"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Temui aku lagi kalau kamu sudah bercerai dengan Vika!"
Deg
"Di, Vika-"
"Aku perlu bukti, Ka! Bukan hanya omong kosong belaka!" potong Dian cepat
"Di ... Untuk apa kamu mengatakan hal itu pada pria ini? Dia tidak akan mampu menceraikan istrinya. Lagipula, untuk apa juga kamu mau kembali padanya? Jangan mau, Di. Lebih baik kamu denganku saja. Aku lebih bisa membuatmu bahagia daripada dia!" ucap Rey tak mau kalah
"Aku juga mampu membahagiakan Diandra?"
"Membahagiakan dengan apa? Sekarang saja, kamu tidak punya apa - apa!" ejek Rey
"Aku punya cinta untuk Dian!"
Rey tertawa hambar, "Cinta tidak akan membuat Diandra kenyang!"
"Sudah cukup!" potong Dian lalu menatap keduanya bergantian. "Sudah aku katakan! Aku butuh bukti. Buktikan dengan nyata! Jangan hanya bualan semata! Aku ingin tahu, sejauh apa keseriusan kalian berdua! Siapa yang bisa membuktikan keseriusannya dan membuatku tersentuh-" Dian menjeda ucapannya lalu kembali menatap dua pria itu bergantian. "Mungkin aku bisa mempertimbangkannya"
"Kamu yakin dengan ucapanmu, Di?" tanya Rey antusias.
Dian mengangguk, "Tentu saja!"
"Akan aku buktikan kalau aku serius padamu, Di" Rey berucap dengan sangat bersemangat
Dian melirik Saka yang nampak tidak suka mendengar kalimat yang Rey lontarkan, "Aku mau Kak Rey datang bersama Almera padaku!"
Deg
Senyum tipis terbit dari bibir Saka begitu Dian memberikan syarat pada Rey. Lihatlah wajah Rey sekarang. Dia nampak cukup terkejut juga tegang.
"Di ... Aku dan Almera sudah bercerai. Untuk apa kamu memintanya datang denganku?"
"Tentu saja untuk membuktikan keseriusanmu, Kak. Kamu mungkin sudah bercerai, tapi bagaimana dengan Almera? Dia itu stres, bisa saja dia masih menganggapmu suaminya. Lagipula, aku tidak yakin kalau kamu dan dia tidam pernah tidur bersama. Almera itu cantik, sebagai pria normal, aku yakin kamu tentu tergoda dengan tubuhnya!"
"Aku dan Almera tidak pernah tidur bersama!" sangkal Rey
"Mana mungkin seorang pria yang sudah menikah tidak tergoda pada istrinya sendiri. Tinggal satu atap dengan lawan jenis, apalagi melihatnya setiap waktu, mustahil kamu hanya diam saja, Tuan Rey!" imbuh Saka
Wanita cantik itu mengangguk, "Benar yang Saka katakan", Saka kembali tersenyum. Apalagi Dian membelanya. "Mana mungkin seorang suami tidak tergoda pada istrinya sendiri. Jangankan pada halal, pada mantan saja bisa tergoda! Benar kan Ka?"
Skakmat
Saka mati kudu mendengar pertanyaan Dian. Pria itu bungkam tanpa jawaban. Kali ini Rey yang tertawa remeh. "Setidaknya aku tidak punya dosa zina" cibirnya
"Tidak perlu berbangga diri Kak Rey. Kamu dan Saka tidak ada bedanya!"
Dua pria itu bungkam. "Silahkan kalian berdua pulang. Datang padaku jika syarat yang aku minta sudah bisa kalian penuhi!"
"Tapi Di-"
"Pulang atau tidak ada kesempatan sama sekali!"
Rey menghela nafas begitupun dengan Saka. Rey memang sudah bercerai dengan Almera, hubungannya dengan kekasih saudara kembarnya itu memang telah berakhir. Tapi yang jadi masalah, yang di katakan Dian memang benar. Almera belum sepenuhnya pulih, kalau Rey membawanya pada Dian, yang ada perempuan itu akan mengamuk.
Sedangkan Saka, menceraikan Vika di saat istrinya hamil terasa tidak mungkin, bagaimana pun Vika mengandung darah dagingnya, tidak mungkin tiba - tiba ia menceraikan wanita itu begitu saja
"Tunggu apa lagi, silah-"
"Di ... Kamu baik - baik saja. Bagaimana bisa kamu masuk rumah sakit?!" cecar Rani yang baru tiba bersama Tri
"Aku tidak apa - apa, Ran. Jangan khawatir"
"Bagaimana bisa ini terjadi, Di?" kali ini Tri yang bertanya
Dian menatap Saka yang hanya diam, "Kalian berdua pulanglah! Sudah ada Rani dan Bang Tri yang akan menjagaku"
Keduanya mengangguk, "Dan ingat! Jangan datang sebelum kalian bisa memenuhi syarat dariku!"
