya mengiris keheningan. “Dia tidak melihat ke arah kita bahkan sekali pun.”
“Lo terganggu?” tanya Jayden menaikkan salah satu alisnya.
Levi menatap Zoe dari jauh, lalu menjawab santai, “Nggak. Justru itu bagus, jadi dia gak ganggu hubungan gue sama Cia lagi.”
Zoe, yang duduk sendiri di meja pojok, menikmati makan siangnya dalam keheningan.
Akhirnya mereka fokus sama makanan mereka sendiri, meski masih melirik Zoe yang benar-benar tidak melakukan apa-apa.
"Aku ke toilet dulu," ujar Alicia pada Levi.
Levi menatap Alicia lembut. "Mau aku antar?" tawarnya.
Alicia menggeleng sambil tersenyum. "Gak perlu. Aku bisa kok."
Alicia lalu berdiri dari kursinya dan melangkah ke arah pintu keluar. Roknya melambai pelan, senyumnya tetap lembut seperti biasa. Namun, baru beberapa langkah keluar dari pintu tiba-tiba ...
Brak!
Pyaarr!
“Aduh!”
Suara nampan jatuh disertai mangkok pecah dan juga suara rintihan Alicia.
Zoe yang dari tadi menyesap infused water-nya sambil menatap semuanya dari tadi tanpa berkedip.
Seketika keributan itu terjadi, apalagi para murid melihat sang idola.
Terlihat Alicia terduduk di lantai, tanpa luka sedikit pun, hanya tampak kaget dan meringis kesakitan. Tapi di depannya, seorang gadis berkacamata berdiri kaku. Baju gadis itu basah kuyup oleh kuah bakso panas. Nampan makanannya tergeletak, dan ekspresi wajahnya panik.
"Alicia!" seru Levi bersama yang lainnya segera menghampiri Alicia.
Jayden langsung menatap tajam gadis berkacamata itu. “Lo sengaja, ya?!”
“Astaga, Heh cupu! Gak punya otak, ya? Berani banget lo nyerempet Alicia!”
Arvan menambhakan. “Tahu diri dikit, dong. Seorang cupu jangan sok eksis!”
Valen, gadis berkacamata itu, menggeleng cepat. Air matanya mulai menggenang.
“Aku gak sengaja … aku—aku kaget, dia tiba-tiba belok dan aku gak lihat, dia yang ...”
"Halah! Elo pasti sengaja, kan?" potong Dwiki dengan wajah datar.
Levi turun tangan. Ia membungkuk, membantu Alicia berdiri. “Kamu gak apa-apa?” tanyanya pelan.
Alicia menggenggam lengan Levi, suaranya lembut. “Aku ... aku gak apa-apa … mungkin dia nggak sengaja.”
Namun tetap saja, Arya dan Arvan mulai mendorong Valen, membuat tubuh kurusnya tersentak.
“Minta maaf gak lo!”
“Sadar posisi lo!”
“Gak usah pura-pura polos!”
“Cukup.”
Suara Zoe memotong udara dengan tajam.
Seluruh kantin menoleh. Zoe kini berdiri, langkahnya mantap, wajahnya dingin. Ia berjalan cepat dan menarik Valen ke belakangnya, melindungi gadis berkacamata itu.
“Apa kalian gak punya kaca?!” serunya dengan nada tinggi tapi tenang. “Alicia baik-baik saja. Yang basah kuyup kena kuah panas itu ....” Zoe menunjuk Valen, “adalah dia. Tapi kenapa dia yang diserang?”
Jayden menyeringai sinis. “Lo belain siapa sih sekarang? Bukannya lo juga gak suka sama si cupu ini? Jadi, gak usah sok jafi pahlawan.”
Zoe menoleh datar ke Jayden. “Gue gak bela siapa-siapa. Gue cuma benci sama ketidakadilan dan kebodohan masal.”
Arya menukas tajam. “Lo pikir kita bodo?”
Zoe mengangkat satu alis.“Kalau lo gak bisa lihat siapa yang luka, siapa yang basah, siapa yang shock, ya … lo simpulin sendiri.”
Ia berbalik pada Alicia, menatap gadis itu lurus-lurus. “Heh, Alicia.”
“Ngomong. Lo jatuh sendiri atau ditabrak?” tanya Zoe dengan senyum sinis.
Alicia membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar.
Zoe menghela napas dan berkata lebih keras.
“Kalau lo gak salah, kenapa lo diem? Lo pikir gue gak lihat semuanya? Kalau lo gak ngomong apa adanya, berarti lo memang sengaja biarin Valen disalahin, dan itu keterlaluan.”
Levi mengerutkan kening. “Zoe, cukup. Kita gak tahu apa yang terjadi. Jangan asal nuduh.”
Zoe mengangkat dagunya. “Oke. Kalau kalian gak percaya apa yang gue bilang. Kita lihat CCTV. Simple, kan?”
Seluruh kantin kembali hening. Semua tahu, kamera CCTV ada di atas pintu masuk, mengarah tepat ke lokasi kejadian.
Alicia mulai gelisah. Tangannya meremas rok seragamnya.
Zoe masih menatap tajam. “Gue udah cukup liat drama lo hari ini, Alicia. Kalau lo bener-bener ‘malaikat’ kayak image yang lo bangun, lo harusnya belain Valen dari tadi, bukan diam sambil dipeluk Levi.”
Valen menggenggam lengan Zoe pelan, masih gemetar. “Z—Zoe ... kamu gak harus—”
Zoe berkata dan tersenyum dingin. “Tenang. Mereka bukan dewa. Kebenaran itu gak butuh status.”
Suasana di kantin makin tegang.
Murid-murid lain mulai berbisik, sebagian berpihak ke Zoe, sebagian masih mendukung Alicia.
Alicia yang sejak tadi diam akhirnya membuka suara. Nadanya tergesa, seolah ingin segera menyudahi situasi yangsemakin keruh.
“Valen gak salah kok!” Suara lembutnya terdengar jelas. “Aku sendiri yang jatuh mungkin karena lantainya licin. Aku gak sengaja. Aku juga gak menyalahkan Valen.”
Seketika, semua orang terdiam. Bahkan Arya, Arvan, dan Jayden saling pandang dengan ekspresi canggung.
Zoe menyeringai kecil, matanya menatap mereka semua tajam.
“Nah. Dengar sendiri, kan?”
Ia menyapu pandangan ke semua anggota geng Levi. “Makanya, kalau kalian segitu takutnya si putri kesayangan kalian kenapa-napa, kekep aja terus. Jangan kasih dia jalan sendiri. Bisa kepleset lagi, terus amnesia deh.”
Jayden menatap tajam. “Zoe .…” Nada suaranya terdengar ingin membela diri, tapi tak tahu harus mulai dari mana.
Zoe menukas dingin. “Gue capek lihat kalian sok jagoan padahal otak gak dipake. Lo pikir dengan teriak paling keras, lo jadi paling benar?”
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