Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Harga Sebuah Kebebasan
Suasana di dalam ruang bawah tanah itu meledak dalam kekacauan. Ratusan penjaga bertopeng perunggu mengepung posisi Zilong dan Xiao Bai, sementara Pria Topeng Emas tertawa mengejek dari kejauhan.
"Zilong! Jangan hiraukan aku! Selamatkan dirimu!" teriak Paman Lin, suaranya parau karena bertahun-tahun tidak digunakan.
"Aku tidak akan meninggalkan keluarga yang tersisa!" balas Zilong. Ia menghantamkan ujung tombaknya ke lantai, menciptakan gelombang kejut yang mementalkan barisan depan penjaga.
Zilong melompat ke arah jeruji besi. Dengan satu hentakan tenaga dalam yang luar biasa, ia menghancurkan gembok sel. Ia segera memutuskan pasak logam yang memaku tangan Paman Lin. Energi penekan Qi yang mengalir di pasak itu sempat menyengat tangan Zilong hingga menghitam, namun ia tidak peduli.
"Jian Chen! Sekarang!" teriak Zilong ke arah langit-langit.
Dari atas balkon, Jian Chen menjatuhkan belasan lampu minyak dan meledakkan wadah bubuk mesiu yang ia bawa. BOOM! Ruangan itu seketika dipenuhi api dan asap tebal. Dalam kekacauan itu, Jian Chen meluncur turun menggunakan tali, menebas setiap penjaga yang mencoba mendekat.
"Cepat! Kita harus pergi melalui jalur pembuangan tadi!" seru Jian Chen sambil memanggul tubuh Paman Lin yang sangat lemah di bahunya.
Namun, Pria Topeng Emas tidak tinggal diam. Ia mengayunkan tangannya, dan dari balik jubah merahnya keluar ribuan jarum beracun yang membentuk badai kematian. "Kalian pikir bisa keluar dari sini hidup-hidup?"
Mereka berhasil mencapai gerbang lorong pembuangan, namun sebuah pintu besi raksasa mulai turun secara otomatis untuk menutup satu-satunya jalan keluar.
"Pintu itu akan menutup dalam lima detik!" teriak Xiao Bai panik.
Zilong melihat ke belakang. Pria Topeng Emas sudah melesat maju, siap menghantam punggung Jian Chen yang sedang membawa Paman Lin. Jika Zilong ikut masuk sekarang, serangan itu akan menghancurkan mereka semua di dalam lorong sempit.
Zilong berhenti tepat di ambang pintu. Ia berbalik membelakangi teman-temannya.
"Zilong! Apa yang kau lakukan?! Masuk!" teriak Xiao Bai, tangannya mencoba menggapai jubah Zilong.
Zilong menatap Xiao Bai dengan senyum tipis—sebuah senyuman yang sangat tenang namun menyayat hati. "Bawa Paman Lin pergi. Jaga bendera ini, Xiao Bai. Aku akan menahan mereka di sini."
"TIDAK! KAU AKAN MATI!" Xiao Bai menjerit, air mata mulai mengalir di pipinya.
Zilong menggunakan kakinya untuk menendang Jian Chen dan Xiao Bai masuk ke dalam lorong, tepat saat pintu besi itu berdentum jatuh menutup jalan. BRAAAKKK!
Zilong kini berdiri sendirian menghadapi ratusan penjaga dan sang pemimpin bertopeng emas. Ia menusukkan Tombak Naga Langitnya ke tanah sebagai tumpuan. Tubuhnya sudah penuh luka, dan energi Qi-nya terkuras habis saat menghancurkan pasak Paman Lin tadi.
"Sangat heroik," ejek Pria Topeng Emas. "Kau mengorbankan nyawamu untuk seorang pria tua yang sudah hancur?"
Zilong mengikat kain di kepalanya dengan kencang. Matanya berkilat dengan cahaya biru yang menyala, tanda ia sedang membakar esensi jiwanya sendiri—teknik terlarang yang memberikan kekuatan besar namun berisiko kematian.
"Aku tidak mengorbankan nyawa," ucap Zilong dengan nada dingin yang menggetarkan ruangan "Aku sedang memastikan bahwa naga tidak akan pernah bisa dijinakkan oleh sampah seperti kalian."
Di balik pintu besi yang tertutup rapat, Xiao Bai memukul-mukul pintu itu dengan tinjunya hingga berdarah, namun suara dentuman tombak Zilong dan teriakan para penjaga yang tewas di sisi lain perlahan mulai menjauh saat Jian Chen memaksanya untuk terus berlari menyelamatkan Paman Lin.
Zilong benar-benar sendirian di tengah lautan musuh, menari dengan maut di bawah tanah Kota Terlarang.