NovelToon NovelToon
Rebirth Of Serein

Rebirth Of Serein

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Sistem / Mengubah Takdir
Popularitas:12.6k
Nilai: 5
Nama Author: Salvador

Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.

Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.

Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?

Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 : With him

...****************...

Serein menemukan seseorang dengan slayer hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Tapi dengan netra merah itu, Serein bisa mengenalinya dengan mudah.

“Pangeran?!”

Hector bergerak cepat meletakkan telunjuknya di bibir Serein, “Pelankan suaramu, Putri.” Bisiknya.

Serein menatap tangan telunjuk pria itu di bibirnya, kaget sekaligus bingung. Matanya tak lepas dari kulit pucat jemari Hector yang dingin dan tegas menyentuh kulitnya. Hector kemudian menurunkannya perlahan, seakan menyadari batas sopan yang baru saja disentuhnya.

“Saya pikir putri bangsawan terpandang seperti Anda tak pernah melanggar etiket seperti ini. Tapi, ini sudah kedua kalinya saya melihat Anda berkeliaran dengan... pakaian seperti ini.” Ujarnya sambil menyapu pandangan ke arah jubah sederhana berkerudung yang dikenakan Serein, tampak kontras dari gaun megah yang harusnya dikenakam gadis itu setiap hari.

Serein hanya mengalihkan pandangannya, tak menjawab langsung, hanya menatap ke arah lentera yang menggantung dan berayun perlahan ditiup angin. “Jadi, saat itu benar-benar Anda, ya?” tanya Serein, mengingat kejadian di pasar saat itu.

Hector menatapnya datar, tapi ada senyum tipis yang muncul tanpa sadar. “Jadi, Putri juga sudah mengenali saya sebelumnya?”

Serein menatap heran mendengar ucapan laki-laki itu. Apa dia mengira karena ia tinggal di pinggir kota cukup lama membuatnya tak dapat mengenalinya? Walaupun Serein malas membaca sejarah, tapi setidaknya ia tahu hampir semua bangsawan di Aethermere. Apalagi kalau keturunan Raja sepertinya.

“Siapa yang tidak tahu dengan iris mata Anda yang sangat mencolok itu,” ujar Serein dengan nada ringan, tapi sorot matanya tetap serius.

Menyadari sesuatu, Serein menatap laki-laki ini dengan kening mengerut. “Tunggu, kenapa Anda memanggilku Putri?” Serein baru menyadarinya, bahkan saat di balkon kemarin Hector juga menyebutnya demikian.

“Apa salahnya? Bukankah Putri Duke setara dengan Putri Kerajaan?”

Memang, zaman dahulu jika tidak ada keturunan perempuan dari Raja dan Ratu, maka gelar Putri diberikan pada bangsawan di bawah kerajaan, yaitu para Putri Duke. Tapi semakin lama orang-orang mulai melupakannya. Gelar itu perlahan pudar, hanya jadi sebutan sopan di antara kaum lama.

Bagi Serein yang juga sempat menyandang gelar itu selama dua tahun lamanya, ia jadi dejavu. Ada sesuatu yang asing tapi juga familiar dalam nada Hector saat mengucapkannya.

“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Serein kemudian, memecah diam di antara mereka.

“Mungkin alasannya tidak jauh berbeda dengan keberadaan Anda di sini.” Jawab Hector sambil melirik sekeliling, keadaan yang ramai karena orang-orang memeriahkan festival.

“Festival Rakyat sudah dimulai. Ingin melihatnya bersama?” tawar Hector cukup tiba-tiba.

Serein tidak langsung menjawab. Ia menatap ke arah pusat alun-alun yang mulai ramai, suara tawa dan denting alat musik terdengar sayup-sayup. Lalu ia mengangguk ringan. “Baiklah, Pangeran.”

“Sepertinya panggilan kita akan terdengar mencolok,” Hector bersuara lagi. “Mungkin kita bisa berbicara santai... dan tidak memanggil dengan nama depan?”

Serein juga sudah memikirkan hal yang sama. Ia mengangguk pelan. “Baiklah. Kalau begitu, apa aku bisa memanggilmu... Leonardo?”

Hector terlihat diam sejenak. Entah karena terkejut atau sekadar berpikir. Tapi akhirnya ia mengangguk tipis. “Ide yang bagus.”

