"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Ya. Rumah kita sedang kedatangan tamu. Tamu spesial yang Bunda sayang. Diandra!"
Deg
"Diandra? Maksud Bunda, Diandra mantannya Mas Saka?" tanya Vika penasaran
"Tentu saja!" jawab Hastari ketus, "Ayo Ka, kita makan bersama. Bukankah sudah lama kita tidak makan masakan Diandra"
Vika kembali emosi, dia bergegas menuju ke dapur. Hastari dan Saka segera mengikuti Vika
"Apa yang kamu lakukan di rumahku?!" tanya Vika tak suka
"Oh hai, Nyonya Saka" sapa Dian ramah, "Seperti yang kamu lihat, aku baru selesai membantu Bunda memasak"
"Siapa yang mengizinkanmu datang kemari dan dengan lancang menyentuh barang - barang di rumahku! Pergi sekarang juga!"
"Apa hak mu mengusir Diandra! Dia kemari mengunjungiku. Apa yang salah seorang anak mengunjungi orang tuanya!" bela Hastari
"Bunda bukan ibunya! Dan di antara kalian sudah tidak ada hubungan lagi. Jadi tidak perlu sok akrab mengunjungi. Sekarang aku minta kamu pergi dari rumahku!"
"Diandra sudah aku anggap seperti putriku sendiri. Jadi tidak masalah jika dia datang kemari. Dan perlu kamu ingat, Vika, rumah ini rumahku! Bukan rumah Saka! Jadi aku berhak menerima tamu siapapun itu"
Saka menatap Bunda yang terlihat begitu kesal,
"Vik, Dian kemari untuk menemui Bunda. Biarkan saja. Ayo kita ke kamar" tutur Saka pada akhirnya
"Dengar baik - baik! Dian kemari hanya mengunjungiku. Bukan kalian!"
Vika menatap suaminya tajam. "Tetap saja kedatangannya menggangguku. Kenapa seolah - olah Dian sengaja melakukan ini? Tadi di resto. Sekarang di rumah. Dia pasti sengaja kemari untuk mendekatimu lagi!"
"Maaf kalau kedatanganku mengganggu kenyamananmu. Aku hanya rindu pada Bunda"
"Itu hanya alibimu saja, Diandra. Kamu pasti ingin merayu Mas Saka agar dia kembali padamu, kan?" tuduh Vika
Dian menatap Vika lekat, "Jika kamu jadi aku, apa kamu mau kembali pada pria yang jelas - jelas sudah membuangmu?"
"Kamu ingin balas dendam padaku! Itulah yang sebenarnya!"
"Kenapa kamu terus menuduh Diandra! Makanya, kalau kamu takut milikmu di ambil orang, jangan mengambil milik orang lain juga!" kesal Hastari
"Sudah Vik, ayo kita ke kamar. Biarkan Bunda dan Dian di sini"
"Tapi Mas-"
"Kita sudah membahas ini. Tolong kali ini dengarkan aku"
Vika mengalah, dengan menatap Dian tajam dia pergi meninggalkan dapur.
"Maafkan sikap Vika ya, Di. Dia memang sangat menyebalkan"
"Tidak masalah Bunda. Aku sudah biasa menghadapi sikapnya yang bar - bar"
Hastari tersenyum, "Kalau begitu, sekarang kita makan saja"
Mengabaikan Saka dan istrinya, Hastari memilih makan lebih dulu bersama Dian. Keduanya tampak akrab, tidak ada yang berbeda dengan dulu.
"Bun ..."
"Ya?" sahut Hastari menatap mantan menantunya
"Kenapa Bunda tidak memintaku mengembalikan kondisi perusahaan Mas Saka. Bunda tentu tahu jika semua terjadi karena aku"
Hastari tersenyum, "Saka pantas menerima semua ini. Dengan begitu, dia akan belajar untuk lebih menghargai orang lain. Terutama orang yang sudah membantunya sukses"
"Aku bisa saja mengembalikan kondisi perus-"
"Tidak perlu! Bunda mau Saka berusaha sendiri. Selama ini dia tidak sadar jika bergantung padamu. Bahkan kesuksesan yang dia raih semua berkat usahamu. Kamu yang bekerja keras. Kamu yang berusaha menghubungi para klien, bahkan di saat Saka tidur, kamu masih sibuk bekerja"
"Bunda tahu semua itu?" tanya Dian tak percaya
Hastari tersenyum, "Sejak Bunda mengenalmu, Bunda sudah menganggap kamu sebagai anak Bunda sendiri. Tentu Bunda tahu apapun yang kamu lakukan. Termasuk-"
"Apa Bun?"
