“Gray dan yang lain dalam bahaya. Aku harus menolong mereka.”
Ketika Luc Besson menekan tombol dan serangan mematikan itu melesat cepat ke arah Gray dan rombongan, Gavin memaksakan dirinya berdiri. Napasnya terengah-engah, tubuhnya nyaris tak sanggup bergerak, tetapi kakinya tetap melangkah.
“Tidak!”
Ia berlari sekuat tenaga, meski sadar tindakannya mungkin tidak akan menghentikan serangan itu. Namun ia tidak bisa berdiam diri ketika kematian berada tepat di depan mata orang-orang yang ingin ia selamatkan.
Di saat itulah Gavin berteriak dalam keputusasaan yang paling dalam.
“Aku mohon hentikan waktu agar aku menolong mereka.”
Seketika, Gavin terperangah. Sebuah gelombang aneh menjalar dari dalam tubuhnya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Apa yang terjadi?”
Di hadapan kehancuran yang tak terelakkan, Gavin melihat sesuatu yang tidak pernah dirinya lihat selama ini—sebuah tanda bahwa kekuatan tersembunyi di dalam dirinya akhirnya terbangun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Sepuluh anggota dewan utama UltraTech tengah berkumpul di sebuah ruangan khusus untuk membicarakan program rahasia mereka. Para penjaga tampak berada di luar ruangan, lengkap dengan robot polisi dan anjing robot. Nyaris semua anggota dewan sepakat untuk segera menjalankan rencana tersebut, kecuali satu orang yang masih meminta kelonggaran waktu mengingat masih ada beberapa hal yang perlu disiapkan.
"Kita tidak memiliki cukup banyak waktu lagi sekarang!” Seorang anggota dewan menggebrak meja dengan keras. "DeepCore dan kelompok lain sudah menjalankan rencana ini sejak lama. Hanya kita saja yang masih tertinggal!"
"Kita melakukan rencana ini untuk keselamatan kelompok kita!" sahut anggota dewan yang lain tak kalah semangat.
"Jika kita tidak terlambat, maka akan banyak korban yang berjatuhan. Kita tidak boleh ragu-ragu. Keraguan hanya akan menghambat dan menjadi bumerang untuk itu!"
"Aku sangat mengerti alasan tersebut, karena hal itulah aku menyetujui rencana tersebut. Hanya saja, kita juga tidak boleh terburu-buru sampai mengabaikan beberapa persiapan yang nantinya akan kita sesali di kemudian hari," ucap anggota yang masih belum sepakat.
Perbincangan berlangsung cukup lama hingga beberapa anggota dewa membubarkan diri, kecuali dua orang yang berkunjung ke tempat Graham beberapa waktu lalu.
"Graham tampak berbeda dari waktu ke waktu. Akan tetapi, kita tidak menemukan bukti yang mengarah bahwa dia sudah mengkhianati kita. Dia bahkan sudah berada dalam kendali kita karena chip yang sudah terpasang di tubuhnya."
"Kau benar. Firasatku juga mengatakan jika dia sudah melakukan sesuatu. Meski kita belum menemukan bukti apa pun, kita tetap harus mengawasinya dengan ketat."
"Bagaimana dengan George? Dia belum ditanami chip seperti Gideon dan Gabriel. Dia memiliki kemungkinan untuk memberontak."
"Itu tidak mungkin. Kita mengenal George dan level kemampuannya. Dia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun hingga sekarang. Selain itu, banyak anggota yang lebih pintar dan kuat darinya. Kita juga bisa, menghancurkannya kapan pun jika dia berkhianat."
Kedua anggota dewan itu meninggalkan ruangan.
Sementara itu, George baru saja meninggalkan markas. Mobilnya melaju di sebuah hutan dalam mode penyamaran. Ia melihat beberapa burung dan kijang yang berkeliaran. Pria itu masih belum mempercayai apa yang sudah terjadi.
George menoleh pada robot burung yang kini dalam jam tangan. "Apa yang sebenarnya robot ini lakukan? Dylan terus memproses sesuatu."
George memijat kepalanya yang pening. "Aku termasuk bagian dari kelompok rahasia, tetapi nyatanya masih ada kelompok rahasia lain."
George menguap beberapa kali, bersandar di kursi, menggeliat. "Aku tiba-tiba sangat mengantuk sekarang. Aku juga masih merasakan tubuhku lemas."
George memeriksa jarak dan lokasi tujuannya. Ia memejamkan mata sampai akhirnya terlelap di kursi. Si robot burung berbentuk jam tangan berhenti melakukan pemrosesan. Layar menunjukkan keterangan "pemindahan data".
George terbangun saat sore hari. Ia menyeka keringat, mengendalikan napas yang terengah-engah. Pria itu segera memeriksa keadaan sekeliling.
"Aku berada di Vistoria sekarang. Mobil dalam posisi masih melaju di tengah jalan raya."
"Kepalaku sangat sakit. Aku juga...." George sontak tercengang ketika menyadari sesuatu. Ia mengamati jam tangannya lekat-lekat. "Aku mengerti sekarang. Robot ini mengembalikan memoriku yang hilang. Jadi, proses pemindai dan pemrosesan itu adalah untuk mengembalikan memoriku."