Rani dan Tri saling melirik, "Kalian pulanglah! Dian aman bersama kami"
Akhirnya Rey dan Saka meninggalkan ruang perawatan Diandra.
"Sudah selesai aktingnya, Tuan putri?" tanya Rani dengan kekehannya
"Tentu saja sayangku! Duduklah di sampingku sekarang" pinta Dian
Tri hanya menggelengkan kepala, suami Rani itu memilih berbaring di sofa.
"Tidrulah, Bang. Aku akan mengobrol dengan istrimu"
Tri mengacungkan jempolnya.
"Bagaimana lukamu? Apa parah?"
"Tidak juga. Hanya tergores sedikit. Paling besok sudah sembuh"
"Apa tidak ada cara lain yang tidak beresiko? Kamu membahayakan nyawamu sendiri!" kesal Rani
Dian tertawa, "Kamu tahu kan? Aku pemegang sabuk hitam karate. Aku tidak akan tumbang begitu saja apalagi hanya karena goresan lemah tangan Vika"
Rani mengangguk, "Jadi bagaimana kelanjutannya? Kamu akan menjebloskan Vika ke penjara?"
"Seminggu aku rasa cukup membuat wanita itu ketakutan!"
Rani menatap Dian, "Kamu tidak kasihan padanya? Dia sedang hamil, Di"
Dian menatap Rani balik, "Kalau begitu dua hari cukup kan?"
Rani tersenyum, "Kamu memang baik!" ucapnya lalu memeluk Diandra
Dian membalas pelukan Rani, "Kamu tahu, aku tidak pernah suka berbuat jahat pada orang. Sebisa mungkin aku berbuat baik pada mereka. Tapi sayangnya, yang ada mereka malah berbuat jahat padaku"
"Begitulah kehidupan, Di. Tidak semua kebaikan di balas dengan kebaikan"
"Ya, kamu benar, Ran"
"Lalu bagaimana dengan Rey dan Saka? Kamu yakin mereka sanggup memenuhi syarat yang kamu ajukan?"
Dian mengedikkan bahu, "Entahlah. Aku hanya ingin menguji keseriusan mereka berdua"
Rani menatap Dian serius, "Bagaimana kalau salah satu dari mereka ada yang benar - benar bisa membuktikan keseriusannya?"
"Kamu tahu betul jawabannya, Ran. Aku tidak akan memilih salah satu ataupun keduanya di antara mereka!" jawab Dian tegas
"Lalu rencanamu selanjutnya?"
"Aku akan fokus pada perusahaan"
Rani kembali terkekeh, "Kamu hebat bisa mempermainkan dua orang pria sekaligus"
"Aku hanya ingin mereka juga merasakan apa yang pernah aku rasakan, Ran!"
🍀🍀🍀
Dian menatap pantulan dirinya di depan cermin. Dress hitam panjang tanpa lengan menjadi pilihannya malam ini. Wanita yang baru saja keluar dari rumah sakit tadi pagi itu akan menghadiri sebuah pesta ulang tahun seorang rekannya.
Anting berlian panjang tak lupa Dian pasang di kedua telinganya. Sepatu warna senada juga semakin menambah kecantikannya.
"Ok. Perfect!"
Dian melangkah ke luar kamar kemudian menuruni tangga
"Kamu cantik sekali, Di" puji Rani
"Terima kasih pujiannya, Mama Rani!"
"Hati - hati, Di. Kalau ada apa - apa, hubungi aku!"
Dian mengangguk, si cantik itu segera masuk ke dalam mobil. Perjalanan yang harus Dian tempuh kurang lebih empat puluh menit. Melewati macetnya Ibukota merupakan makanan sehari - hari untuknya.
"Kita sudah sampai, Nona" lapor sopir
"Terima kasih, Pak. Bapak pulanglah dulu, nanti saya akan pulang dengan teman"
"Baik, Nona"
Dian segera memasuki ruangan dimana temannya itu berulang tahun. Samar namun pasti, Dia bisa mendengar obrolan tuan rumah
"Gam, kapan kamu akan mengenalkan calon istrimu pada Mama?"
Dian melihat dengan jelas, seorang gadis tersenyum ke arah Gama. Wajahnya terlihat cerah namun penuh harap. Pelan tapi pasti. Dian melangkah ke arah meja mereka.
"Maaf saya terlambat. Kenalkan, saya Diandra! Calon istri Gama Mahaditya!"
Deg
/Smug//Smug/