Di hari ketika dunia runtuh oleh Virus X-Z, kota berubah menjadi neraka. Zombie berkeliaran, manusia bertahan mati-matian, dan pemerintahan hancur dalam hitungan jam.
Di tengah kekacauan itu, Raka, seorang pria yang seluruh hidupnya terasa biasa, tiba-tiba mendapatkan Zombie Hunter System—sebuah sistem misterius yang memungkinkannya melihat level setiap zombie, meningkatkan skill, dan meng-upgrade segala benda yang ia sentuh.
Saat menyelamatkan seorang wanita bernama Alya, keduanya terjebak dalam situasi hidup-mati yang memaksa mereka bekerja sama. Alya yang awalnya keras kepala perlahan melihat bahwa Raka bukan lagi “orang biasa”, tetapi harapan terakhir di dunia yang hancur.
Dengan sistemnya, Raka menemukan kendaraan butut yang bisa di-upgrade menjadi Bus Tempur Sistem:
Memperbesar ukuran hingga seperti bus lapis baja
Turret otomatis
Armor regeneratif
Mode penyimpanan seperti game
Dan fitur rahasia yang hanya aktif ketika Raka melindungi orang yang ia anggap “pasangan hidup”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Yudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelombang Kegelapan Pertama
Langit sore berubah menjadi warna merah tua ketika Raka dan Alya akhirnya berhasil keluar dari reruntuhan koridor lab bawah tanah. Udara bebas terasa dingin menampar kulit, membawa aroma debu, darah kering, dan asap pembakaran yang masih mengambang tipis di udara. Mereka sudah terbiasa dengan bau itu, tetapi hari ini rasanya lebih pekat dari biasanya—seolah dunia baru saja menahan napas.
Alya menatap Raka, matanya masih menyimpan kilau cemas yang sejak tadi ia sembunyikan. “Raka perasaanku tidak enak. Sejak kita keluar dari Ruang Roh itu, udara di luar kayak berubah.”
Raka menatap cakrawala. Ia merasakan hal yang sama, bahkan lebih kuat. Ada dorongan samar seperti tarikan energi yang bergerak dari arah barat—energi yang sangat mirip dengan apa yang ia rasakan di dalam Ruang Roh, tapi jauh lebih kacau, lebih liar.
“Bukan cuma udara,” jawab Raka, suaranya dalam. “Ada sesuatu yang bangkit.”
Baru saja kata-kata itu keluar, tanah di bawah kaki mereka bergetar pelan. Getaran itu tidak cukup kuat untuk meruntuhkan bangunan, tetapi cukup untuk membuat debu runtuh dari atap koridor yang pecah.
Alya langsung mengangkat senjatanya. Raka menajamkan pendengarannya, dan detik berikutnya ia mendengar suara yang membuat bulunya berdiri: suara lolongan panjang, serak, dan dalam—bukan seperti zombie biasa. Suara itu terdengar lebih terarah, seperti panggilan.
Tidak lama kemudian, suara lain menyusul kemudian suara lain. Puluhan. Lalu ratusan.
Jeritan bersahutan dari segala arah.
“Raka” Alya meneguk ludahnya. “Jangan bilang mereka mengepung shelter.”
Raka mengangkat wajahnya ke arah barat, tempat suara paling kuat muncul. “Alya kita harus kembali sekarang.”
Mereka berlari melewati puing-puing bangunan hancur, melompati kendaraan yang terbalik, menembus jalanan kosong yang menjadi kuburan bagi ratusan manusia yang tak sempat melarikan diri saat kiamat terjadi. Makin dekat mereka ke arah shelter manusia, makin jelas suara pertempuran terdengar.
Teriakan manusia. Dentuman senjata. Dan langkah-langkah raksasa yang menghentak tanah seperti drum perang.
Saat mereka melewati tikungan besar, Alya terpaku melihat pemandangan itu.
Dinding barat shelter retak. Lampu-lampu sorot padam. Puluhan zombie biasa dan mutan berdesakan, menerjang pagar baja seolah itu hanya kertas. Terlihat para penjaga mencoba mempertahankan posisi, tetapi setiap menit ada saja yang jatuh, diseret ke kegelapan.
Namun, itu bukan hal yang paling mengerikan.
Sosok itu muncul di atas reruntuhan bus yang terbalik.
Tingginya lebih dari empat meter. Kulitnya hitam pekat dengan retakan ungu menyala. Matanya menyala merah seperti bara logam panas. Tulang-tulang yang menonjol di punggungnya membentuk garis runcing seperti duri. Dan di dadanya, terdapat inti energi ungu yang berdenyut—sama persis dengan pola energi kuno yang dilihat Raka di Ruang Roh.
Alya memucat. “Itu Tier-4.”
Tidak. Raka tahu itu sesuatu yang lebih buruk.
“Sosok itu terkontaminasi Energi Kuno,” kata Raka lirih.
Monster itu mengangkat kepalanya dan mengeluarkan teriakan yang memekakkan telinga. Teriakan itu menyebarkan gelombang energi, membuat para penjaga terlempar seperti boneka. Pagar baja melengkung, tanah bergetar, dan zombie-zombie lain semakin agresif.
Alya mencengkeram lengan Raka. “Kalau kita tidak masuk sekarang, shelter itu jatuh.”
“Itu sebabnya kita harus maju,” jawab Raka.
Alya mengangguk, walaupun wajahnya pucat. Ia percaya pada Raka. Selalu.
Raka mengaktifkan tampilan Sistem. Cahaya biru muncul di tepi pandangannya, dan tulisan melayang di udara.
[Peringatan: Entitas Mutasi Tingkat Sangat Tinggi terdeteksi]
[Ancaman: 87]
[Rekomendasi: Pengguna memasuki mode pertarungan penuh]
Ini pertama kalinya Sistem memberi nilai ancaman setinggi itu.
Saat Raka melangkah ke depan, energi baru yang ia dapatkan dari Ruang Roh mulai memancar di tubuhnya. Tidak menyilaukan, tidak juga mencolok—tetapi Alya bisa merasakan udara di sekeliling Raka berubah, seolah gravitasi sedikit mengemuka, mengikuti setiap gerakannya.
Monster Tier-4 itu menoleh. Untuk sepersekian detik, matanya bertemu mata Raka.
Dan ia tersenyum.
Senyuman yang tidak seharusnya dimiliki zombie.
Senyuman yang penuh kesadaran, penuh tantangan.
Raka mengepalkan tangan. “Alya tutup belakangku. Kita mulai sekarang.”
Alya menarik napas panjang. “Aku di belakangmu.”
Monster itu mengangkat lengannya yang besar seperti pohon tumbang. Tanah bergetar di bawah setiap langkahnya. Setiap kali kakinya menghantam tanah, retakan baru terbentuk.
Raka melangkah maju.
Pertempuran yang akan menentukan masa depan shelter baru saja dimulai.
semangat thor