"Si4l, apa yang wanita itu rencanakan?
Mengapa setelah surat cerai kutandatangani, dia justru ... berubah?”
...
Lyara Elvera, seorang gadis yang tak merasakan keadilan di keluarganya. Kedua orang tuanya hanya memusatkan kasih sayang pada kakaknya, sementara Lyara tumbuh dengan rasa iri dan keinginan untuk di cintai
Namun, takdir berkata lain. Sebelum kebahagiaan menyentuhnya, Lyara meregang nyawa setelah terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung.
Ketika ia membuka mata, sosok misterius menawarkan satu hal mustahil, kesempatan kedua untuk hidup. Tiba-tiba, jiwanya terbangun di tubuh Elvera Lydora, seorang istri dari Theodore Lorenzo, sekaligus ibu dari dua anak.
Namun, hidup sebagai Elvera tak seindah yang terlihat. Lyara harus menghadapi masalah yang ditinggalkan pemilik tubuh aslinya.
“Dia meminjamkan raganya untukku agar aku menyelesaikan masalahnya? Benar-benar jiwa yang licik!”
Kini Lyara terjebak di antara masalah yang bukan miliknya dan kehidupan baru yang menuntut penebusan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantu Aku, Theo
Telinga Theodore terasa berdenging. Ia menatap Lyara lekat-lekat, seolah memohon penjelasan atas kata-kata yang baru saja ia dengar. Rasanya begitu sulit dipercaya hingga ia hanya bisa tertawa hambar, antara takjub dan tak masuk akal.
“El, kamu sedang bercanda di situasi seperti ini?” suaranya serak. “Aku tahu kamu tidak punya kembaran. Mana mungkin kamu bukan istriku?”
Lyara mengusap air matanya dengan tangan gemetar. “Aku tidak bercanda, Theo. Aku Lyara, bukan Elvera. Dan ini bukan ragaku. Ini raga istrimu! Aku … aku hanya jiwa yang tersesat, yang masuk ke tubuh Elvera!”
Theodore mengusap wajahnya kasar, berusaha menepis kenyataan yang terdengar seperti mimpi buruk. Ia tersenyum hambar, getir, menolak logika yang berusaha menerobos pikirannya.
“Kamu sedang berdongeng, El? Ayolah … kita sedang membahas masalah kita, bukan cerita aneh seperti ini.”
Namun Lyara tiba-tiba meraih kerah kemeja Theodore, menariknya hingga wajah mereka begitu dekat—hidung nyaris bersentuhan, napas saling bertemu. Mata mereka bertubrukan, memantulkan emosi yang bergejolak hebat.
“Lihat aku baik-baik, Theo!” suaranya bergetar namun tegas.
“Aku Lyara Elvera, bukan Elvera Lydora! Ingat saat kamu menahanku di balkon ketika aku hampir melompat? Hari itu, jiwaku masuk ke tubuh istrimu. Aku tak tahu kenapa semua ini terjadi, tapi yang jelas, aku bukan Elvera-mu, Theo!”
Theodore terdiam. Kenangan-kenangan lama menyeruak masuk seperti ombak.
Ia mulai mengingat—perubahan sikap Elvera yang terlalu mendadak, terlalu berbeda. Cara bicara, gestur, bahkan selera makannya, semua berubah dalam waktu singkat.
Ia sebelumnya berpikir istrinya hanya stres atau sedang berubah karena sikap yang ia berikan. Tapi kini, semua itu terasa seperti potongan puzzle yang tiba-tiba pas di tempatnya.
Tubuhnya limbung. Ia jatuh duduk di sofa, pandangannya kosong.
“Kalau kamu tak percaya, tanya saja pada Nero,” ucap Lyara pelan. “Dia sama sepertiku. Kami … menempati raga yang bukan milik kami.”
“Apa?”
Dunia Theodore seolah berputar cepat, tapi waktu berhenti. Akalnya menolak bekerja. Ia hanya bisa menatap Lyara dengan mata kosong, sementara hatinya berdegup tak karuan.
Tanpa banyak bicara, ia meraih ponselnya.
“Nero … datang ke rumahku. Sekarang.”
.
.
.
.
Beberapa Saat Kemudian, Suasana ruang keluarga mencekam. Lyara duduk di ujung sofa, menggenggam tangannya erat hingga buku jarinya memutih. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena takut. Tatapan Theodore kini begitu dingin, asing, tak seperti biasanya.
Sementara Nero yang baru datang justru terlihat tenang. Ia menyesap teh yang disajikan tanpa menunjukkan rasa gugup sedikit pun.
“Jadi,” ucap Nero santai, menatap mereka bergantian, “kalian mau tahu yang mana dulu?”
“Apa benar yang dikatakan Lyara?” suara Theodore bergetar. “Ini semua tak masuk akal. Seperti cerita fantasi yang mustahil terjadi. Jelaskan padaku!”
