Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.
Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babak Ketiga Puluh Satu
“Baiklah, jika kalian tak ingin menjelaskan semua alasan kalian dan siapa kalian ini sebenarnya. Aku takkan memaksa lagi, tergantung sejauh mana kalian bisa menahan Jurus Jari Besiku ini. Jangan salahkan aku jika aku kejam, karena aku sendiri tidak peduli siapa yang terbunuh oleh Jari Besiku ini,” kata Permadi sambil merapal Jurus Jari Besinya. Terdengar bunyi gemerantak tulang pada buku – buku jarinya, seketika itu pula tangan Permadi menghitam, Jurus Jari Besi sudah dirapal dan bersiap meminta korban.
“Jumawa, kau ! Ketahuilah aku belum mengerahkan seluruh kepandaianku. Takutnya, orang – orang Kuntala akan kehilangan salah seorang terbaiknya. Nah, sambutlah seranganku selanjutnya,” mulut pria berkujang emas itu komat – kamit. Asap tipis pada kujang emas dan bau harumnya makin menyengat, warna merahnya tampak makin menyala-nyala. Di sekitar tempatnya berdiri, seakan dikelilingi oleh warna merah darah. Dan ....
“HHIIAATTHH !!!”
Teriakan laki – laki itu membahana, mendadak kujangnya seperti terlepas dari genggamannya, berputar – putar di udara menyerang ke arah Permadi. Hawa panas menyengat membuat dada Permadi serasa sesak, tapi, ia tak mempedulikan itu tangannya berkelebat mencoba menangkis serangan kujang terbang itu. Namun, Kujang itu melesat bagaikan seberkas cahaya yang tak dapat disentuh. Sekalipun hanya dalam bentuk sekelebatan cahaya, Permadi merasakan bahwa cahaya itu berbahaya, maka, ia memilih menghindar.
“WWUUSSHH !!”
Desiran angin tajam itu menerpa wajah Permadi, untung ia masih sempat mengelak, tapi, ia merasakan perih dan pedih pada dahinya. Tampaknya, Permadi sedikit terlambat untuk menghindar, sehingga mata kujang sempat menggores dahinya. Telinganya mendengar desau angin semakin lama semakin jauh ke belakang, akan tetapi, dari depan muncul serangan lain yang sudah menanti. Dengan gerakan setengah putus asa, disambutnya serangan itu dengan Jari Besinya.
“TTTRRRIIINNNGGG !!!”
Terdengar bunyi menusuk gendang telinga, bersamaan dengan itu tampak percikan bunga – bunga api. Permadi berhasil menahan serangan tersebut, dia baru tahu bahwa, pria berkujang emas itu juga menyerang dari depan dengan kujangnya. Ia menyeringai, sementara Permadi kini merasakan adanya hawa panas dari arah belakang semakin lama semakin dekat. Bunyi mendengung dari belakang membuat Permadi penasaran, buru – buru ia membalikkan badannya, dan sebuah cahaya merah bergerak semakin lama semakin dekat.
“Kena, kau !”
Seru pria berkujang emas sambil menangkap cahaya merah itu, kaki kanannya terayun mendarat telak pada dagu Permadi setelah itu bersalto dua tiga kali ke belakang sambil terkekeh – kekeh.
“DASH !!”
Dagu Permadi jadi sasaran ujung kaki kanan lawan, ia terjungkal ke belakang dan roboh terjerembab, kepalanya pening, pandangannya berkunang – kunang sementara, dari sudut bibir kanan dan kirinya basah oleh darah.
Kujang memiliki sisi tajam dan bagian-bagian lain seperti: papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain: Kujang Pusaka (lambang keagungan dan perlindungan), Kujang Pangarak (untuk berperang), Kujang Pakarang (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Di samping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.
Sementara, Kujang emas milik pemuda itu lebih mirip Kujang Pangarak, menyerang dan bertahan. Saat dilempar oleh pemiliknya, kujang tersebut menyerang dari dua arah, dari depan dan dari belakang. Mirip bumerang yang mampu membalik arah serangannya. Selain itu, lawan Permadi tidak hanya mengandalkan satu atau dua kujang, akan tetapi, ia mampu menyerang dengan tangan kosong saat kujangnya beraksi di udara. Dan luka yang disebabkan oleh serangan tangan atau tendangan kosong itu, mampu membuat luka dalam. Tapi, serangannya terhadap Permadi tidak disertai oleh tenaga dalam, sehingga Permadi tidak mengalami luka dalam yang cukup berarti. Tujuannya adalah meruntuhkan mental Permadi terlebih dahulu.
Dan, memang benar, selama ini Permadi boleh dibilang belum pernah dikalahkan oleh lawan – lawannya, kecuali saat di HUTAN KANA GINI, dimana ia dan Shakila terluka oleh Ajian Serat Jiwa Tingkat Satu CAKRA MANGGILINGAN, milik Brama Kumbara. Ini untuk yang kedua kalinya, ia roboh di hadapan lawan. Harga dirinya jatuh namun, karena terlalu tinggi membuat dia bertindak nekad. Buru – buru ia berdiri dan menatap tajam ke arah lawannya, sementara JARI BESI – nya sudah dirapal, sekalipun tak yakin mampu mengalahkan lawannya ini.
