Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.
Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.
Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak EVA dan Bayangan Masa Lalu
Bab 19 – Jejak EVA dan Bayangan dari Masa Lalu
Angin malam menyapu bekas medan pertempuran di laboratorium kota. Di bawah cahaya bulan yang samar, mobil-mobil taktis perlahan meninggalkan kompleks itu satu demi satu. Di dalam mobil utama, Mark duduk di kursi depan bersama Roy dan Samuel, sementara Denny memandu rombongan dari kendaraan di belakang.
Di bangku belakang, duduk Jerry mahasiswa IT muda yang kini jadi aset penting mereka. Wajahnya masih pucat, namun matanya tampak lebih tegas.
“Bagaimana sistem EVA bisa bekerja?” tanya Samuel sambil menoleh ke Jerry.
Jerry menarik napas dalam-dalam. “EVA bukan sekadar sistem kontrol. Dia seperti AI semi-otonom yang mengatur siapa bisa akses apa. Dirancang langsung oleh Elisabeth dengan tim kecil yang tidak semua saya kenal. Sistem ini hanya mengenal lima otoritas penuh: Elisabeth, dua petinggi kementerian, seorang jenderal, dan senior saya. Tapi dari log sistem terakhir, hanya Elisabeth yang aktif minggu ini.”
Roy mencatat cepat di tabletnya. “Berarti dari EVA, kita bisa telusuri semua komunikasi dan transaksi mereka.”
“Betul. Tapi sistem ini punya algoritma penyamaran dan pengalihan. Kita butuh waktu dan perangkat kuat untuk menembusnya,” jelas Jerry.
Samuel tersenyum tipis. “Dan kamu akan bantu kami.”
“Dengan senang hati,” jawab Jerry mantap.
Beberapa jam kemudian, di laboratorium desa, Robert membuka pintu ruang kontrol dengan wajah tegang. Di belakangnya, Misel dan Jesika langsung berdiri saat mendengar suara notifikasi.
Robert menatap layar, lalu mengangkat ponsel dan menekan satu nomor yang sudah dihafalnya.
“Ayah?” suaranya pelan. “Gimana kondisi Profesor Carlos?”
Suara Mark terdengar di seberang, lelah tapi jelas. “Kami berhasil. Carlos dan tim ilmuwannya selamat. Beberapa harus dirawat, tapi mereka sudah di tangan kita.”
Air mata Jesika langsung menetes. Ia menutup mulutnya dan duduk lemas di kursi. Misel menggenggam tangannya erat.
“Terima kasih, Om Mark ... terima kasih,” lirih Jesika.
“Tapi itu belum semuanya,” sambung Mark dari ujung telepon. “Salah satu dalangnya adalah Elisabeth Mariana.”
Robert membeku.
“Elisabeth ...?” tanya Robert. “Elisabeth Mariana yang punya Elysion Pharma?”
“Iya,” jawab Mark pelan. “Dan dia juga mantan pacarku saat kuliah di Fakultas Hukum.”
Seketika ruangan jadi hening.
Jesika menatap kosong ke arah layar.
“Tidak mungkin ...” bisiknya. “Perusahaan itu, Elysion Pharma adalah salah satu penyandang dana riset di lab ini. Mereka bahkan bantu alat-alat untuk penelitian vaksin tropis...”
“Dan ternyata juga salah seorang dalang penyekapan pamanmu ,” kata Misel lirih. “Ya Tuhan ...”
Robert menggeleng. “Ini ... besar sekali, Ayah.”
“Lebih besar dari yang kita duga,” sahut Mark. “Kami sudah tangkap satu teknisi. Namanya Jerry. Dia bantu kami lacak EVA. Sistem kendali digital yang digunakan Elisabeth. Dari situ, kita bisa buka semua jejak jaringan ini.”
Mark menatap Denny, Roy, dan Samuel yang kini berkumpul di sekitar layar taktis di mobil. Ia mengangguk. “Kami akan ke sana. Bersiaplah. Kita akan buka semua kedok dalam permainan kotor ini.”
Pagi mulai merekah ketika mobil mereka memasuki pelataran laboratorium desa. Kabut tipis menyelimuti pepohonan sekitar, memberi nuansa tenang yang kontras dengan kekacauan malam sebelumnya.
Begitu mobil berhenti, Jesika langsung berlari ke arah Mark dan memeluk Profesor Carlos yang turun dengan dibantu Roy dan Samuel. Tangisnya pecah seketika.
“Om ... Om masih hidup ...”
Carlos tersenyum lemah dan menepuk bahu Jesika. “Berkat mereka, Jes ... berkat keberanian banyak orang.”
Di belakang mereka, Robert berdiri kaku, menatap ayahnya.
Mark mendekat, lalu memeluk putranya erat. “Kita belum selesai, Nak. Tapi kita selangkah lebih dekat.”
Robert mengangguk pelan. “Apa yang akan Ayah lakukan kalau bertemu Elisabeth?”