Nero menghela napas panjang sebelum menjawab. “Ya, aku dan Lyara memang menempati raga yang bukan milik kami. Aku tak bisa kembali ke ragaku sendiri. Jiwa aslinya memilih berada di keabadian. Sama seperti Lyara … hanya saja dia berbeda. Elvera hanya meminjamkan raganya agar Lyara bisa mencari tahu kenapa dia tak bisa kembali.”
Theodore terdiam. Matanya bergantian menatap Lyara dan Nero, lalu menunduk dalam-dalam.
“Jadi maksudmu … dia bukan istriku?”
“Raganya iya,” jawab Nero lembut, “tapi jiwanya bukan. Lyara hanya di sini sementara, sampai ia menemukan raga aslinya. Kadang, kita harus berpikir di luar batas logika, Kak.”
Theodore memegang kepalanya, mencoba menahan pusing yang makin menjadi. Segalanya terasa kabur dan tak masuk akal.
“Aku tidak ingin mengambil tubuh istrimu sepenuhnya,” lirih Lyara. “Aku hanya ingin kamu membantuku mencari orang tuaku. Aku terjatuh dari gedung lima tahun lalu. Saat aku terbangun di tubuh ini, keluargaku sudah tak di tempat yang dulu. Aku ingin pulang, Theo. Aku ingin kembali.”
Theodore menatapnya lama. Raga di depannya memang milik Elvera, tapi sorot matanya … itu bukan tatapan yang sama. Ada kelembutan yang asing, ada luka yang berbeda. Dan dalam hatinya, ia mulai mempercayainya, meski logika menolak.
“Mengapa Keisya membenciku?” tanya Lyara lirih.
”Mengapa Keisya membenciku? Sungguh, aku tak ingat apapun, yang hanya aku ingat aku terbangun di hari itu. Kata Bibi aku tertidur sejak kemarin, aku gak ingat apapun,"
“Siapa yang memasak ini?” tanya Theodore.
“Aku. Kenapa? Rasanya aneh, ya?”
"Sejak kapan kamu bisa memasak?”
“Sejak sekolah,” jawab Lyara polos.
Theodore menatapnya tajam. Ia tahu betul—Elvera bahkan tak pernah bisa membedakan garam dan gula. Sesuatu di d4danya mengencang. Selama ini … tanda-tandanya sudah ada. Ia hanya tak mau mengakuinya.
Kepalanya terasa penuh, jantungnya berdetak tak karuan. Ia memijat pelipisnya kuat-kuat, hampir putus asa.
“Kalau kamu bertanya kenapa Elvera berselingkuh dengan Bryan, aku tak tahu jawabannya,” ucap Lyara pelan. “Tapi kalau kamu bertanya seberapa dalam cintanya pada kamu dan anak-anak … aku tahu.”
Theodore menoleh cepat. Air matanya menggenang. Lyara menatapnya, dengan wajah yang sama seperti Elvera, tapi tatapan yang jauh berbeda.
“Aku merasakan cintanya, Theo. Aku merasakan sakitnya. Ia kehilanganmu—pria yang dulu menjaganya. Ia kehilangan ayahnya, kekasihnya, dan kemudian kehilangan kepercayaannya padamu. Saat kamu sibuk dengan Zeya, Bryan datang membawa perhatian yang ia rindukan. Ia bukan tak setia, Theo … ia hanya hancur.”
Air mata Theodore jatuh tanpa bisa ditahan, d4danya sesak. Suara Lyara makin bergetar, setiap katanya menvsuk seperti duri.
“Anak-anak membencinya karena hasutan Zeya. Ibu mana yang tak menangis ketika kedua anak yang ia lahirkan dengan taruhan nyawa sendiri membencinya? Aku bisa merasakan semuanya, cinta dan sakit itu sekaligus. Aku bahkan nyaris tak kuat menanggungnya.”
Theodore menunduk. Tangisnya pecah, mengalir deras. Ia baru sadar, ia sudah lama kehilangan istrinya. Ia hanya hidup berdampingan dengan raganya, tanpa jiwanya. Kini, hanya kesepian yang tersisa.
“Aku hanya minta tolong …,” bisik Lyara parau. “Bantu aku menemukan ragaku. Aku ingin kembali. Tolong, Theo.”
Theodore mengangkat wajahnya. Di hadapannya, tubuh istrinya duduk dengan jiwa perempuan lain di dalamnya. Namun entah mengapa, ada ketulusan di sana yang tak bisa ia tolak.
“Baiklah, Lyara,” ujarnya pelan. “Kita akan mencari ragamu. Dan mungkin … di jalan itu, istriku bisa kembali.”
______________________
apa lagi anak bryan 🤦♀️
masih mblundeeetttt
apalagi ini ditambah kondisi Ara yg menimbulkan tanda tanya
semoga saja gak isi
klo isi bisa jadi masalah besar
takutnya di curigai anak orang lain
q yakin El tidak seburuk ituuuu
pengakuan Bryan cuma untuk memprovokasi Theo