“Okay, jadi kau bisa memanggilku... Evandriel,” ucap Serein.

Tapi setelahnya, ia melihat wajah Hector yang seperti menahan tawa yang akan lepas. Matanya sedikit menyipit, bibirnya terangkat samar, ekspresi yang sangat jarang Serein lihat. “Kenapa? Apa yang lucu?” Tanyanya heran.

Tapi ia juga salah fokus di saat yang bersamaan—apa seorang Pangeran Hector yang minim ekspresi itu memang bisa berekspresi seperti ini?

“Tidak ada,” jawab Hector akhirnya. “Ayo kita melihat Festival, Riel.”

Keduanya melanjutkan langkah menuju ke tengah alun-alun kota. Cahaya lentera semakin banyak, musik jalanan mulai mengisi udara, dan aroma makanan khas rakyat menggoda di sepanjang lorong. Sebelum itu, Hector sempat menoleh sejenak ke belakang, ke arah sebuah pohon besar yang berdiri agak jauh dari keramaian.

Matanya menatap tajam pada sosok yang benar-benar mengikuti langkah Serein sejak tadi, dan entah apa tujuannya.

***

Serein dan Hector mulai menyusuri sisi festival. Beberapa orang terlihat mulai mempersiapkan lampion-lampion kertas. Tenda-tenda berderet dengan warna mencolok, penjual berteriak menawarkan dagangannya, dan denting musik jalanan mengalun dari kejauhan. Di kiri mereka, seorang pria meniup seruling bambu, dan sekelompok anak-anak menari riang di tengah lingkaran orang-orang yang menonton.

“Apa kau memang suka melihat perayaan seperti ini?” tanya Serein, matanya tak lepas dari kerumunan. Masih terasa janggal baginya melihat laki-laki yang mengenakan mantel abu itu berada di tempat seperti ini.

“Beberapa kali,” jawab Hector santai, lalu menatap Serein, “apa ini pertama kalinya untukmu?”

Serein mengangguk, “Aku rasa, tidak ada salahnya bergabung di lautan rakyat seperti ini sesekali.”

Saat mereka melintasi jalur permainan, Serein melihat seorang anak kecil yang sedang mencoba permainan panahan. Tangannya gemetar saat menarik busur, ia harus mengenai tiga papan, tapi terlihat anak itu gagal di papan ke dua. Wajah anak itu sempat murung, tapi ia masih tersenyum kecil saat penjual memberinya permen sebagai hadiah hiburan.

“Mau mencobanya?” tawar Hector, melihat Serein yang terlihat begitu tertarik memperhatikan permainan itu.

Serein menggeleng. “Tidak, aku tidak pernah memanah.” Ujarnya sambil memutar wajah dari permainan tersebut.

“Apa kau lupa tengah bersama pemimpin pasukan perang saat ini?” tanya Hector, nada suaranya terdengar ringan tapi percaya diri.

Serein menatap laki-laki itu, tidak menyangka Hector mulai membayar permainan dengan begitu saja. Ia cukup terkejut—tidak percaya Hector benar-benar menawarkan diri seperti itu.

Dan seperti dugaan, memanah dari jarak lima puluh meter seperti itu bagi Hector hanyalah hal kecil. Gerakannya stabil, tanpa ragu. Anak panah meluncur, mengenai semua papan sasaran secara berurutan.

“Harusnya aku membuat peraturan untuk melarang seorang ksatria bermain,” ungkap penjual itu dengan tawa. Postur tegap Hector sudah terlalu mencolok sejak awal. Ia lalu menunjukkan deretan boneka yang bisa dipilih sebagai hadiah.

Serein menunjuk salah satu boneka kelinci putih dengan sumringah. “Tenang saja, Paman. Kami hanya bermain satu kali.”

Mereka kembali melanjutkan langkah, dan Hector memperhatikan bagaimana Serein menatap gemas pada bonekanya. Ia bahkan mengusap lembut telinga boneka itu sambil sesekali tersenyum sendiri.

“Apa kau memang menyukainya?” tanyanya tak yakin.

Serein mengerut. “Tentu, memangnya kenapa?”

