Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden
Pusat perbelanjaan mewah di tengah kota itu selalu ramai oleh pengunjung kelas atas. Di antara kerumunan, tampak dua sosok yang mencuri perhatian, Zion Azlan, pemilik ZaZi Corporation, dan putrinya Azzura, yang berjalan di sisinya sambil tertawa kecil.
Mereka baru saja tiba di lantai khusus perhiasan, tempat butik-butik berlian dan batu mulia berjejer anggun dengan pencahayaan yang elegan.
Azzura menggandeng lengan ayahnya, matanya menyusuri etalase-etalase indah. “Jadi, Daddy mau beliin hadiah apa buat Mommy? Jangan cuma bunga lagi ya,” godanya sambil tertawa pelan.
Zion tersenyum lebar, ekspresinya penuh rasa sayang dan bangga. “Tentu bukan bunga, sayang. Daddy sudah siapkan hadiah khusus. Sudah Daddy pesan dari jauh-jauh hari.”
Mata Azzura membesar penasaran. “Oh ya? Serius?”
Zion mengangguk mantap. “Ayo, kita ambil sekarang. Daddy mau kamu yang lihat pertama kali.”
Zion menggenggam tangan putrinya dan menuntunnya masuk ke sebuah toko berlian eksklusif. Begitu mereka masuk, para staf langsung membungkuk dengan hormat.
“Selamat datang, Tuan Zion,” sambut salah satu staf.
Zion hanya mengangguk singkat, auranya tetap tenang tapi mengintimidasi.
Staf itu segera bergegas memanggil manajer. Tak lama kemudian, seorang pria berjas rapi muncul dari pintu belakang sambil tersenyum penuh hormat.
“Tuan Zion, senang sekali Anda datang. Pesanan Anda sudah selesai kami siapkan,” ucap sang manajer.
Manajer kemudian memberi isyarat pada stafnya yang dengan hati-hati membawa sebuah kotak beludru besar berwarna hitam dengan aksen emas. Ia meletakkannya di atas meja kaca dengan sangat pelan, seolah barang di dalamnya adalah benda paling berharga di dunia.
Saat kotak itu dibuka, mata Azzura langsung berbinar.
Di dalamnya, sebuah kalung berlian megah dengan batu pusat berwarna ungu muda bercahaya halus, terpampang indah. Desainnya elegan dan sangat klasik, terlihat jelas bahwa perhiasan itu bukan dari zaman biasa.
“Waaah ... batu di kalung itu sepertinya langka banget, Dad,” gumam Azzura kagum.
Zion tersenyum kecil dan mencondongkan tubuh ke arah putrinya, berbisik pelan. “Tentu. Itu batu langka dari zaman kuno. Gak ada yang tahu keberadaannya di zaman sekarang ... kecuali Daddy.”
Azzura terkekeh kecil. “Mommy pasti suka banget. Ini cantik banget, Daddy.”
Zion mengangguk puas. “Daddy juga yakin. Mommy kamu memang pantas dapat yang terbaik.”
Ia lalu menoleh ke sang manajer dan bertanya, “Mana pesanan saya yang satu lagi?”
Manajer itu sedikit membungkuk, “Mohon tunggu sebentar, Tuan Zion. Saya ambilkan sekarang.”
Begitu manajer itu berlalu, Azzura menoleh penuh rasa ingin tahu. “Loh? Ada satu lagi? Masih buat Mommy?”
Zion menatap putrinya dan tersenyum penuh misteri. “Nanti kamu tahu sendiri.”
Tak lama kemudian, sang manajer kembali membawa sebuah kotak yang tak kalah mewah. Kali ini, bentuknya lebih ramping dan feminin.
Zion membuka kotaknya sendiri.
Di dalamnya terdapat sebuah kalung yang lebih lembut desainnya, dengan bandul berbentuk bintang kecil dan batu biru muda di tengahnya. Lebih simpel, namun tetap terlihat sangat eksklusif.
Zion mengambil kalung itu dengan hati-hati, lalu berdiri di hadapan Azzura.
“Yang ini, Daddy pesan khusus untuk putri kecil Daddy,” ucapnya sambil tersenyum hangat.
Azzura terkejut, matanya berkaca-kaca. “Buat aku?”
“Hmmm.” Zion mengangguk dan menyematkan kalung itu ke leher putrinya. “Kamu sudah tumbuh dewasa, Zura. Tapi buat Daddy ... kamu tetap putri kecil Daddy. Dan Daddy ingin kamu tahu, Daddy selalu di sini untuk melindungi kamu, kapan pun.”
Azzura memeluk ayahnya erat. “Thank you, Daddy. Ini ... cantik banget.”
Zion membalas pelukannya sambil mengusap rambut putrinya dengan lembut.
“Kamu lebih cantik lagi,” bisiknya.
Mereka berdua lalu tersenyum, dalam diam yang penuh kasih dan rasa syukur.
**
Setelah mengambil dua kotak mewah dari toko perhiasan, Zion dan Azzura melangkah keluar dari butik berlian tersebut dengan wajah cerah.
Di tangan Zion tergenggam dua kotak hadiah yang telah ia pesan khusus untuk dua wanita paling berharga dalam hidupnya, istrinya Zanaya, dan putrinya tercinta, Azzura.
