Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Perhatian Suami
Mobil yang dikendarai Gama sudah memasuki kawasan apartemen. Sudah menjadi istri Prabu, Ola pun harus ikut bersama suaminya. Tidak mungkin tinggal di kosan yang kamarnya sempit atau malah tinggal terpisah.
Berhenti di parkiran tidak jauh dari lobby. Gama hendak keluar membukakan pintu, tapi sudah keduluan.
“Ayo.” Prabu mengulurkan tangannya pada Ola. Mereka berjalan duluan, karena Gama harus membereskan perlengkapan yang mereka bawa.
“Ola, gue pulang. Besok kita ketemu lagi, gue ‘kan masih jadi babunya laki lo,” ujar Maya.
“Iya, hati-hati,” sahut Ola sudah menjauh dan melambaikan tangan.
Gama mengeluarkan beberapa paper bag milik milik pasangan yang baru kemarin menikah, pakaian kotor serta dokumen milik istri atasannya.
“Mas, saya pulang ya. Kalau kangen, telpon aja.” Maya terkekeh sendiri. Sedangkan Gama hanya berdehem lalu menyusul langkah Prabu dan Ola.
“Ish, dasar kaku. Awas lo.”
Saat di lobby, security yang menjaga di depan mengangguk dan menyapa Prabu lalu menatap heran karena pria itu datang bersama Ola dengan tangan saling menggenggam. Petugas itu Denis, yang sempat menaruh hati pada Ola.
Tidak ingin disebut sombong lalu ada kabar negatif karena sekarang dia menjadi istri Prabu, Ola hanya tersenyum dan mengangguk saat bertatapan dengan Denis.
“Tenang saja, kamu bukan karyawan lagi di sini,” bisik Prabu.
Baru melewati meja resepsionis, mereka berpapasan lagi dengan seseorang.
“Selamat siang, Prabu,” sapa Gladys. Belum dijawab, mendadak senyum wanita itu pudar. “Fiola, kamu Fiola ‘kan?”
“Iya, tante,” sahut Ola.
“Ya ampun, kamu kenapa resign mendadak. Padahal aku suka kita jadi partner. Kalian …..” Gladys menunjuk Prabu dan Ola setelah melihat interaksi pasangan itu.
“Kami sudah menikah, kemarin,” jelas Prabu.
“Aah.” Gladys kembali tersenyum lalu mengusap pipi Ola. “Selamat ya, ini baru pria yang tepat. Aku ikut happy untuk kamu.”
“Terima kasih tante.”
Sampai di apartemen, Ola langsung berbaring di sofa ruang tengah tempatnya dulu pernah tertidur. Sedangkan Gama dan Prabu berbincang di sofa ruang tamu. Perjalanan cukup melelahkan bagi Ola yang sedang hamil muda,
“Urus besok saja, kamu boleh pulang. Nanti sore aku ke rumah sakit, tidak perlu ditemani.”
“Baik, pak.”
Gama menuju kamar Prabu meletakan paper bag berisi dokumen milik Ola dan pakaian kotor di tempatnya, lalu pamit undur diri. Prabu menghampiri Ola, berdiri sambil tersenyum.
“Pindah ke kamar ya, jangan tidur di sini.”
“Iya,” sahut Ola masih dengan mata terpejam. Belum tidur sepenuhnya.
“Atau kita bisa pakai kamar yang lain, biar nanti ada yang urus pindah barang-barangku,” usul Prabu. Ia menduga Ola enggan ke kamar itu, malam kelam yang pernah istrinya rasakan terjadi di kamar miliknya.
“Nggak usah, aku mau rebahan di sini sebentar.” Ola memeluk bantal sofa.
Prabu ikut duduk, tepat di sisi kepala istrinya. Mengusap kepala wanita itu dengan sayang. Pandangannya tertuju pada perut yang masih terlihat rata.
“Sudah pernah periksa kandungan kamu?” tanya Prabu dan dijawab dengan gelengan. "Nanti sore kita ke rumah sakit, bertemu orangtuaku. Sekalian periksa kandungan kamu.”
Mendengar ia akan bertemu dengan mertuanya, Ola langsung membuka mata dan perlahan beranjak duduk.
“Sore ini?”
Prabu mengangguk kali ini tangannya berpindah mengusap pipi Ola.
“Saya ikut?”
Lagi-lagi Prabu mengangguk. Tangan yang berada di pipi Ola seharusnya bisa membuat tubuh Ola bergidik atau meremang. Namun, terkalahkan dengan rasa takut akan bertemu dengan sang mertua.
“Kenapa?” Prabu mengernyitkan dahi melihat Ola terdiam.
“Kalau … mereka menolak pernikahan kita, gimana?”
“Aku bilang itu urusanku.”
“Tapi ….”
“Ssttt. Jangan pikirkan hal yang bukan menjadi tanggung jawabmu.” Telunjuk Prabu berada di bibir Ola, agar ia tidak bicara. “Mulai sekarang setiap keluar harus mengabari aku dan ada supir yang mengantar.”
“Hah, supir?”
“Hm. Mobil dan supir akan selalu stand by.”
Ola tidak menyangka dia akan mendapatkan fasilitas seperti itu. Sebelumnya, dia akan kemana pun tidak ada yang peduli dan tidak harus pamit pada siapapun.
“Aktivitas saya paling ke kampus, pake motor lebih … eh bisa naik taksi.” Prabu sudah melarang mengendarai motor. perjalanan menggunakan taksi sudah cukup mewah.
“Tidak, aku lebih percaya kamu diantar supir.”
Belum sempat makan siang, Prabu memesan makan dari café yang ada di kawasan tempat tinggalnya. Hampir satu jam akhirnya pesanan datang. Ola menatap menu yang datang sedang disusun di meja oleh Prabu.
“Kenapa? Ayo, dimakan.” Prabu mengulurkan sendok dan garpu.
Ragu-ragu Ola menerimanya, bukan karena tidak suka dengan makanannya, tapi siapa yang akan menghabiskan. Porsi makannya sedikit dan selama ia mengidam, justru yang dia konsumsi lebih sedikit. Ditambah sering keluar lagi karena munt4h.
“Banyak banget, memang siapa aja yang mau makan.”
Prabu hanya tersenyum. Pria itu beranjak mengambil gelas dan mengisi dari dispenser lalu diletakkan di depan Ola.
“Aku sengaja pesan banyak protein dengan sedikit karbo. Ini saladnya aku simpan di kulkas. Bisa untuk cemilan.”
Ada rasa haru dan bahagia. Selama ini dia menyiapkan makanan untuk majikannya, tapi sekarang malah dia dilayani oleh suami dan suaminya masuk ke dalam list pria idaman. Sungguh berkah yang hakiki.
“Morning sickness kamu rasakan lebih berat di pagi hari, makanya tidak selera makan. Kalau siang begini, tidak terlalu. Jadi, makanlah!”
Ola mulai menikmati makanan yang tersaji. Tidak sadar ada sisa makanan di bibirnya. Prabu mengambil sehelai tisu dan menyeka pelan.
“Ini kenapa?” tanya Prabu menyadari ada luka di ujung bibir istrinya.
Ola terdiam. Kemarin ia diperlakukan tidak baik oleh sang ayah, bahkan sampai menampar. “Ehm, kena sendok, waktu kemarin makan,” sahut Ola asal, tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Tidak ingin menambah buruk citra Ayahnya di mata sang suami.
Dahi Prabu mengernyit. Tidak mungkin kena sendok sampai melukai begitu.
“Ini ulah ayahmu. Iya ‘kan?”
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk