NovelToon NovelToon
CEO'S Legal Wife

CEO'S Legal Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: salza

Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Meja makan utama rumah besar itu terasa hangat setidaknya di permukaan. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya lembut ke piring-piring porselen mahal. Leora duduk dengan punggung tegak di sisi Leonard, sementara di seberang mereka ada Minjae dan Presdir Lee.

Sejak awal makan, Minjae tak henti-hentinya tersenyum.

“Leora, kamu cantik sekali malam ini,” ucap Minjae lembut sambil menatap menantunya penuh kebanggaan.

“Merah itu benar-benar cocok untukmu. Leonard, kamu beruntung menikah dengan Leora”

Leonard hanya melirik sekilas ke arah Leora. Tidak berkomentar. Tangannya tetap tenang memegang alat makan, ekspresinya datar seperti biasa.

Minjae belum berhenti.

“Kulitmu cerah sekali, Leora. Kamu tidak kelihatan lelah sama sekali meski kerja di kantor. Ibu senang melihatmu.”

Leora tersenyum sopan. “Terima kasih, Ibu.”

Leonard akhirnya menghela napas kecil, lalu meletakkan sendoknya.

“Ibu,” ucapnya lugas, “sebenarnya kenapa ibu memanggil kami ke sini malam ini?”

Gerakan Minjae terhenti sesaat. Ia mengambil pisau kue, memotongnya perlahan terlalu tenang. Sambil itu, ia melirik ke arah suaminya.

Presdir Lee tersenyum tipis, seolah sudah menebak reaksi putranya.

“Tenang dulu,” katanya sambil meraih gelas. “Makan dulu. Tidak semua hal harus langsung serius.”

Leonard mengernyit. “Ayah—”

Presdir Lee mengangkat tangan, memotong dengan santai.

“Hanya basa-basi sedikit.”

Beberapa detik kemudian, Presdir Lee meletakkan gelasnya kembali. Tatapannya kini serius, bergantian menatap Leonard dan Leora.

“Baik,” katanya. “Kami bertiga aku, ibumu, dan Damian sudah membicarakan ini cukup lama.”

Leora menegakkan tubuhnya. Ada firasat aneh yang tiba-tiba muncul.

“Kami memutuskan,” lanjut Presdir Lee, “untuk mengirim kalian berdua berbulan madu.”

Leonard terdiam sepersekian detik.

Leora membeku.

“Ke Prancis,” sambung Minjae dengan mata berbinar. “Kapal pesiar mewah. Perjalanan yang indah, romantis, dan—”

“APA?!” suara Leonard dan Leora hampir bersamaan.

Leora refleks menatap Leonard, matanya membesar. Bibirnya sedikit terbuka, benar-benar tak percaya.

“Honeymoon…?” gumamnya lirih, seperti memastikan ia tidak salah dengar.

Leonard langsung berdiri setengah dari kursinya.

“Aku tidak mau, Bu,” katanya tegas. “Itu tidak perlu.”

Minjae terkejut. “Leonard—”

“Kami baik-baik saja tanpa itu,” lanjut Leonard dingin. “Aku sibuk. Leora juga bekerja. Tidak masuk akal.”

Presdir Lee menatap putranya tajam tapi tenang.

“Duduk dulu.”

Leonard mengatupkan rahang, lalu duduk kembali, namun sikapnya jelas menolak.

“Leonard,” kata Presdir Lee pelan tapi berat, “kau sudah menikah. Bukan hanya di atas kertas. Dunia luar tidak perlu tahu detailnya, tapi keluarga ini perlu melihat usaha.”

Minjae ikut menimpali, suaranya lebih lembut.

“Leora sudah menjadi istrimu. Ibu ingin kalian punya kenangan yang baik. Tidak semuanya harus tentang bisnis dan kantor.”

Leora menunduk. Tangannya mengepal kecil di bawah meja. Ia bisa merasakan tekanan itu—bukan paksaan kasar, tapi harapan yang menekan perlahan.

“Leora,” Minjae menatapnya penuh harap, “kamu mau, kan? Ini untuk kalian.”

Leora mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya berpindah ke Leonard dingin, keras, seperti tembok yang tidak memberi celah.

Beberapa detik berlalu.

“Saya…” Leora menarik napas. “Saya ikut Leonard saja, Ibu.”

Ucapan itu membuat ruangan kembali hening.

Leonard menoleh cepat ke arahnya, jelas terkejut.

“Kau yakin?”

Leora mengangguk kecil. “Apa pun keputusan Leonard, saya ikut.”

Minjae terlihat kecewa, tapi Presdir Lee justru menatap Leora lebih dalam seolah menilai ketulusan di balik kata-katanya.

“Kau istri yang baik,” kata Presdir Lee akhirnya. “Tapi keputusan ini bukan hanya soal mau atau tidak mau.”

Leonard menyandarkan punggung ke kursi, menghembuskan napas keras.

“Ayah selalu memaksa.”

Presdir Lee tersenyum tipis.

“Tidak. Ayah sedang menyiapkan yang terbaik untuk kalian."

Keheningan itu akhirnya dipecahkan oleh Minjae yang berdeham kecil, lalu tersenyum seolah baru menyadari suasana terlalu tegang.

“Aduh, lihat kalian berdua,” katanya sambil tertawa ringan. “Seperti mau rapat direksi saja. Ini meja makan, bukan ruang sidang.”

Presdir Lee ikut tersenyum tipis.

“Ibumu benar. Jangan pasang wajah seperti dunia mau runtuh.”

Leonard melirik ayahnya singkat. “Ayah yang memulainya.”

“Dan ayah yang mengakhirinya,” balas Presdir Lee santai. “Lagipula, Prancis itu indah. Tidak ada salahnya kalian menikmati waktu berdua. Anggap saja… jeda.”

Minjae mengangguk antusias. “Betul. Makan malam romantis, jalan santai, udara segar. Ibu yakin itu baik untuk hubungan suami istri.”

Leora meneguk air putihnya pelan. Senyumnya sopan, tapi pikirannya mulai berlari ke arah yang lain.

Atau…

sebenarnya mereka berharap sesuatu yang lebih ya?

Tatapannya melirik sekilas ke arah Minjae yang kini tersenyum penuh arti, lalu ke Presdir Lee yang terlihat terlalu tenang.

Jangan-jangan…

ini bukan cuma soal honeymoon.

Apa mereka… pengin punya cucu?

Leora refleks menelan ludah. Leonard, yang tidak menyadari isi kepala istrinya, hanya menghela napas pelan.

“Kalau itu semua sudah direncanakan,” katanya akhirnya, “setidaknya beri kami waktu berpikir.”

Presdir Lee mengangguk. “Tentu. Kami tidak menuntut jawaban malam ini.”

Minjae tersenyum ke arah Leora lagi.

“Kamu jangan tegang begitu, Nak. Ibu hanya ingin melihatmu bahagia.”

Leora membalas dengan anggukan kecil. “Terima kasih, Ibu.”

Namun di dalam hatinya, Leora hanya bisa bergumam lirih

Aduh… kalau benar mereka berharap cucu,aku dan Leonard bahkan belum benar-benar…

Ia menghentikan pikirannya sendiri, pipinya terasa hangat tanpa sadar.

Di sampingnya, Leonard melirik sekilas entah kenapa ia merasa Leora tiba-tiba terlihat gelisah.

Dan tanpa mereka sadari, rencana keluarga ini sudah melangkah jauh lebih cepat dari kesiapan mereka berdua.

...----------------...

Suara klik pintu terdengar pelan saat Leora masuk ke kamar. Leonard sudah lebih dulu ada di dalam. Ia duduk bersandar di kepala ranjang, sudah berganti kaos dan celana panjang kasual. Ponsel ada di tangannya, namun perhatiannya tidak sepenuhnya ke layar.

Leora melangkah pelan ke arah lemari, rambutnya digerai seadanya. Setelah mengganti pakaian, ia baru menyadari: piyamanya malam ini sedikit berbeda. Baju tidur itu lebih pas di badan, sedikit ketat, dan panjangnya… yah, bisa dibilang agak “hemat kain.”

Saat ia berbalik dari cermin, ia mendapati Leonard sedang menatapnya sekilas. Cepat, tapi jelas.

“Ada apa?” tanya Leora pelan. “Terlalu terbuka?”

Leonard cepat-cepat mengalihkan pandangan ke ponselnya. “Tidak. Terserah kau saja.”

Leora mendengus kecil, lalu berjalan ke ranjang dan duduk masih menyisakan jarak beberapa jengkal dari Leonard. Suasana hening beberapa saat, hanya ada suara notifikasi dari ponsel.

Leora mengeluarkan krim kecil dari laci samping dan mulai mengoleskannya di hidung.

Leonard melirik. “Masker lagi?”

“Untuk komedo,” jawab Leora santai. “Mumpung belum tidur.”

Leonard hanya mengangguk kecil.

Lalu ia meletakkan ponselnya di meja samping, menatap lurus ke depan. Suaranya pelan tapi mantap, memecah keheningan malam itu.

“Soal rencana honeymoon tadi…”

Leora menghentikan olesannya. “Hmm?”

Leonard menatap kosong ke dinding sejenak sebelum lanjut bicara.

“Kalau pun kita menolak, itu percuma. Ayah dan Ibu tidak akan berhenti mendesak. Aku tahu mereka.”

Leora tersenyum tipis. “Apa mungkin… mereka berharap kita pulang bawa cucu?”

Nada suaranya jelas menggoda, walau sambil mengamati ekspresi Leonard dari sudut mata.

Leonard menghela napas. “Jangan mulai dehh”

“Aku serius,” balas Leora ringan. “Tadi kan kata Ibu rumah ini terlalu sepi. Biasanya kalau orang tua bilang begitu... ya gitu.”

Leonard menggeleng. “Aku sih ogah, belum siap”

Suara itu keluar jujur. Berat.

Leora menoleh penuh sekarang, tidak lagi tersenyum.

“Kenapa?” tanyanya, bukan menekan, hanya ingin tahu.

Leonard menunduk sebentar, lalu bersandar ke dinding di belakangnya.

“Banyak hal,” katanya pelan. “Perusahaan masih terlalu kacau. Aku masih belum tahu bagaimana membagi hidup. Aku bahkan belum bisa memahami diriku sendiri…”

Ia berhenti sejenak, lalu melirik Leora.

“Dan… karena kita belum saling cinta, Leora. Kau tahu itu.”

Leora tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, seolah mengerti seolah memang sudah mengantisipasi jawaban itu.

“Aku tidak memaksamu,” katanya tenang. “Kalau pun suatu saat kita berubah… itu karena waktu. Bukan paksaan.”

Leonard menatapnya, kali ini sedikit lebih lama. Mungkin untuk pertama kalinya malam itu, dia tidak melihat Leora sebagai perempuan yang asing… tapi sebagai seseorang yang berdiri di sisinya diam-diam, dan tetap tinggal.

Leora kembali mengoleskan masker ke ujung hidungnya sambil berucap ringan,

“Nol koma nol satu persen… tapi tetap maju, ya.”

Leonard mengangkat alis. “Apa?”

Leora menoleh setengah. “Hubungan kita. Setidaknya malam ini… kau bicara padaku sebagai suamiku.”

Leonard tidak membalas. Tapi senyapnya bukan penolakan.

Di udara yang sunyi itu, ada sedikit hangat yang pelan-pelan masuk di antara mereka.

Masih jauh, tapi tidak lagi diam.

1
pamelaaa
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!