Pria bersenjatakan Kujang Emas itu sebenarnya bernama DAWUNG.
Salah seorang pendekar ternama di Dataran Pasundan, sekalipun namanya belum bisa disejajarkan oleh para pendekar terdahulu, namun, baik ilmu kanuragan dan permainan senjatanya cukup tinggi. Orang – orang hanya menjulukinya PETANI KUJANG EMAS. Karena memang ia tidak menyukai perkelahian dan hidup menyendiri di sebuah desa terpencil, di Kaki GUNUNG BONGKOK, tepatnya di dusun Mulya Suka. Hanya orang – orang tertentu saja yang tahu dan paham bahwa petani kecil itu memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sebagai seorang yang paling mudah bergaul, tak heran ia pandai bersosialisasi.
Dalam kehidupannya sebagai petani, tak jarang ia mampu memasok hasil ladangnya dalam jumlah yang cukup besar. Sebagian dari hasil ladangnya itu ia jual ke berbagai tempat, terkadang jika masih ada kelebihan hasil ladang, ia sumbangkan kepada kaum fakir miskin dan orang terlantar. Dari sinilah ia bertemu dengan Mahali dan Palawa. Bagi orang awam, mengangkut dan menurunkan satu ton hasil bumi dari pedati, itu soal biasa. Akan tetapi, di mata Mahali dan Palawa, ia termasuk orang yang luar biasa. Persahabatan diantara mereka terjalin dan Dawung mulai membuka sedikit demi sedikit asal – usul dan latar belakangnya sebagai salah satu prajurit Istana Pajajaran yang mampu menghadapi puluhan prajurit lawan di medan perang hanya dengan bersenjatakan dua kujang emasnya seorang diri yang mengundurkan diri karena berselisih paham dengan salah seorang pejabat istana.
PENDEKAR KUJANG EMAS KEMBAR, itulah yang julukan yang diberikan oleh Rimba Persilatan untuk Dawung. Yang membuat Dawung menjadi salah satu penghadang jalan Permadi adalah, tersiarnya kabar burung bahwa Mahali dicelakai oleh orang – orang suruhan Permadi. Alasannya, Mahali gagal dalam menjalankan misinya untuk membunuh Widura, juga, kekacauan yang dibuat oleh Palawa muridnya sewaktu menyatroni Istana Madangkara. Dan yang memberi perintah adalah Permadi.Inilah penyebab, keenam orang pimpinan Palawa itu menghadang, menyerang dan berniat membunuh Permadi. Sementara, Permadi tidak tahu menahu soal penyerangan berikut alasan mereka mengapa ia diserang.
Dawung melompat tinggi ke udara sambil menyabetkan kujang emasnya yang dipegang tangan kanan dari atas kebawah, sementara, kujang yang dipegang tangan kirinya, ia sabetkan dari kiri ke kanan.
“WUSH ! WUSH ! WUSH !”
Tiga berkas cahaya merah meluncur deras ke arah Permadi. Permadi sudah mempersiapkan diri untuk menyambut serangan itu. Dengan gerakan yang susah diikuti oleh mata biasa, ia mencabut belati yang tergantung di pinggang kanannya, BELATI MERPATI PUTIH dengan digabung Jurus Jari Besinya, belati tersebut bergerak mengikuti kemana sinar merah itu bergerak. Dan...
“CRING ! CCRRIINNGG ! CCCRRRIIINNNGGG ....”
Sinar kemerahan dan cahaya yang keluar dari belati merpati putih beradu. Bunga – bunga api memercik, suaranya seakan menusuk – nusuk gendang telinga para pendengarnya. Semua orang menahan nafas saat dua senjata pusaka itu beradu, namun, nasib buruk kembali menimpa Permadi, tubuhnya terpental beberapa tombak ke belakang, Belati Merpati Putih terlepas. Keras lawan keras, tubuh Permadi sebenarnya tidak mampu menahan serangan tersebut, akan tetapi, tekad dan perbuatan nekad-nyalah yang telah menyelamatkan dirinya dari luka dalam yang parah.
“Nah, terimalah seranganku berikutnya, Permadi, berharaplah agar kau bisa selamat dari JURUS KUJANG EMAS MEMBELAH GUNUNG,” kata Dawung sambil menumpuk kujang emasnya menjadi satu lalu, tubuhnya berputar – putar bagai gangsing dan mencoba membobol pertahanan Permadi. Permadi yang saat itu baru saja memperbaiki posisi berdirinya, terkejut. Satu kujang emas saja sudah membuatnya kewalahan, nyaris mengeluarkan hampir seluruh tenaganya, apalagi dua kujang ditumpuk menjadi satu dan menyerang secara berputar. Jangankan mendekati penyerangnya, cahaya kemerahan yang keluar dari kujang tersebut membuatnya tak berdaya. Lengah sedikit saja, nyawa bisa melayang.
..._____ bersambung _____...