NovelToon NovelToon
Mr. Billionare Obsession

Mr. Billionare Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Cintapertama
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yusi Fitria

Semua berawal dari rasa percayaku yang begitu besar terhadap temanku sendiri. Ia dengan teganya menjadikanku tumbal untuk naik jabatan, mendorongku keseorang pria yang merupakan bosnya. Yang jelas, saat bertemu pria itu, hidupku berubah drastis. Dia mengklaim diriku, hanya miliknya seorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusi Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 3

Waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari, tapi mataku tidak bisa terpejam. Aku hanya bisa berpura-pura tertidur saat Elbarra melihatku. Kini, kami tidur diatas kasur yang sama dengan posisi tangan Elbarra yang memelukku erat.

Banyak hal yang telah terjadi sejak kepergian Riki, dramaku yang tidak berhenti menangis hingga Elbarra yang memarahiku.

Aku merasa hidupku sial sekali, dan ini semua terjadi gara-gara Riki. Aku begitu mempercayainya, namun dia justru menumbalkanku demi sebuah jabatan. Lihat saja jika aku bertemu denganmu, aku akan memberimu pelajaran Riki Fernando.

Kulirik pria disampingku, ia masih tertidur dengan pulas. Tanganku lalu terangkat untuk melambai-lambai di depan wajahnya, namun tidak ada respon.

Dengan hati-hati, kupindahkan tangan kekar itu dari atas perutku. Bergegas aku bangun tanpa mengeluarkan suara. Setelah berdiri, aku bisa bernafas lega.

Pelan namun pasti, aku melangkah keluar menuju pintu kamar. Ehh, aku melupakan sesuatu. Pintu kamar ini otomatis, disaat terbuka pasti akan berbunyi. Bagaimana jika Elbarra bangun? Dia pasti akan sangat marah.

"Tenang Sisi, ayo berpikir lagi.." Aku menenangkan diriku sendiri. Aku tidak boleh panik.

Balkon.

Hanya itu yang ada dipikiranku. Sedikit berlari aku menuju balkon, kemudian membuka pintunya pelan. Syukurlah tidak menimbulkan suara.

Glekk! Aku menelan ludahku kasar. Kamar Elbarra berada di lantai 3, jika aku melompat pasti tidak akan selamat. Otakku terus berpikir, hingga tercetuslah sebuah ide gila. Kalian ingat film Rapunsel? Jika dia memakai rambut panjangnya, maka aku menggunakan pakaian yang kuikat menjadi satu hingga menjuntai kebawah.

Sebelum turun, kutatap Elbarra untuk terakhir kali. Kuharap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Aku tidak bisa tinggal disini, ini bukan tempatku.

Aku mengibaskan tanganku karena merasakan perih akibat bergantung terlalu lama. Kulihat suasana begitu sepi, sepertinya Tuhan memberkatiku.

"Terima kasih, Tuhan.."

Buru-buru aku pergi menuju gerbang, sayangnya ada beberapa penjaga disana. Untung mereka tidak melihatku. Tembok dirumah ini begitu tinggi, bagaimana caraku memanjatnya?

Rasanya aku sudah putus asa. Hingga tiba-tiba pundakku ditepuk seseorang. Aku ingin berteriak akibat terlalu kaget, namun dia lebih dulu membungkam mulutku.

"Diamlah. Jika kau berteriak, maka usahamu akan menjadi sia-sia."

Aku mengangguk mengerti. Mia pun menurunkan tangannya dari mulutku.

"Ikut aku!" Mia membawaku ke sebuah taman, yang dimana terdapat pintu disana.

Ceklekk!

Pintu itu terbuka lebar. Aku menatap Mia penuh haru, dia membantuku? Tapi kenapa? Bagaimana jika Elbarra tahu, bukankah dia akan mendapat masalah?

"Cepatlah pergi! Kau tidak perlu khawatir. Disini tidak ada CCTV, jadi aman untukmu dan untukku."

Aku tersenyum, kemudian mengangguk. Sebelum keluar, kupeluk tubuh wanita tersebut. Pelukannya begitu hangat, persis seperti pelukan ibuku.

"Terima kasih, Mia. Aku tidak akan pernah melupakanmu,"

Mia hanya tersenyum, aku pun bergegas keluar. Gelap gulita, itulah yang pertama kali kulihat. Jam 3 dini hari, dan aku berada di hutan.

Sebagai penerangan, aku menggunakan senter ponselku. Dengan sedikit berlari aku perlahan menjauhi mansion itu. Jujur saja, aku begitu takut saat ini. Namun lebih menakutkan lagi jika bertemu Elbarra kembali.

40 menit kaki ini melangkah, akhirnya keluar dan berada di jalan raya yang besar. Ada sebuah mobil truk yang melintas, aku tidak tahu apa yang dibawanya dan aku juga tidak perduli.