"Kamu yang menangis setiap kali meminum pil pencegah kehamilan" lirih Hastari sendu
"Bun!"
"Kamu menderita hidup dengan anak Bunda, Nak. Kamu bekerja keras untuknya, tapi setelah semua bisa di raih, apa yang kamu dapat? Tidak ada!", Hastari mengusap air matanya, "Bunda tahu kalau kamu sangat ingin memiliki anak. Bunda tahu. Kamu selalu tersenyum di depan Saka tapi di belakangnya, kamu lebih banyak mengeluarkan air mata. Kamu selalu menahan semua keinginanmu dan lebih mementingkan keinginan Saka. Bunda memang tidak membenarkan apa yang Saka lakukan. Alasan kenapa Bunda tidak mencegahmu menceraikan Saka karena Bunda ingin kamu bahagia. Dan yang jelas, kebahagiaan itu bukan berasal dari Saka"
"Bunda tahu kan? Aku menyayangi Bunda seperti ibuku sendiri. Meski aku kecewa pada Mas Saka, aku tidak punya alasan kecewa pada Bunda juga. Bunda adalah ibu terbaik bagiku. Bahkan hal yang tidak aku ceritakan, Bunda pun tahu"
"Itu karena Bunda menyayangi kamu. Kalau pun boleh meminta, Bunda mau kamu tidak berubah pada Bunda. Anggap Bunda tetap seperti ibu kamu"
"Tentu Bun, tentu"
Dian memeluk mantan mertuanya, "Kamu boleh membalas sakit hati kamu pada anak Bunda. Tapi kalau kamu sudah merasa lelah, berhenti ya" bisiknya. Dian hanya mampu mengangguk.
Tanpa mereka tahu, Saka mendengar semuanya. Kilas balik ingatan masa lalu muncul begitu saja. Dan Saka baru tahu ternyata dia begitu egois.
Kamu pasti sangat menderita hidup bersamaku, Di.
Dari atas tangga, Vika mengepalkan tangan. Dia tidak tidur, hanya berpura - pura tidur untuk melihat apa yang akan Saka lakukan. Ternyata benar, Saka melihat Dian dari kejauhan.
Saat akan menghampiri suaminya, langkah Dian terhenti ketika Dian keluar dari dapur bersama mertuanya. Saka segera pergi agar tidak ketahuan, sementara Vika memilih kembali ke kamar.
"Hati - hati di jalan ya, Di. Sering - seringlah mengunjungi Bunda"
Dian tersenyum dan mengangguk, "Kalau bisa jangan di rumah ini, Bun. Menantu Bunda tidak menyukai kedatanganku"
"Baiklah. Di tempat lain tidak masalah asalkan kita bisa bertemu lagi"
"Aku pulang dulu, Bun"
"Sampai jumpa"
Dian segera masuk ke dalam mobilnya.
"Daripada kamu sibuk dengan rencana balas dendammu itu. Akan lebih baik kalau kamu bersamaku saja!"
"Kak Rey! Bagaimana bisa kamu ada di sini? Kenapa kamu bisa masuk ke dalam mobilku?!".
Rey tersenyum, "Apa yang tidak bisa aku lakukan? Kamu lupa siapa aku?"
Dian menatap Rey sengit, "Tentu aku tidak lupa siapa kamu! Dan kamu juga harus tahu, aku bukan Diandra yang dulu!"
Rey tersenyum, "Tentu saja. Semua orang bisa berubah"
"Daripada kamu sibuk mengikuti dan mencari perhatianku! Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikan dan mengurusi istri gilamu itu!"
Deg
Rey menatap Dian terkejut, "K-kamu tahu tentang Almera?"
"Aku tahu semuanya!" jawab Dian angkuh
"Kamu tahu semuanya? Itu artinya, kamu tahu apa alasanku menikahi Almera"
"Alasanmu menikahi wanita itu tentu karena kamu mencintainya!"
Rey menggeleng, "Sejak dulu aku hanya mencintai kamu. Bahkan sampai hari ini aku juga masih mencintai kamu"
"Kamu mau aku mempercayai bualanmu itu!"
Rey menghela nafas, "Almera mengandung anak Reyhan. Kamu tahu, Reyhan meninggal karena kecelakaan. Almera yang tidak bisa menerima semuanya akhirnya mengalami depresi. Karena kami tidak mau terjadi apa - apa pada anak dalam kandungannya, akhirnya dengan terpaksa aku yang menggantikan Reyhan menikahi kekasihnya!"
Deg
/Smug//Smug/