Di luar butik, Azzura menatap sang ayah dengan semangat. “Daddy, gimana kalau kita makan dulu? Aku laper banget!”
Zion melirik arlojinya sebentar lalu tersenyum mengangguk. “Boleh. Kamu yang pilih tempatnya, ya.”
Mereka mulai berjalan beriringan menyusuri lorong pusat perbelanjaan menuju restoran favorit mereka. Namun, belum sampai beberapa langkah, Zion mendadak menghentikan langkahnya dan menepuk lembut lengan putrinya.
“Sayang, Daddy ke toilet dulu ya. Tiba-tiba perut Daddy ... yah, kamu tahu lah.” Wajah Zion terlihat canggung.
Azzura langsung mencibir, memonyongkan bibir. “Ihh ... Daddy! Jangan lama-lama ya!”
Zion tertawa kecil lalu mengacak lembut rambut Azzura. “Nggak akan. Tunggu di sini, jangan pergi ke mana-mana.”
Azzura hanya mengangguk kesal sambil membenahi rambutnya yang berantakan akibat ulah sang ayah.
Zion pun bergegas ke toilet terdekat, sementara Azzura berdiri santai di dekat dinding, membuka ponselnya dan mulai membalas pesan-pesan masuk.
Di layar terlihat chat dari Sania yang sedang mengeluh soal drama kampus dan menyelipkan beberapa foto baru mereka. Azzura terkikik pelan sambil mengetik balasan.
Tanpa Azzura sadari, dari kejauhan seseorang tengah memperhatikannya dengan tatapan membara penuh kebencian.
Wajah orang itu tertutup masker, rambutnya disanggul dan mengenakan topi, membuat penampilannya tidak mencolok. Di tangannya tergenggam sebuah botol plastik berisi air keras yang telah disamarkan menjadi minuman kemasan.
Orang itu berjalan pelan mendekat, pura-pura melihat-lihat toko sambil sesekali menyeka keringat dari wajahnya, seolah tak ada niat jahat.
Beberapa pengawal Zion memang terlihat di area sekitar, tapi karena oran itu tampil begitu biasa, tak ada yang mencurigainya.
Azzura masih fokus pada ponselnya.
Langkah orang itu semakin cepat, tangannya sudah siap membuka tutup botol dan....
Sret!
Dalam sepersekian detik, hembusan angin tajam dan kuat menyambar botol itu, menghantam balik arah siraman air keras yang hendak dituangkan ke Azzura.
Cesssshhhh!!!
Jeritan memekakkan telinga langsung terdengar.
“Aakkkkhhhhh! Panas! Panas!”
Air keras itu tepat mengenai wajah dan tubuh orang itu sendiri. Botol terlepas dari tangannya dan terjatuh ke lantai dengan suara berdecit. Tubuhnya meliuk kesakitan, sementara wajahnya langsung menunjukkan reaksi kimia parah, kulitnya mulai melepuh mengerikan.
Pengunjung mal langsung panik, beberapa menjerit, sebagian mundur menjauh. Suasana mendadak kacau.
Pengawal Zion segera bereaksi. Tiga orang langsung berlari ke arah Azzura dan membentuk lingkaran perlindungan.
“Nona, Anda tidak apa-apa?”
Azzura mengangguk tenang, meski jantungnya masih berdetak kencang. Ia menatap lurus ke arah wanita yang berguling di lantai sambil terus menjerit.
Rica, dialah orang yang ingin mencelakai Azzura. Tapi karena Azzura memiliki kepekaan yang tinggi, Azzura sudah tahu sejak dia diintai.
“Dia ... dia mau nyiram aku,” kata Azzura dingin.
Beberapa pengawal segera menahan Rica yang masih meronta histeris. Salah satu pengawal menyalakan alat komunikasi untuk menghubungi pihak keamanan mal.
Tak lama, Zion datang terburu-buru, napasnya sedikit tersengal. “Zura?!”
Azzura langsung menoleh. “I’m okay, Dad.”
Zion memeluk putrinya erat, lalu menatap ke arah kerumunan dan melihat Rica yang tengah dilumpuhkan petugas keamanan. Wajah Zion langsung mengeras.
“Siapa dia?” tanya Zion, nadanya tajam penuh kemarahan.
Azzura menatap Rica, lalu berbisik, “Rica ... dia orang yang pernah menyebarkan berita bohong di kampusku.”
Zion mengangguk pelan, lalu menatap pengawalnya. “Pastikan dia gak keluar dari sini. Panggil pengacara, polisi, siapa pun. Aku mau dia dipenjara, sekarang juga. Biarkan dia membusuk di sana.”
“Siap, Tuan Zion!”
Rica hanya bisa terus merintih, wajahnya penuh luka, tangis dan rasa sakit yang amat sangat. Tak ada lagi senyum puas di wajahnya seperti dulu saat menginjak Azzura.
dia baik tp baik sm siap.dlu
lah ini apaaaaa
zanaya sm penduduk kecil baik g pelit kasih modal usaha dan pelatihan
lah manusia jmn skrg yg ada iri dengki dan tamak
bukan nya tau tata krama tp mlh ngelunjak
yaa nikmati aja cara mu didik anak wkwkwk mampus kau slh cari lawan
nahh blm tau azura aja sok2an loe.