Truk itu berhenti setelah aku berdiri didepannya. Tanpa babibu, aku berjalan menuju kursi penumpang. Aku membuka pintunya dan langsung masuk begitu saja, untungnya saat itu lagi kosong dan hanya ada supir.

"Hei, Nona. Kau ini siapa? Mengapa sembarangan masuk ke mobil orang asing?"

"Bisakah kita jalan dulu?" pintaku sambil menahan tangis.

Syukurlah supir truk itu mengerti. Ia tak banyak bersuara dan bertanya. Aku bergeming, begitupun dengannya. Dalam diamku ini, aku berpikir harus kemana? Pulang ke apartement? Rasanya aku tak sanggup.

Satu-satunya tempat yang bisa kudatangi adalah rumah sahabatku, Addie.

Setelah menempuh waktu yang cukup lama, tibalah juga dirumah Addie. Aku segera turun, dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada supir truk. Begitu beruntung aku bertemu dengannya, bahkan ia tidak meminta bayaran, mungkin tahu akan kondisiku yang sedang kacau.

"Addie..." panggilku sambil mengetuk pintu.

Hampir 15 menit aku berdiri dan memanggilnya, namun tak ada jawaban. Aku hendak pergi, namun suara pintu yang berderit membuatku berbalik.

"Sisi.." Addie menatapku tidak percaya. Diliriknya ponselnya untuk melihat jam, ternyata pukul 4 pagi.

"Ada apa kau datang sepagi ini? Eh, tunggu. Ada apa denganmu? Kenapa kau begitu berantakan? Apa kau baru saja dirampok atau diculik? Oh, God."

Beginilah Addie, sahabatku. Dia selalu melebih-lebihkan sesuatu. Apalagi jika aku sudah bercerita, pasti dia akan menjadi heboh.

"Boleh aku masuk?"

Addie mengangguk singkat, ia lalu menuntunku untuk masuk kerumahnya.

"Mami sedang tidak ada dirumah, dia ada perjalanan bisnis ke New York."

Aku duduk di sofa ruang tamu sambil memeluk tubuhku sendiri. Semakin pagi, hawa disekitar semakin dingin. Apalagi aku hanya menggunakan piyama dress selutut. Aku tidak tahu mengapa bisa ada pakaian wanita di kamar Elbarra, kurasa dia sudah mempersiapkan semuanya.

"Minum dulu," Aku menerima gelas yang diberikan Addie. Kuteguk sampai tandas, karena aku benar-benar merasa haus.

"Sudah lebih baik?" tanya Addie yang langsung kuangguki. "Kau bisa bercerita sekarang."

Apakah Addie akan percaya jika aku menceritakan tentang Elbarra? batinku bergejolak bimbang.

"Sisi, katakan sesuatu!!" sungutnya.

"Aku.. aku merindukanmu,"

Addie menatapku heran, seolah tak percaya dengan ucapanku. Tapi hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tak bisa membahas Elbarra di depannya, karena bagiku orang seperti Elbarra sangat berbahaya. Aku tidak mau mereka saling mengenal.

"Hanya itu?"

"Yaa," Aku mengangguk, "Sebenarnya aku merindukan ibuku, jadi aku datang kesini untuk bertemu Nyonya Florence , tapi ternyata Nyonya Florence sedang tidak ada disini."

Aku tidak sepenuhnya berbohong. Kedekatanku dengan Nyonya Florence tidak diragukan lagi. Dia begitu baik, bahkan tidak membedakanku dengan putrinya sendiri, Addie.

"Ah, sayang sekali. Harusnya kau bilang lebih awal jika ingin datang kemari. Aku pasti akan meminta Mami untuk menunggu kedatanganmu."

Aku tersenyum canggung, "Tidak apa-apa, Addie. Lagipula Nyonya Florence pasti sibuk."

"Mungkin. Entah sibuk karena kerjaan, atau sibuk mencari suami baru." Addie bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju kamarnya.

Nasib Addie sama sepertiku, sama-sama tidak memiliki seorang ayah. Tapi bedanya, ayahku sudah tiada, namun ayah Addie masih hidup tapi entah ada dimana.

"Sisi, sampai kapan kau akan disitu? Ayo cepat kemari!" teriakkan Addie membuyarkan lamunanku, bergegas aku menyusulnya yang sudah berada di kamarnya.

Aku bersyukur Addie tidak bertanya lebih jauh tentang apa yang terjadi. Yang ia tahu, aku datang kesini karena merindukan Maminya.

1
Ika Yeni
baguss kak ceritaa nyaa ,, semangat up yaa 😍
Yushi_Fitria: Terima kacih😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!