NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:543
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Bau Melati yang Menyesakkan

Bau melati yang pekat dan manis itu menyeruak masuk, membuat paru parunya sesak hingga ia terbatuk batuk, menyadari bahwa ia kini sendirian di kamar kakaknya, tercekik oleh kehadiran tak terlihat.

Kirana mundur dari pintu, napasnya tersengal. Bau itu seperti kabut tebal yang menusuk, bukan menyegarkan, tetapi mematikan. Ia segera menuju ke jendela, berharap bisa membukanya.

Tangannya mencoba memutar engsel, tetapi jendela kayu itu terasa seperti disemen. Tidak bergerak sama sekali. Bahkan setelah ia mengerahkan seluruh tenaga, jendela itu tetap diam, seolah menolak udara luar masuk.

Ia kembali menangkup perutnya, mencoba mengatur pernapasan. "Tenang, Nak. Kita harus tenang," bisiknya pada janinnya.

Kegagalan membuka pintu dan jendela mengkonfirmasi: ia benar benar dikurung. Bukan oleh dinding fisik, tetapi oleh kekuatan yang berada di bawah kendali Ibunya.

Saat ia berbalik ke arah ranjang, matanya tertuju pada sebuah nampan kayu yang tersimpan di atas meja samping, di balik lampu teplok yang redup. Nampan itu berisi tiga benda: teko kecil berwarna hijau porselen, sebuah cangkir, dan selembar surat.

Kirana mendekat dengan langkah hati hati. Itu pasti makanan atau minuman dari Nyi Laras. Ia mengangkat teko itu. Isinya adalah cairan kental, berwarna cokelat gelap, yang mengeluarkan uap panas. Aroma cairan itu bukan melati, tetapi aroma jamu tradisional yang sangat kuat, sedikit pahit, dan sedikit anyir seperti darah kering.

"Jamu penambah darah dan penguat kandungan dari Ibu. Diminum sebelum tidur," bunyi tulisan tangan Nyi Laras di surat itu.

Kirana ingat sinopsisnya: Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Ia melihat keluar. Meskipun ia tidak yakin hari apa, ia tahu intuisi keibuannya sedang menjerit waspada.

Ia mencium aroma jamu itu sekali lagi. Anyir. Ia tidak akan meminumnya. Ia menuang sedikit isi teko ke cangkir dan meletakkannya kembali.

Saat ia menjauh dari meja, tiba tiba terdengar suara kecil, gesekan halus dari dalam lemari jati kuno yang sempat ia dorong tadi.

Kreek.

Suara itu datang dari celah di mana cermin retak itu bersembunyi. Kirana menegang. Ia yakin ia sudah menutup lemari itu dengan rapat.

Ia mengumpulkan keberanian dan berjalan perlahan kembali ke lemari. Ia menjulurkan tangannya dan mendorong pintu lemari hingga terbuka sedikit.

Tidak ada apa apa. Lemari itu kosong, hanya berisi rak rak kayu yang sudah lapuk.

Namun, saat ia mundur, pandangannya jatuh ke lantai di bawah lemari. Di sana, di antara debu dan sisa sisa serbuk kayu yang ia jatuhkan tadi, tergeletak sepotong kecil kain. Kain itu tampak seperti sisa dari sehelai jarik batik, berwarna cokelat tua dan sudah usang.

Kirana membungkuk, berusaha meraihnya. Saat ujung jarinya menyentuh kain itu, ia merasakan sengatan dingin yang menusuk. Ia menariknya. Kain itu terasa berat, kaku, dan dingin, seolah baru saja dikeluarkan dari air es.

Tepat saat ia menggenggam kain itu, sudut matanya menangkap gerakan lain di lantai kamar: sebuah jejak. Jejak itu kecil, basah, dan berbentuk seperti tapak kaki manusia, tetapi ukurannya hanya sebesar telapak tangan anak anak. Jejak itu muncul dari bawah tempat tidur, melintasi lantai kayu, dan menghilang tepat di bawah lemari.

Jejak kaki basah itu tidak memiliki sumber air yang jelas di kamar itu. Kirana mengangkat kain di tangannya, menciumnya, dan ia langsung mundur. Kain itu tidak berbau deterjen atau pewangi, tetapi berbau amis dan tanah basah, seolah baru saja digunakan untuk mengelap lumpur berdarah dari kaki kecil.

Kain di tangannya terasa semakin berat dan dingin. Ia menatap ke bawah ranjang. Kegelapan di kolong ranjang mendadak terasa lebih dalam, lebih padat, seolah ada sepasang mata mengintip dari sana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!