“Bukankah putri bangsawan sepertimu bisa mendapatkannya dengan mudah? Dengan kualitas terbaik dari negeri seberang pun?” tanya Hector sambil menoleh padanya.

Serein menatap laki-laki itu. “Pangeran—ah, maksudku Leo. Aku rasa kita baru bertemu dua kali, tapi kenapa kau menganggapku seolah hanya menghargai barang-barang mahal? Aku akui aku memang cukup boros, tapi aku juga bisa menyesuaikan diri dengan baik.”

Hector terdiam mendengar ucapan panjang lebar itu. Tidak ada ekspresi mencolok di wajahnya, tapi matanya sedikit menyempit, seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Itu berarti, jika kau berakhir dengan rakyat biasa... kau mau?”

“Tentu saja tidak!” jawab Serein cepat, alisnya sedikit naik. “Kenapa? Kau mau menganggapku pemandang harta lagi?”

“Bukan begitu maksudku,” jawab Hector pelan. Pandangannya tidak menatap langsung ke arah Serein, seperti sedikit enggan dengan pembahasan barusan. “Untuk gadis sepertimu, itu memang sangat wajar.”

Serein tidak begitu mengerti, tapi ia juga tak peduli bagaimanapun pandangan laki-laki ini padanya. Ia mengalihkan perhatian pada kerumunan lain yang mulai ramai.

Mereka kemudian berhenti sejenak untuk menonton pertunjukan tari dari kelompok gadis desa. Musik mengalun cepat, penuh semangat, diikuti tepuk tangan para penonton. Tak jauh dari sana, seorang pesulap tua memainkan trik kartu dan membuat anak-anak tertawa histeris.

Saat hari mulai gelap sepenuhnya dan festival semakin padat, keduanya mulai melangkah pulang.

Udara terasa sedikit lebih dingin ketika mereka mendekati mansion Facto. Sepanjang jalan, hanya suara langkah mereka yang terdengar, berpadu dengan desir angin malam.

“Terima kasih,” ucap Hector tiba-tiba.

Serein mengerutkan kening. “Untuk apa?” Harusnya ia yang berterima kasih karena laki-laki ini mau mengantarkannya.

“Karena kau tidak menampilkan sorot takut saat melihatku. Padahal aku yakin, Heiden pasti sudah memperingatimu agar tidak berhubungan denganku.”

“Benar,” ucap Serein santai, “tapi aku merasa untuk apa mendengarkan Heiden. Selagi kau tidak terlihat berbahaya, untuk apa aku takut?”

“Dari mana kau tahu jika aku tidak berbahaya?” tanya Hector, nada suaranya sedikit lebih rendah.

“Hanya firasat?” Serein mengangkat bahu ringan. “Kalau memang iya, ke depannya aku tidak akan mau lagi melihat wajahmu, Leo.”

“Aku tidak berbahaya,” jawab Hector cepat, suaranya lebih rendah. “Setidaknya... untukmu,” lanjutnya pelan.

Serein tersenyum tipis melihat itu, sebelum akhirnya melangkah memasuki pekarangan mansion meninggalkan laki-laki itu. Setelah Serein menghilang dari pandangannya, barulah Hector berbalik pergi.

...****************...

tbc.

Apa langsung author nikahin lagi ya anak dua itu😇

1
lily
semngt merambah dunia bisnis
lily
semoga saja baik
lily
semngat mengubah takdir
Annisa Ica
semangat up nya kak
Yuyun Suprapti
up lg kk
vew
semangat thor 💪💪
Ndo Ndoe lumut
wake up grably thor
Ndo Ndoe lumut
wake up grably Thor
Lyra
keputusan yang bagus Maria
Lyra
Akhirnya Serein mulai mengukir namanya
kaki novel
lanjut Thor.. makin seronok. 🥰👍
kaki novel
lanjut Thor, 🥰👍
kaki novel
hadir, moga seru.
🌻🇲🇾Lili Suriani Shahari
ok halaman ini menarik!
lily
untung serein punya bju cadangan
lily
itu lady yg nantinya akan dibjodhkan dengan pangeran kedua kan
septiana
yap maksud sekarang...
🌻🇲🇾Lili Suriani Shahari
ohhh i see... she is comingg!!
lily
apa jangan2 Hector juga hidup kembali sama kayak serein
lily
strateginya apa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!