"Aku, Gideon, dan Gabriel bertarung dengan Luc Besson dan anak-anak istimewa itu. Dalam pertarungan itu, Luc Besson berjanji akan ikut denganku jika aku mengalahkan anak-anak istimewa itu. Aku, Gideon, dan Gabriel tampaknya terlalu meremehkan mereka sehingga kami kalah dari mereka. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi setelahnya sampai akhirnya aku terbangun di kandang peternakan."
"Keputusanku untuk pergi ke Vistoria ternyata tepat. Luc Besson kemungkinan besar bekerja sama dengan anak-anak itu sekarang. Itu berarti dia berada di kediaman Alexander. " George mengepalkan tangan erat-erat. "Pertemuan anggota baru akan terjadi tiga hari lagi bersamaan dengan rencana pemasangan chip pada setiap anggota UltraTech. Aku menduga Alexander dan anggota lain juga akan dipasangi chip."
George menekan tombol di jam tangan. Benda itu seketika berubah menjadi robot burung kecil. "Aku belum sempat memeriksa informasi apa pun yang kau miliki. Inilah saatnya."
Robot burung itu memindai George. Dalam hitungan singkat, sebuah layar hologram seketika muncul, menampilkan beberapa deretan informasi.
George mengubah rute menuju kediaman Xander, menekan file pertama. "Aku harus menyiapkan hati dan pikiranku."
Sementara itu, jingga menghias cakrawala saat ini. Xander, Lizzy, Sebastian, Samuel, Lydia, Larson, Larvin, serta beberapa pengawal tengah menonton Alexis berlatih di dekat danau. Anak kecil itu tampak semangat meski sudah kelelahan karena berlatih sejak pagi.
Axo dan Axe memperhatikan dari dekat.
"Alexis tampak sangat semangat." Lydia tersenyum. "Dia berjuang dengan sangat keras. Aku benar-benar bangga."
"Dia selalu mengatakan ingin menjadi seperti ayahnya. Dia juga ingin menjadi kakak yang bisa melindungi adiknya," sahut Lizzy.
"Dia memang harus menjadi seorang pria yang bisa diandalkan." Larvin tertawa.
"Dasar tua bangka sialan!" geram Larson dengan suara tertahan, berbisik di telinga Larvin. "Kaulah yang membuatku menjadi seperti sekarang, Tua Bangka."
"Itu karena kau bodoh." Larvin tidak mengalihkan perhatian dari Alexis.
"Cepatlah mati agar kau tidak lagi cerewet."
"Latihan sekarang. Anda bisa beristirahat sekarang, Tuan Muda," ujar seorang pengawal bernama Lorien. Ia pernah melatih Alexander tempo hari, dan sekarang ia dipercaya untuk melatih Alexis.
"Terima kasih atas bantuannya, Lorien."
"Aku akan melakukan semua yang terbaik untuk melayani Anda dan keluarga Anda." Lorien membungkuk, meninggalkan sisi danau bersama beberapa pengawal.
Alexis tiba-tiba terjatuh, menyeka keringat. "Latihan ini sangat menyenangkan. Aku tidak sabar untuk berlatih dan belajar besok."
Larson tiba-tiba tertawa. "Badanmu pasti akan terasa sangat sakit besok, Alexis. Jangan menangis dan memanggil ayah dan ibumu.”
"Diamlah, sialan." Larvin menyikut perut Larson.
Alexis menginjak kaki Larson. "Axo, Axe, serang Paman Larson sekarang."
Axo segera mencakar Larson, dan Axe mematuk-matuk kepala pria itu.
"Dasar kucing dan burung sialan! Aku pasti akan membuang kalian!" Larson mengusir Axo dan Axe. "Dasar sialan!"
Alexis memeletkan lidah, menarik tangan Lizzy. "Ibu, aku ingin segera membersihkan diri. Aku tidak ingin bau seperti Paman Larson."
Axo dan Axe segera mengikuti Alexis.
"Dasar anak nakal!" Larson berdecak, mengejar Alexis. "Aku pasti akan memandikanmu hingga kau kedinginan."
"Kau tidak akan bisa menangkapku, Paman. Axo, Axe, serang Paman Larson!"
Xander tersenyum. Ia seketika menoleh ketika melihat Gray, Baba, dan yang lain baru saja keluar dari ruangan penciptaan.
Bennet tampak cemberut, memutar bola mata. "Kenapa kalian tiba-tiba berhenti mendadak? Aku ingin segera beristirahat."
Gray tiba-tiba tertawa. "Terlihat sangat berbeda memang."
"Diamlah dan jangan mengatakan apapun, Gray!"
"Bukankah kehidupan Alexander sangat sempurna? Dia memiliki istri yang sangat cantik dan lembut." Bruce menatap Lizzy. "Berbeda sekali dengan wanita kasar yang aku kenal."
Axe tiba-tiba terbang ke arah Luc, mendarat di bahu pria tua itu.
"Kau tampaknya sangat merindukanku, burung kecil." Luc Besson tiba-tiba melihat George sedang berada di dalam mobil. "Dia tampaknya masih ingin menangkapku."