Mark terdiam sejenak, lalu menatap ke arah langit pagi. “Aku akan bicara ... sebagai seseorang yang pernah mencintainya ... dan sebagai seseorang yang sekarang siap melawannya.”
Di kejauhan, sinar mentari mulai menembus kabut.
Dan di dalam laboratorium desa, untuk pertama kalinya sejak lama, ruangan itu kembali terasa hidup dipenuhi harapan, ketakutan, dan niat untuk melawan kegelapan yang pernah menyelubungi mereka.
Laboratorium desa pagi itu berubah menjadi tempat yang menegangkan. Semua anggota tim kini berkumpul di ruang rapat utama. Di ujung meja, Profesor Carlos duduk dengan selimut hangat di bahunya, ditemani Jesika dan Robert. Di sisi lain, Mark, Roy, Samuel, dan Denny bersama Jerry, mahasiswa IT yang kini menjadi informan paling berharga mereka.
Peta digital proyeksi tiga dimensi terpampang di dinding belakang mereka. Di tengahnya, satu titik berkedip merah. Lembah Batu Langit. Lokasi fasilitas rahasia milik Elisabeth.
Mark membuka percakapan. Suaranya berat namun tegas.
“Profesor, kami sudah tahu sebagian tentang sistem EVA. Tapi kami butuh pengakuan langsung dari Anda. Apa yang sebenarnya terjadi sebelum Anda disekap?”
Dengan suara lemah dan bergetar, Profesor Carlos mulai berbicara, “Mereka ingin mengincar penemuan Robert. Mereka akan menjual dengan harga yang mahal dan mengklaim bahwa itu hasil penelitian mereka. Robert hanya akan dijadikan sapi perah mereka.”
Jesika bangkit dari duduknya, matanya berkilat.
“Dan perusahaan itu, Elysion Pharma adalah sponsor resmi program kami selama dua tahun terakhir. Alat-alat riset, dana uji klinis, bahkan beasiswa mahasiswa, semua ada labelnya!”
Robert yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara. “Ayah ... kalau Elisabeth bisa melakukan semua ini tanpa jejak hukum, maka satu-satunya jalan untuk menghentikannya ... adalah dengan membuka EVA.”
Mark menatap Jerry. “Apa bisa kamu lakukan itu?”
Jerry terlihat ragu. “Akses langsung hanya bisa dilakukan dari server utama di fasilitas Batu Langit. Tapi ... kalau aku bisa masuk ke dalam jaringan internalnya, aku bisa buka seluruh sistem, termasuk identitas orang - orang pengendali EVA.”
Denny menyandarkan diri ke dinding. “Jadi, kita harus ke sana. Menyusup lagi. Tapi kali ini, lebih dalam, dan lebih berbahaya.”
“Bukan hanya menyusup,” kata Roy. “Kita akan bongkar semuanya. Dari akar.”
Mark mengangguk pelan. “Tapi kita tidak bisa pakai cara yang sama seperti di laboratorium kota. Kali ini, mereka pasti sudah bersiaga penuh.”
Samuel menyilangkan tangan. “Maka kita butuh dua hal: penyamaran lebih dalam, dan waktu.”
“Dan sekutu,” tambah Robert. “Kita butuh seseorang dari dalam sistem EVA yang bisa dijebak atau diyakinkan untuk membelot.”
Semua mata kini tertuju pada Jerry.
“Aku tahu satu nama,” kata Jerry pelan. “Asisten pribadi Elisabeth. Namanya Amanda Prasetya. Dia ahli AI, tapi aku dengar beberapa bulan terakhir dia mulai ragu. Pernah satu kali aku dengar dia bicara, “Apa yang kita lakukan ini, masih dalam batas moral?’”
Jesika menoleh cepat. “Kalau begitu, kita harus cari Amanda. Kita temui dia dulu sebelum ke Batu Langit.”
Mark berdiri, suaranya mantap. “Kalau dia bisa bantu buka celah EVA dari luar, itu akan jadi jalan masuk kita.”
Samuel tersenyum tipis. “Dan kalau dia menolak?”
Roy mengangkat bahu. “Kita punya cara lain. Tapi kita tetap coba cara damai dulu.”
Mark berjalan ke papan digital dan mengetuknya dengan jari.
“Satu meja ini,” katanya lirih, “duduk orang-orang yang dulu percaya sains bisa menyelamatkan dunia. Tapi sekarang kita tahu: sains tanpa etika bisa jadi alat penjajahan paling halus.”
Ia menoleh ke semua tim. “Sekarang, kita punya Profesor Carlos. Kita punya Jerry. Kita punya keberanian. Dan kita punya satu tujuan.”
“Menumbangkan EVA,” gumam Robert.
“Dan menghadapi masa lalu yang belum selesai,” tambah Denny sambil melirik Mark.
Di luar ruangan, matahari pagi kini bersinar penuh. Tapi di dalam, satu tim kecil sedang bersiap untuk menembus kabut gelap sistem EVA dan menghadapi sang arsitek ambisius yang pernah menjadi cinta pertama salah satu dari mereka.