NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#16

Wei Li tahu hari itu tidak akan tenang sejak ia membuka mata. Bukan firasat dramatis. Tidak ada mimpi buruk. Hanya rasa ganjil di dada, seperti saat kau bangun dan tahu sesuatu akan mengganggu rutinitasmu—entah berita buruk, entah orang yang tidak ingin kau temui.

Ia duduk di tepi ranjang, membiarkan kaki telanjang menyentuh lantai marmer yang dingin. Tangannya bertumpu di kasur, jari-jarinya menekan pelan, seolah memastikan tubuhnya benar-benar ada di sini. “Fokus,” gumamnya.

Ia berdiri, berjalan ke kamar mandi. Wajah di cermin menatapnya balik cantik, rapi, tapi matanya terlalu sadar. Terlalu hidup untuk seorang wanita yang seharusnya “jahat dan bodoh” dalam alur novel. Wei Li mengusap wajahnya dengan air dingin. Satu tarikan napas. Dua.

Hari ini ia dijadwalkan muncul di acara yayasan—acara aman, publik, penuh kamera. Secara teori, tempat paling kecil kemungkinan terjadi sesuatu. Secara teori.

“Acara publik itu pisau bermata dua,” gumamnya sambil mengenakan blazer. Saat ia keluar kamar, Jae Hyun sudah menunggu di lorong. Jasnya rapi, rambutnya sedikit berantakan karena kurang tidur. “Pagi,” katanya.

Wei Li melirik wajahnya. “Lo kelihatan kayak habis berantem sama bantal.”

Jae Hyun mendengus. “Bantalnya menang.” Wei Li tersenyum kecil, lalu berjalan berdampingan dengannya. “Semua aman?” tanyanya. “Untuk sekarang,” jawab Jae Hyun. “Terlalu aman, malah.”

Wei Li berhenti melangkah. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. “Kalau lo bilang ‘terlalu aman’, itu artinya apa?”

Jae Hyun menoleh. “Artinya… ada yang menunggu momen.” Wei Li mengangguk pelan. “Oke. Kita lihat.”

Aula acara yayasan dipenuhi lampu putih dan suara obrolan kelas atas. Orang-orang tersenyum dengan cara yang dilatih tidak terlalu lebar, tidak terlalu tulus. Wei Li berjalan masuk dengan langkah tenang. Bahunya lurus, dagunya sedikit terangkat. Ia sadar kamera mengarah padanya, dan ia tidak menghindar. Ini bukan pertama kalinya gue dilihat, pikirnya. Dan bukan yang terakhir. Ia menyapa beberapa orang dengan anggukan singkat. Tidak ramah berlebihan. Tidak dingin. Cukup. Dan kemudian—

“Xian Yue.”

Suara itu datang dari belakang. Lembut. Hangat. Terlalu familiar. Wei Li menegang sepersekian detik sebelum berbalik. Shen Yu An berdiri di sana. Gaunnya sederhana tapi mahal. Rambutnya tergerai rapi. Senyumnya manis jenis senyum yang membuat orang lain merasa aman tanpa tahu kenapa. Wei Li melipat kedua tangannya tanpa sadar. Jari-jarinya saling menekan. “Yu An,” katanya, nada datar tapi sopan.

Shen Yu An mendekat satu langkah. Jarak mereka sekarang terlalu dekat untuk orang yang “tidak punya masalah”. “Aku dengar kamu sempat sakit,” kata Shen Yu An. “Aku khawatir.” Wei Li menatapnya. Ia menggaruk kepalanya sebentar kebiasaan kecil saat otaknya bekerja.

“Isu kecil,” jawabnya. “Aku baik-baik aja.” Shen Yu An tersenyum lebih lebar. “Syukurlah. Aku akan merasa bersalah kalau sesuatu terjadi padamu.” Bullshit, pikir Wei Li. Ia bisa mencium kepalsuan itu seperti bau logam di udara.

“Aku juga,” jawab Wei Li pelan. “Dunia ini terlalu kejam buat orang sebaik kamu.” Shen Yu An tertawa kecil. Tangan kirinya menyentuh lengan Wei Li ringan, seperti sentuhan sahabat. Tubuh Wei Li refleks menegang. Shen Yu An memperhatikan itu. Matanya menyipit sangat halus. “Kamu berubah,” katanya.

Wei Li menurunkan tangan Shen Yu An dari lengannya dengan gerakan sopan tapi tegas.“Mungkin,” jawabnya. “Orang bisa berubah.” Shen Yu An menatapnya lama. Lalu tersenyum lagi. “Aku senang,” katanya. “Kita bisa ngobrol lebih sering sekarang.” Wei Li mengangguk. “Kita lihat.”

Percakapan mereka terpotong oleh beberapa tamu yang datang menyapa Shen Yu An. Wei Li mundur satu langkah, memberi ruang. Jae Hyun muncul di sampingnya. "anda merasakan itu?” bisiknya. Wei Li mengangguk tanpa menoleh. “Dia sengaja.” ucap Wei Li

“Dan dia puas,” tambah Jae Hyun. Wei Li mengepalkan tangannya, lalu membuka lagi. “Dia ngecek reaksi gue.” Wei Li menatap Shen Yu An yang sedang tertawa bersama orang lain. “Dan dia sepertinya belum puas.”

Acara berlangsung tanpa insiden lain. Terlalu rapi. Terlalu tenang. Itu yang membuat Wei Li tidak nyaman. Di mobil, saat mereka pulang, Wei Li menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Tangannya mengusap lengan kiri bekas luka sudah hampir hilang, tapi ingatannya belum. “Dia datang sendiri,” katanya. “Tanpa perantara.”

Kun A Tai yang duduk di depan menoleh lewat kaca spion. “Itu langkah berani,” katanya.

“Atau langkah bodoh,” jawab Wei Li. Kun A Tai tidak langsung menjawab. “kau sadar,” katanya akhirnya, “kalau sejak tadi dia nggak sekali pun menyebut nama ku? ”Wei Li membuka mata. Alisnya terangkat sedikit.

“Dia nggak mau nunjukin kartu,” lanjut Kun A Tai. “Atau dia lagi nyiapin sesuatu.”

Wei Li tertawa pelan. “Dia pintar.” Kun A Tai menoleh lagi ke jalan. “Dan berbahaya.”

Malam itu, Wei Li duduk sendirian di kamar. Lampu meja menyala redup. Ia membuka laptop bukan untuk menyerang. Ia membuka profil Shen Yu An. Data lama. Koneksi. Riwayat yang terlihat bersih. Terlalu bersih. Wei Li menopang dagu dengan satu tangan. Tangan lainnya mengetuk meja pelan, ritmis..“Lo nggak sedatar yang lo tunjukin ternyata” gumamnya. Ia menutup laptop tanpa menyentuh apa pun. Untuk sekarang, ia sudah dapat jawabannya. Shen Yu An sudah bergerak. Dan itu artinya Diam saja tidak akan cukup lama.

Wei Li berdiri, berjalan ke jendela. Lampu kota berkelip di kejauhan. Tangannya mengepal di samping tubuh. “Sekarang,” katanya pelan, “kita mulai main halus.” Dan di sisi lain kota Shen Yu An menatap layar ponselnya, senyum kecil terukir di bibirnya. Lu Xian Yue tidak lagi bodoh. Dan itu… Membuat permainan jauh lebih menarik.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!